Apa yang akan terjadi pada Jamilah setelah tiga kali dilangkahi oleh ketiga adiknya?.
Apa Jamilah akan memiliki jodohnya sendiri setelah kata orang kalau dilangkahi akan susah untuk menikah atau mendapatkan jodoh?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Wanita Pelangkah
"Kenapa kamu mengerjai teman satu kelas mu disaat ucapara sedang berlangsung?." Jamilah bertanya dengan sangat tegas namun tetap dengan suara yang begitu lembut.
Bukannya menjawab, Alexander malah mengeluarkan banyak kecoa, yang ternyata itu hanya mainan saja.
"Ini hanya mainan, aku hanya sedikit bersenang-senang dengan mereka. Mereka nya saja yang terlalu penakut pada hal yang sepele ini." Jawab Alexander santai sambil mempermainkan semua mainan kecoa nya.
Pak Ginanjar menatap Alexander yang tidak merasa bersalah sedikit pun pada kejadian yang membuat heboh satu sekolah. Tidak ada raut wajah penyesalan apalagi sampai harus mengatakan permohonan maaf. Memang Alexander sangat berbeda dengan anak-anak yang ada dikampung ini yang masih bisa untuk dididik dan diarahkan.
Jamilah menjelaskan manfaat dengan diadakannya upacara bendera, yang seharusnya bisa dilaksanakan dengan tenang, khidmat, lancar dan aman. Sebab banyak nilai-nilai nasionalisme yang terkandung didalamnya. Dengan adanya upacara bendera, kita sebagai penerus bangsa bisa mengenang jasa para pahlawan untuk kemerdekaan, dan yang lebih penting lagi ini sangat bagus untuk melatih kedisiplinan semuanya.
Alexander untuk pertama kalinya, menatap wajah Jamilah saat Jamilah berbicara menjelaskan semuanya. Alexander seperti terhipnotis dengan suara lembut Jamilah saat ini. Jauh dari lubuk hati Alexander, ia ingin memiliki suara lembut itu untuk meninabobokan dirinya sampai benar-benar terlelap. Dan nanti bangun disaat semuanya sudah berubah dan kembali pada posisi tiga tahun silam, sebelum semuanya terjadi yang sangat melukai hatinya.
"Sekarang minta maaf pada kepala sekolah dan guru-guru yang lain, berjanjilah tidak untuk mengulangi perbuatan itu lagi. Apa bisa kamu mengucapkannya?." Menurut Jamilah, Alexander termasuk orang yang gengsi untuk mengucapkan kata mudah tersebut.
Para guru masih berada di dalam ruangan guru sesuai instruksi Pak Ginanjar walau jam pelajaran pertama sudah harus dimulai.
"Maaf"
Hanya kata maaf saja yang diucapkan Alexander, tanpa ada embel-embel apa pun di depan dan belakang kata maaf tersebut.
Usai permintaan maaf Alexander, Pak Ginanjar membubarkan pada guru dan meminta mereka untuk segera mengajar.
Alexander tidak langsung masuk ke dalam kelas, ia masih berada di luar ruangan guru. Menunggu Jamilah yang akan mengajar di kelasnya.
"Kenapa kamu masih disini?." Tanya Jamilah berdiri di depan Alexander.
"Karena aku sudah berani minta maaf, jadi Ibu guru Jamilah harus mau mengabulkan satu permintaan ku." Alexander tidak ingin kata maafnya harus sia-sia jadi ia sudah memikirkan ide untuk meminta imbalan pada Jamilah.
"Mau barter ceritanya sama Ibu?." Senyum tipis terlihat jelas dari wajah Jamilah, Alexander mau menyebut namanya dan berbicara dengan baik walau masih dengan nada sedikit arogan.
"Iya, karena kata itu sangat mahal bagi ku." Alexander kembali menatap Jamilah.
"Baik, apa yang menjadi keinginan mu?. Kalau bisa Ibu akan mengabulkannya. Tapi kalau enggak bisa kamu cari lagi keinginan yang lain yang dapat Ibu kabulkan." Jawab Jamilah seraya telapak tangannya mendorong lembut punggung Alexander supaya mereka berjalan menuju kelas.
"Ok, nanti Ibu guru Jamilah akan tahu apa yang aku inginkan dan aku yakin Ibu guru Jamilah bisa mengabulkannya." Alexander berlari, mendahului Jamilah yang hanya berjalan pelan untuk masuk ke dalam kelas terlebih dulu.
