NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07

Bab 07 Bunga Keserakahan

Maira turun bersama Widia. Dia pasti akan menjaga jarak dengan alasan, andaikata mereka kelihatan dekat, pasti tuan akan menjatuhkan ia ke dalam jurang keputusasaan. Gadis itu tidak memiliki pilihan. Widia memeriksa map dan mencari lokasi kediaman kakek kekasihnya, merasai bila bapak-ibunya takkan bisa menerima Widia sekarang.

Adii melarangnya untuk menemui bapak dan ibu, karena mungkin saja Widia akan terancam. Dia pernah mendengarkan jikalau bapaknya ini memiliki watak yang tidak baik, sehingga Adiira enggan mempertemukan mereka kalau tidak terlalu perlu dan melarang sendirian.

"'Setidaknya bawa ayahmu jika mau datang,' gitu katanya. Memang ayah Adii itu segitu buruknya?" Tanya Widia.

Maira menoleh kepada Widia sebelum dia menundukkan kepala dan menjawab, "ayah tuan adalah penyihir juga, tapi ia merupakan ancaman yang musti dibunuh segera."

Widia tak bertanya lebih lanjut lagi. Mimik muka boneka ini kelihatan tidak mau mengatakan lebih, karena itu gadis yang sedari tadi menatap handphone mulai fokus mencari jalan. Matanya berkedut melewati sekumpulan gang serupa labirin rumit, map juga tak bisa diandalkan.

Ketika sedang ditumpuk kebingungan dan pikiran, secara tiba-tiba Maira menghunuskan sebuah pedang pendek yang disembunyikan di tasnya.

"Ya ampun. GPS juga tidak mencakup daerah ini, lagian... desa ini terlalu terpencil, bukan?" Keluh Widia sembari berbalik menatap Maira dan berkata, "kau lagi ngapain."

"Atas..."

"Huh?" Widia mendongak ke atas, dia langsung membuka mata dan kembali mengeluh, "hidupku penuh rintangan sehabis kamu koma, lho, Dii. Aku rada capek banget, tau."

Belasan ekor Wyfern mengitari kota dan Maira langsung mulai mengambil posisi. Widia mengamati gerakannya, kemudian membatin, "tidak mungkin dia bakalan lompat terus tebas mereka di langit, 'kan?"

Memikirkan adegan dalam film fantasi semacam itu, dia bersemangat untuk menonton Maira bertarung tanpa sayap. Tidak lama kemudian Widia kecewa. Suara suatu senjata api terdengar, alhasil beberapa Wyfern itu satu persatu mulai berjatuhan seperti kumpulan nyamuk mati.

Tidak hanya Widia, warga-warga sekeliling menonton dan mengabaikan para polisi yang berusaha mati-matian mengevakuasi orang penasaran. Wyfern dijatuhkan sama seperti nyamuk. Meski begitu Widia menyadari, mereka tidak melenyapkan salah satu Wyfern kemudian sesegera mungkin menangkap dan mengamankan monster itu.

"Umat manusia ternyata tak selemah itu..." gumam Widia.

Ketika Widia masih terkesima, Maira kini memperlihatkan kegelisahan sebelum bermaksud menghunuskan pedang lagi. Tiba-tiba saja seorang kakek-kakek datang. Dia memukul Maira yang belum sempat bereaksi, tanpa kata dan perlawanan, Widia sembunyi-sembunyi mengambil pisau menerka jikalau orang ini merupakan ancamannya.

Tidak terduga si kakek menunjukkan selembar foto yang berisi foto Adiira dan dirinya. Bersama helaan napas. Dia takkan bertanya mengapa pria tua ini mengetahui keberadaan mereka, hanya seusai melihat Maira gelisah saja Widia telah menebaknya dan melepaskan pisaunya.

Tanpa membiarkan pergi kewaspadaan Widia mengikuti kakek ini sambil melihat Maira beregenerasi. Terlihat mirip boneka menjahit dirinya sendiri, dia menarik keluar benang dari daging drake dan memilin tali merah itu menutupi bagian-bagian tubuh yang luka dengan jahitan.

Mereka sampai di sebuah rumah kecil. Yang pertamakali Widia perhatikan yaitu barisan bunga yang sejenis dengan yang Adii rawat depan rumah, mereka ditanam dengan baik.

"Cucuku memanggilnya sebagai bunga keserakahan atau julukannya sebagai seorang Penyihir Keserakahan," ucap kakek.

"Tolong jelasin soa..." Widia berhenti berkata-kata. "Mana kakek Adii? Perasaan tadi dia disini, bukannya ada suaranya juga tadi?" Batin gadis ini tidak menemukan siapa-siapa, selain seorang remaja berdiri di hadapannya.

