Semua KARENA Kamu

Hubungan Abra semakin dekat dengan Irena, sementara Okan masih sibuk sama dunia patah hatinya. Setiap hari Okan banyak menghabiskan waktu diring tinju. Ia lampiaskan semua beban rasa menghajar benda yang menjadi sarana olahraga dan latihannya.

Untuk saat ini, Okan benar benar serius dengan ucapannya tempo hari. Ia menjauh dari para wanita penghangat ranjangnya, tapi untuk kedepan nanti entah lah, tidak ada yang tahu.

Disaat Abra sibuk berkencan, Okan yang bingung tidak ada kesibukan, akhirnya memilih untuk pergi kekafe

"Sore cantik..!" sapa Okan tersenyum manis.

"Sore tampan..!" sahut Esra "tumben sendiri, cem ceman kemana..? kak Abra juga kemana..?"

"Calon kakak ipar lagi kencan, kalau cem ceman gue ini berdiri didepan gue." balas Okan dengan wajah bebinar.

"Kumat sablengnya." sungut Esra, yang disambut kekehan oleh Okan "mau makan apa kopi..?" tanya Esra.

"Makan dan kopi dengan bonus ditemani sang calon istri." jawab Okan seraya tersenyum kuda.

"Loe enggak ada bahan candaan lain apa kan..?" kata Esra sembari bergerak menyiapkan pesanan Okan.

"Enggak ada, lagian itu gue serius kali."

Esra tidak lagi menanggapi ocehan Okan, ia sibuk sendiri dnegan kegiatannya. Sementara Okan duduk manis dikursi sebelah kasir.

Okan sengaja tidak mau duduk dikursi pengunjung, karena tidak adanya teman untuk duduk disana. Sepuluh menit kemudian, si cantik datang dengan membawa pesanan Okan.

"Kak Abra sama siapa..?" tanya Esra sembari duduk disebelah Okan.

"Sama Irena." jawab Okan dengan mulut yang mulai terisi penuh dengan makanan.

"Kakak sama Windi dong berarti..? Kok enggak kencan juga..?"

"Enggak sama Windi gue." jawab tegas Okan "ini lagi kencan, makan berdua sama loe."

"Loe makin hari makin akut kak sablengnya, serem gue."

"Lagi ngapain ngomongin Windi..? gue ngedeketin dia juga ada maksut, tapi nyatanya gue enggak bisa demen, gimana..?"

"Loe nyari yang kaya apa sih kak..? yang ngejar loe perasaan cakep cakep deh..?"

"Kaya elo dan gue mau elo...!" jawab Okan menatap lekat netra Esra.

"ONTA..! gue beri gebukan sepatula nih..?"

Okan terbahak "mana berasa itu. Udah ah, jangan ngomongin cewek, entar juga kalau udah dapet yang bisa gantiin ini yang sekarang dihati. Pasti gue kenalin sama loe."

Sementara Abra dan Irena, sibuk berkeliling mall. Makan sudah, nonton juga sudah, waktunya untuk berbelanja. Tapi Abra dibuat geram oleh Irena yang tidak mau membeli apa pun.

Akhirnya mereka hanya jajan dan menghabiskan waktu disalah satu pusat permainan.

"Okan udah punya cem ceman ya Bra..?"

"Belum, kenapa..? loe suka sama dia." tanya Abra tak suka.

"Apaan sih..? gue nanya gitu karena sikap dia cuek gitu sama Windi. Secara Windi demen gitu sama Okan."

"Kalau loe demen gue enggak..? gue demen loe soalnya." kata Abra jujur.

"Gue enggak pantes buat loe, kasta kita berbeda." sahut sedih Irena.

"Kenapa ngomongin kasta..? gue enggak sebaik yang loe pikir. Gue kaya raya iya, tapi keluarga gue enggak pernah menilai orang dari itu, yang penting hati."

"Jalani aja, biar waktu dan kehendak Tuhan yang menetukan."

"Gue diterima nih jadi cem ceman..?" tanya bebinar Abra memastikan.

"Jalani aja..!" jawab Irena dengan ragu.

Kencan pun usai dan saatnya pulang. Tapi sebelum Abra mengantarkan Irena kerumahnya, mereka mampir dulu sejenak kekafe. Waktu juga baru menunjukkan pukul delapan malam.

Dan saat tiba disana, pasangan yang baru meresmikan hubungan itu, sudah disuguhi pemandangan mengenaskan.

"Miris amat loe duduk mojok cemberut gitu muka. ?" tanya Abra.

"Orang enggak ada temen, ya sendirian." jawab sengit Okan

"Esra kemana..?"

"Noh...!" tunjuk Okan kearah Esra yang sedang duduk berdua bersama sang kekasih.

"Lah itu ada si kembar sama Rinjani..!" kata Abra lagi.

"Gue mana nyambung ngomong sm mereka, entar malah dikira gue lagi momong kalau sama mereka." sungut Okan.

"Lagian kenapa enggak telfon Windi ajak nongkrong..?" tanya Irena.

"Nyomblangin nih ceritanya..?"

"Terserah anda menafsirkannya gimana." sambut Irena acuh.

"Gue cem ceman beda gaya. Kalau nyari yang udah siap sedia dan yang menyerahkan diri dengan ikhlas." kata Okan ambigu.

"Maksudnya..?"

"Yang siap jadi istri dan bisa segala hal, terutama ngurus suami dan dapur." jawab Okan tegas guna memperjelas jika ia dan Windi tidak menaruh rasa apa apa.

"Entar gue suruh Windi belajar." balas Irena.

"Enggak perlu, gue enggak demen sama Windi. Kalau dia mau belajar masak dan urus suami, itu untuk bekal dia sendiri kedepannya. Jangan karena gue."

Malem minggu yang tidak pernah terlewatkan tanpa wanita dan berbuat dosa, malam ini dijalani tanpa itu Okan, dengan terselip luka dalam hati lelaki tampan itu.