.
.
.
Pak Utomo sedang melakukan sambungan telepon melalui video call dengan Joy dan Daddy nya yang saat ini mereka tinggal di LA.
"Kau harus bisa luangkan waktu untuk putra mu sendiri, Alexander!. Tanpa kau tahu, Alexander sudah banyak menderita karena kalian, kau yang paling membuatnya sakit hati." Ucap Pak Utomo pada putranya, setelah Joy pergi shopping bersama teman wanita Daddy nya dengan diantar oleh sopir kepercayaan sang Daddy.
"Iya aku sangat tahu itu Pa. Aku pasti yang sudah sangat membuatnya terluka dan sudah menjadikan Alexander bersikap buruk selama ini. Aku sudah mengosongkan jadwal bulan depan, jadi aku akan pulang mengunjungi kalian." Putra Pak Utomo itu sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk kepulangannya ke tanah air.
"Berapa lama kau akan tinggal di sini bersama kami?. Mengingat kesibukan mu yang sungguh luar biasa itu." Ucap Pak Utomo bernada sindiran halus untuk putra semata wayangnya.
"Tiga bulan, tiga bulan akan aku habiskan waktu ku bersama Alexander. Sebelum nantinya aku akan menikah lagi." Jawab Putra Pak Utomo.
"Walaupun Alexander tidak akan pernah menerimanya, aku akan tetap menikahi wanita itu."Jawab tegas dari putra Pak Utomo, yang bisa dipastikan akan menanyakan restu dari Alexander.
Pak Utomo langsung saja mematikan sambungan telepon bersama putranya, setelah mendapatkan pernyataan yang pastinya akan menyakitkan hati Alexander.
"Bagaimana Alexander bisa hidup bahagia, jika memiliki ayah kandung seperti mu, Emir?." Gumamnya lirih.
.
.
.
Hari ini merupakan hari yang sangat di tunggu oleh Alexander. Dimana ia akan tinggal selama dua hari (Sabtu dan Minggu) di rumah Jamilah atas imbalan dari kata maaf tempo hari.
Pak Utomo memberikan izin pada Alexander, karena Pak Utomo yakin jika Alexander berada dalam lingkungan yang tepat dengan orang-orang yang baik. Terutama Pak Utomo sangat mempercayai Jamilah bisa mengarahkan Alexander pada jalan yang lebih baik.
"Selama tinggal di sana, jangan menyusahkan Ibu guru Alexander." Pesan Kakek Utomo pada sang cucu. Yang pagi ini diantarkan oleh supir tanpa dirinya sesuai permintaan Alexander.
Seperti biasa, Alexander hanya mengangguk. Alexander memang di rumah pun jarang berbicara terkecuali kalau amarahnya sudah memuncak pasti Alexander akan melampiaskan semuanya.
.
.
.
Sampai di rumah Jamilah sekitar pukul 07.00 pagi, seperti mau masuk sekolah saja. Alexander langsung meminta sopir untuk segera pulang.
"Jaka, denger enggak suara mobil di depan?." Tanya Julia keluar dari kamar sudah lengkap dengan seragam Pramuka.
"Denger, tapi enggak tahu siapa?." Jawab Jaka acuh sambil memakai koas kaki.
"Apa tamu Kak Jami lagi?." Julia membuka pintu rumah dan Alexander sudah berdiri di sana.
Julia menatap Alexander, menatapnya secara menyeluruh dari bawah ke atas, dari atas ke bawah seperti sedang memindai sesuatu.
"Mau cari siapa, De?." Julia melihat tas punggung yang dikenakan Alexander, yang ditaksir Julia memiliki harga yang sangat mahal.
Alexander melihat kedalam rumah melalui celah dari tubuh Julia dan pinggiran pintu, untuk mencari sosok yang ingin ditemuinya.
"Ditanya kok malah diam sih?., enggak bisa ngomong ya?. Pakai bahasa isyarat aku enggak bisa." Ketus Julia tapi tetap dengan suara yang pelan.
"Siapa yang datang Kak Jul?." Tanya Jaka menghampiri Julia yang masih di ambang pintu.
"Enggak tahu." Julia mengangkat bahunya tinggi-tinggi.
"Aku tanya malah diam aja. Coba sekarang kamu yang tanya, siapa tahu mau jawab?. Ngobrol sesama laki-laki gitu." Julia tertawa melihat sosok Alexander yang memang sangat tampan. Tapi enggak bisa ngomong.
