Wanita Pelangkah
"Enggak apa-apa, Mak. Kalau Jaya sudah ada jodohnya segera nikahkan saja mereka. Takutnya nanti malah timbul fitnah" Jamilah mengikhlaskan kalau dirinya harus dilangkahi. Meski stigma jelek dalam lingkungannya, tapi apalah daya ia tidak bisa melawan semesta.
"Baik jika kamu ikhlas Jamilah, suruh bawa besok keluarga calon suami mu, Jaya" Putus Emak pada Jamilah dan Jayanti.
Dan hari itu telah tiba. Adik perempuan Jamilah yang pertama, yang usianya hanya terpaut dua tahun saja kini sudah resmi diperistri oleh seorang pengusaha kaya asal Jiran, Malaysia.
Semua keluarga begitu senang, bahagia walau ada terselip rasa sedih yang dirasakan Emak dan Bapak Jamilah. Sebab putri pertama mereka, Jamilah harus dilangkahi adiknya, Jayanti. Dengan syarat pelangkah 100 gram emas dua puluh empat karat berupa perhiasan kalung dan liontin nya.
Selang dua tahun, adik kedua Jamilah yang bernama Juleha pun sudah resmi dipersunting oleh pujaan hatinya, Wandi. Seorang Bos besar di kota Jakarta. Tentunya setelah berhasil melewati perdebatan sengit antara Emak dan Bapak serta Juleha. Juleha pun sama memberikan pelangkah pada Jamilah masih berupa 100 gram emas dua puluh empat karat berupa gelap tangan.
Kemudian hanya selang satu tahun saja dari pernikahan Juleha, Juju adik ke tiga Jamilah pun sudah resmi menikah dengan seorang pengusaha asal Surabaya yang merupakan kenalan dari suaminya Jayanti.
Sama dengan sebelum sebelumnya. Juju pun bisa menikah setelah mampu melewati perdebatan sengit antara dirinya, Emak dan Bapak. Karena lagi lagi Jamilah, Kakak mereka harus dilangkahi. Juju juga memberikan pelangkah 100 gram emas dua puluh empat karat berupa dua buah cincin.
Kini ketiga anak perempuan yang sudah menikah itu dibawa oleh suaminya masing-masing, menetap di kota kelahiran dari para suami mereka.
.
.
.
Di rumah sederhana itu kini hanya ada Emak, Bapak, Jamilah, Julia adik Jamilah yang ke empat yang masih duduk di kelas dua SMA, serta adik bontot Jamilah yang masih duduk di kelas satu SMP dan itu anak laki-laki.
"Bagaimana ini Pak, nasib Jamilah?. Sudah tiga kali dilangkahi. Apa masih ada jodoh untuk anak pertama kita?." Emak mana yang tidak merasa sedih, cemas, khawatir, takut, gelisah melihat kenyataan anak pertama mereka belum menikah diusianya yang kini menginjak 34 tahun.
"Kita hanya bisa pasrah sama Gusti Alloh, Mak. Jodoh, maut, rezeki semuanya rahasia Gusti Alloh. Kita hanya perlu berikhtiar saja untuk mengusahakan jodoh yang terbaik untuk Jamilah." Bapak lebih bisa menyembunyikan rasa dihatinya yang begitu sama persis dengan apa yang dirasakan oleh Emak. Bapak ingin kuat untuk istri dan ketiga anak yang masih tinggal bersamanya.
"Tapi mulut para tetangga udah kaya cabe Pak, kuping Emak terasa panas setiap kali mereka membicarakan Jamilah sebagai wanita pelangkah, yang rela dilangkahi hanya demi ratusan gram emas. Padahal kita tahu, semua itu diberikan atas sukarela dan kemampuan adik-adik Jamilah." Emak mulai terisak, cepat-cepat ia susut air matanya karena takut jika Jamilah, Julia dan Jaka melihat dirinya yang sedang bersedih sebab rumah mereka yang sangat sederhana.
Jamilah setiap harinya selalu mendengar secara sengaja atau enggak mengenai keluh kesah Emak pada Bapak soal jodoh dirinya. Jamilah pun hanya bisa pasrah pada Gusti Alloh.
Jamilah cukup berbesar hati untuk menerima jika saat ini dirinya wanita yang sudah berumur tapi masih belum menikah. Jamilah harus rela untuk tebal kuping dan tebal muka saat bersosialisasi dengan lingkungan rumah atau sekolah.
