Menikah adalah cita-cita setiap wanita. Apalagi, ketika menikah dengan laki-laki yang begitu didamba dan dicintai.
Namun apa jadinya, ketika dihari pernikahan itu di gelar, justru mendapat kabar dari pihak mempelai laki-laki. Tentang pembatalan pernikahan?
Hal itulah yang tengah dialami oleh Tsamara Asyifa. Gadis yang berusia 25 tahun, dan sudah ingin sekali menikah.
Apakah alasan yang membuat pihak laki-laki memutuskan pernikahan tersebut?
Lalu, apakah yang Syifa lakukan ketika mendengar kabar buruk itu?
Akankah ia mengemis cinta pada laki-laki yang sangat ia cintai itu? Atau justru menerima takdirnya dengan lapang dada.
Hari pernikahan adalah hari yang begitu istimewa.
Tapi apa jadinya, jika di hari itu justru pihak laki-laki membatalkan pernikahan? Tanpa diketahui apa sebabnya.
Hal itulah yang di alami oleh Tsamara Asyifa.
Akankah ia akan mengemis cinta pada laki-laki yang sangat ia cintai itu, untuk tidak membatalkan pernikahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Mengantar les
"Kak, gimana nih. Semua teman-teman sudah pada masuk." ucap Soffin, ketika melihat pintu ruang lesnya tertutup.
"Tidak apa-apa. Ayo kakak temani." Tsamara membuka pintu mobil, dan keluar. Lalu mengitari mobil, dan membukakan pintu untuk adiknya.
Dengan ragu, Soffin turun. Lalu, Tsamara menggandengnya. Keduanya berjalan menuju ruang lesnya.
Saat Tsamara akan membuka pintu, tiba-tiba pintu itu sudah dibuka dari dalam.
"Soffin." ucap seorang pemuda tampan, yang masih berdiri di ambang pintu.
Untuk sesaat, Tsamara begitu terpesona dengan ketampanan laki-laki yang juga berdiri dihadapannya. Wajahnya penuh kharisma.
"Maaf, kak. Soffin terlambat datang lesnya. Karena tidak ada yang membangunkan saat tidur siang tadi. Tapi Soffin janji, mulai besok tidak akan datang terlambat lagi. Karena kak Tsamara akan selalu mengantar ku berangkat les. Iya kan kak?" cerocos bocah kecil itu dengan logatnya yang lucu.
Tangannya yang masih dalam genggaman kakaknya, ia goyang-goyang kan. Sehingga membuat Tsamara tersadar dari lamunannya, dan gelagapan. Laki-laki yang di panggil, kak, oleh adiknya itu tersenyum tipis.
"Iya-iya." ucap Tsamara cepat, padahal ia tidak tahu apa yang tengah dibicarakan oleh adiknya.
"Ya sudah, sekarang Soffin boleh masuk. Teman-teman sedang mengerjakan tugas yang kakak beri. Kamu juga harus mengerjakannya."
"Terima kasih, kak." Soffin berbinar, lalu masuk ke ruangannya.
"Permisi, pintu mau saya tutup kembali. Agar anak-anak bisa konsentrasi mengerjakan tugasnya." ucap laki-laki itu ramah pada Tsamara.
"Eh, i-iya. Silahkan." Tsamara sedikit nervous, sehingga terbata dan meringis saat menjawab.
Tsamara segera kembali ke mobilnya. Lalu duduk di tempatnya tadi. Pandangannya lurus ke depan. Menatap pintu ruang les adiknya. Entah kenapa hatinya begitu senang dan tenang, ketika melihat pria tadi.
"Apakah aku sedang jatuh cinta? Kenapa rasanya sebahagia ini?" gumam Tsamara, dengan wajah yang berbinar, sambil menempelkan telapak tangannya di dada. Untuk merasakan detak jantungnya yang seakan tak normal melihat paras laki-laki tadi.
"Huh. Dasar bodoh. Kenapa aku bisa sampai lupa, kalau jatuh cinta itu tidak selamanya bahagia. Nyatanya, selama satu bulan aku justru menangis karena batal menikah dengan Anggara. Tidak-tidak. Aku tidak boleh jatuh dengan pria tadi. Bisa-bisa aku menangis darah, karena pasti rasanya jauh lebih sakit dari yang sekarang." Tsamara menggelengkan kepalanya kuat. Berusaha menolak apa yang terlintas di pikirannya tadi.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya pintu ruang les dibuka. Anak-anak berdesakan keluar. Tsamara segera menuju ke sana untuk menjemputnya adiknya.