"Ade kecil mau bertemu siapa di rumah ini?." Tanya Jaka dengan tangan yang terulur hendak memegang lengan Alexander. Tapi Alexander segera memundurkan tubuhnya hingga tidak kena.
Alexander masih diam tidak mau buka mulut.
Jaka langsung menghampiri Bapak sudah siap dengan motornya. Diikuti oleh Julia setelah menutup pintu rumah dengan rapat, siapa tahu akan kecil itu mau nyolong di rumah sederhana miliknya yang tidak menyimpan barang berharga apa pun.
Alexander tidak bergeming sedikit pun dari posisinya saat ini. Ia ingin menunggu Ibu guru Jamilah nya.
"Siapa anak kecil itu?, kok ada di rumah kita?." Tanya Bapak tidak bisa mengenali Alexander yang berdiri membelakanginya.
"Enggak tahu Pak. Udah kita tanya, tapi enggak dijawab." Jawab Julia sambil menaiki motor duduk paling belakang.
Bapak memundurkan motor untuk memanggil Jamilah dan Emak yang sedang asyik di dapur.
"Emak..Milah..."
Keduanya pun keluar dari arah dapur, mendekati Bapak dan kedua anaknya yang sudah duduk di motor.
"Ada apa Pak?, ada yang ketinggalan?." Emak melihat tangan Bapak yang menunjuk anak kecil yang berdiri tepat di depan pintu rumah mereka.
"Siapa?."
"Alexander?."
Emak dan Jamilah mendekati anak kecil itu. Jamilah sudah mengenal dengan baik perawakan Alexander. Dan benar saja itu adalah Alexander.
Bapak langsung berpamitan dan mengucapkan salam setelah tahu Alexander lah yang datang ke rumah.
Emak meminta Jamilah untuk segera membawa masuk Alexander, sedangkan Emak sendiri menyiapkan minuman untuk keduanya. Emak membuat dua gelas susu hangat rasa coklat dan dua cangkir air minum putih hangat.
"Ayo Milah, Alexander di suruh minum susu coklatnya selagi hangat." Emak kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan mencuci baju.
Alexander pun segera menghabiskan susu coklat yang dibuat untuknya hingga tetes terakhir.
"Emak, biar aja Milah yang cuci baju. Emak lanjut masak aja." Jamilah meletakkan tas Alexander di dalam kamarnya, sebab ia tahu ada beberapa batang penting didalamnya.
"Ibu belum bisa mengajak kamu main, tapi kalau kamu mau, kamu bisa melihat Ibu nyuci baju." Tawar Jamilah menatap Alexander.
"Boleh aku main busa?." Tanya Alexander.
"Memang kamu bawa ganti baju banyak?." Tanya balik Jamilah yang sudah membawa semua baju seragam kotor miliknya, Jaka dan Julia. Kalau baju Bapak dan Emak sendiri, biasanya sudah dicuci terlebih dulu saat Emak mandi.
"Bawa, bawa lima pasang baju." Jawab Alexander. Yang hari ini lebih banyak bicara tapi hanya pada Jamilah.
Alexander benar-benar menikmati busa-busa yang dihasilkan sabun mandi yang sengaja dibuat sebanyak mungkin oleh Jamilah. Hingga melimpah menutupi baskom besar. Karena Jamilah tahu walau hanya busanya saja, deterjen tidak bagus untuk kulit anak kecil. Hanya sebagian orang saja. Dan terlebih Jamilah lebih baik menjaga dari pada harus mengobati.
Hampir satu jam Jamilah bergelut dengan semua cucian yang dicucinya dalam mesin cuci satu tabung. Sedangkan Alexander satu jam bermain dengan semua busa sabun mandi. Sampai semua busa benar-benar habis entah diapakan oleh Alexander.
"Aku sangat senang hari ini!." Alexander keluar kamar setelah mandi dan mengganti baju. Baju yang basah sudah Jamilah jemur berbarengan dengan baju miliknya.
"Alhamdulillah, kalau kamu masih bisa merasakan senang." Balas Jamilah menerima sisir yang diserahkan Alexander.
Awalnya Jamilah ragu untuk menerima sisir tersebut, tapi Alexander sendiri yang memintanya.
"Tolong disisir rambut ku, Ibu guru Jamilah?.".
Saat kegiatan menyisir berlangsung, Dering ponsel Alexander terdengar dari arah kamar Jamilah.
"Daddy!"
Y
hhh