"Ah, ini wujud asliku, lagian yang pertamakali musti kamu ketahui itu kalau kalian menikah umur kalian akan bertambah lima kali lipat dari manusia biasa, lho! By the way namaku Ardi, kakek cucumu, salken!" Ungkap kakek.

Widia menoleh kepada Maira untuk memastikan dan dia menganggukan kepala. "Eh.. ini beneran?" Widia segera menunjukan ekspresi itu, begitu menemukan kakek sebelumnya menjadi muda seperti seumurannya. Tidak lama, dia merasa akal sehatnya ini akan dirusak penyihir.

Semua berawal dari mahkluk yang disebut Destyn mulai berdatangan, menjadi inti sihir dan orang-orang yang memiliki mahkluk itu selaku pelayan akan mendapatkan kekuatan luar biasa, dengan tujuan mengubah takdirnya. Begitu juga Ardi mendapatkan kekuatan sihir serta Destyn miliknya, meski ia telah pergi dan takkan kembali.

"Namanya Destyn milikku Viana. Awalnya aku mengira ini takkan memanjang, tapi..." kata-katanya tidak berlanjut.

Destyn itu mahkluk yang diperoleh seseorang tanpa ada syarat khusus. Hanya soal keberuntungan saja. Dahulu Viana bertugas untuk merubahnya lebih baik, begitu juga tugas Destyn lainnya untuk memenuhi tugas mereka dan mengubah takdir seperti namanya. Meskipun sekarang keberadaan Destyn mulai berubah, tidak seindah dahulu.

Widia hanya bisa membisu. Inti dari perkataan kakeknya Adiira, Ardi mengatakan jikalau mereka mulai digunakan selayaknya sebuah senjata dan monster-monster yang diluar sana juga diciptakan menggunakan kekuatan dari Destyn. Maira juga digunakan kekasihnya selaku senjata.

"Cucuku sekarang sedang dalam masa pengembangan karakternya. Dia masih bingung ingin menjadi apa, lalu menemukanmu... Widia..." kata Ardi.

"M-Maksudnya?" Bingung Widia bertanya.

Widia merona merah mendengarkan kakek kalau kekasih memberantas penyihir bukan demi dunia, melainkan untuk menciptakan tempat aman supaya dia berkeluarga dengan tenang. Tak lama Widia tidak bisa menahan malu dan menutup muka sembari tersenyam-senyum sendiri.

"Tapi tampaknya kematian bukanlah keinginannya, meski demikian, jiwa cucuku masih diantara dua dunia..." ucap Ardi menggertak'an gigi sambil mengepalkan tangannya.

"Eh? Maksudnya..."

Kebahagiaan Widia lekas menghilang selepas kakek Ardi mengatakan perihal itu. Dia mengambil sebuah pena, menggambarkan sesuatu pemandangan yang dibagikan oleh cucunya dan memberikan buku harian kecil semasa dia masih sekolah kepada Widia, dengan percuma-cuma.

Widia tak memahami maksud pria ini menyerahkan buku harian cucunya. Dikarenakan ini merupakan privasi pacarnya, Widia meletakan buku tebal kecil masuk dalam tas dan mendeham lalu menatap bersama senyum tipis. Kakek mengerjap kemudian menatap tajam pada Maira.

"Tidak, jangan melihat saya seperti itu. Bicarakan semua mengenai tuan kepada nona Widia saja."

"... baiklah jikalau begitu," ucap kakek sebelum menghela napas berat. Seperti berusaha melepaskan bebannya.

Sebagian besar orang yang ditemuinya 'kan berusaha tuk meringankan beban mereka dengan mengembuskan napas, begitu juga Ardi. Tidak lama dia berdiri dan minta istri membawa laptop miliknya. Dilihat-lihat lagi mereka kelihatan akrab, Widia cukup mencicipi rasa iri menonton hubungan harmonis mereka, bahkan sesampai masa tua.

Usai meletakkan komputer pribadi kecil alias laptop pada meja. Widia dipersilahkan untuk melihat-lihat beberapa file, dengan segera dia menemukan informasi kekasihnya yang tengah melakukan penelitian. Matanya membelalak bersama pupil matanya mengecil perlahan melirik Maira.

Lirikan seseorang mendapati keterkejutan dan ketakutan pada waktu yang sama. Widia berkeringat dingin. Dia berharap cukup bodoh supaya tidak menangkap maksud apa yang ditulis oleh kekasihnya, tapi dia jelas paham. Bahwa mahkluk ini, Destyn yang dicipta oleh kekasihnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!