BUG!
Seorang anak kecil menabrak tubuh gendut Tsamara. beruntung kakaknya Soffin itu segera menangkap tubuh anak kecil tadi, sehingga ia tidak terjatuh.
"Maafin kakak, ya." ucap Tsamara sambil mengulas senyum ke arah anak laki-laki tadi.
Ia menyadari jika badannya gendut, sehingga membuat anak-anak tidak bebas berlari.
"Iya, kak. Tidak apa-apa. Permisi." Anak laki-laki itu segera berlari ke arah ibunya yang baru saja datang.
Teman-teman Soffin memang baik-baik. Meskipun badan Tsamara sebesar ikan hiu, tidak ada yang menghinanya.
Oleh sebab itu, ia sering membagi-bagikan makanan kecil untuk mereka. Sebagai ucapan terima kasih, karena anak-anak itu sudah baik padanya.
Tsamara menatap kepergian anak-anak yang berhamburan menuju kendaraan kedua orang tuanya.
"Maaf, Soffin belum selesai mengerjakan tugasnya. Silahkan tunggu di kursi itu." ucap laki-laki tadi, sambil menunjuk kursi yang ada di depan ruang les Soffin. Suaranya cukup mengejutkan Tsamara.
"Oh, iya. Terima kasih." Tsamara akhirnya duduk di kursi itu sambil menunggu adiknya.
Tak lama kemudian, Soffin keluar dengan wajah yang berbinar. Lalu memperlihatkan buku tugasnya pada kakaknya tercinta.
"Kak Tsa, Soffin dapat nilai seratus nih." ucapnya dengan bangga.
"Wow! Hebat." Tsamara bertepuk tangan dengan riang.
"Ayo, kita beli es krim dulu." ajak Tsamara dengan penuh semangat.
"Ayo." balas Soffin dengan antusias.
Tanpa mereka sadari, laki-laki tadi melihat keduanya, sambil menyunggingkan senyum tipis. Ia merasa bahwa wanita dihadapannya itu sangat menyayangi anak-anak kecil, seperti dirinya.
"Kak Thoriq, Soffin pamit dulu ya." Soffin mengulurkan tangannya pada laki-laki itu. Karena ingin mencium punggung tangannya.
"Iya, dek. Hati-hati ya. Semangat terus belajarnya. Agar bertambah pandai dan jadi anak yang berguna." Balas Thoriq, sambil mengacak rambut Soffin.
"Siap, kak." Soffin menempelkan ujung jarinya di pelipis.
"Terima kasih ya, kak. Sudah membantu membimbing adik saya selama ikut les." ucap Tsamara.
"Tidak perlu berterima kasih, karena ini sudah menjadi tugas saya." Tsamara menganggukkan kepalanya.
"Oh iya, tidak perlu memanggil saya dengan sebutan, kakak. Karena sepertinya kita seumuran." imbuh laki-laki yang bernama Thoriq itu.
"Hem, saya rasa itu kurang sopan. Mengingat anda sebagai seorang guru pembimbing dari adik saya. Tapi, kenapa saya tidak pernah melihat anda selama ini?"
"Saya, anaknya Bu Husna. Kebetulan baru pulang dari belajar di tempat yang cukup jauh." sengaja Thoriq tidak mengatakan yang sebenarnya, karena ia ingin merendah dihadapan siapapun. Sebelum ia direndahkan.
"Bu Husna? Pemilik tempat les ini?" Thoriq mengangguk.
Tsamara tidak pernah tahu jika Bu Husna memiliki anak yang masih menempuh pendidikan. Terlihat pemuda itu sangat tampan, penuh kharisma dan sopan. Tapi gadis itu tidak mau berpikir terlalu jauh, karena takut sakit hati.
"Mari." ucap Tsamara mengakhiri percakapan mereka.
Thoriq, sang guru pembimbing mengangguk mempersilahkan, sambil tersenyum.
yg jelas dong halunya jgn malu maluin gini
dasar Anwar tdk beretika
tapi bebanmu masih ada Thor eh Thoriq maksutku
yaitu mengajari Tsa ilmu agama
coba bayangin kalo seprenya berubah jadi angsa... telanjang dong kasurnya😀😀