"Mak, Pak, Jamilah pergi ngajar ya." Jamilah menyalami tangan Emak dan Bapak secara bergantian dengan begitu takzim.
Pekerjaan Jamilah sejak lima tahun lalu sebagai seorang tenaga pengajar SD di kampung tempat tinggalnya. Berbekal hasil tes CPNS yang tinggi membuatnya diterima menjadi guru tetap di sana.
Berbeda dengan ketiga adik Jamilah yang berani merantau ke ibu kota untuk mengadu nasib, mengais rezeki di sana dan bersyukurnya perjuangan mereka berujung manis saat mereka bisa menikah dengan pengusaha atau pun bos besar.
"Doakan Jamilah supaya ngajarnya lancar, tidak ada kendala apa pun hari ini." Ucapnya masih berdiri di depan Emak dan Bapak dengan tentengan bekal makan siangnya.
"Iya Milah, hati-hati. Bapak sama Emak selalu mendoakan mu." Bapak Jamilah menyerahkan kunci motor pada Jamilah, setelah disodorkan oleh Jaka si anak bontot, karena kunci motor masih tergeletak di atas meja makan.
"Bantu-bantu Emak dan Bapak, Ja. Mumpung masih libur." Jamilah yang sudah menyalakan motornya.
"Iya Kak" Balas Jaka pelan sambil mengangguk.
"Aku jalan Mak, Pak. Assalamualaikum." Jamilah mengucapkan salam dengan cukup kencang sebab suara mesin motornya yang sangat berisik. Maklum motor tua dan sudah lama tidak dibawanya ke bengkel.
"Wa'alaikumsalam" Jawab Emak, Bapak dan Jaka serempak.
.
.
.
"Ibu Jamilah sudah tahu belum?, hari ini sekolah kita kedatangan murid baru, pindahan dari ibu kota." Ibu Wiwin yang merupakan rekan sejawat Jamilah memberitahunya dengan sedikit berbisik.
"Oh ya, hari ini Bu Wiwin?. Tanya Jamilah menyakinkan lagi sambil merapikan buku yang akan dibawanya ke dalam kelas.
"Katanya iya hari ini. Katanya juga sih anaknya nakal, bandel, susah kalau dibilangan, pokoknya minus banget muridnya." Ibu Wiwin mengangkat bahu tinggi-tinggi dengan senyum yang dipaksakan.
"Sekolah kita mah sekolah buangan anak-anak yang begitu. Padahal di kampung kita aja enggak ada anak murid yang begitu." Lanjut Ibu Wiwin kembali mengangkat bahu.
"Mungkin di sekolah kita memiliki kualitas guru-guru terbaik dari sekolah yang ada. Sampai di percaya untuk bisa membatu anak murid yang memiliki kepintaran di atas rata-rata." Ucapan Jamilah begitu halus, yang bisa dimengerti Wiwin itu merupakan sindiran halus.
"Iya enak kalau udah seperti Ibu Jamilah, udah jadi pegawai tetap. Kalau pun harus capek mendidik murid yang seperti itu. Lah kalau kalau saya masih honorer rasa-rasanya kurang sebanding untuk mendidik anak-anak pintar tersebut." Ibu Wiwin selalu saja mempermasalahkan guru honorer yang masih disandangnya. Padahal bukan Ibu Wiwin saja yang masih menjadi guru honorer, masih ada banyak lagi. Justru hanya beberapa guru saja yang sudah sudah menjadi guru tetap. Dan rasanya kurang elok jika seorang pengajar harus berbicara seperti itu. Meski itu dalam bentuk menyampaikan masalah hatinya.
"Sama saja Bu Wiwin, kita sebagai tenaga pengajar memiliki kewajiban untuk membantu anak didik kita menjadi lebih baik lagi." Jamilah tidak pernah terpancing dengan ucapan Bu Wiwin yang terkadang bisa masuk tanpa permisi kedalam hatinya
.
.
.
Jamilah saat ini sedang mengajar di kelas 5A untuk mata pelajaran matematika. Keadaan kelas begitu ramai karena banyaknya anak yang mengangkat tangan karena belum mengerti materi perkalian dua angka. Jamilah pun dengan senang hati mengulang kembali materinya.
Suasana mulai hening, saat kepala sekolah Bapak Ginanjar mengetuk pintu dan membukanya lebar.
Kedua pasang mata anak manusia beradu pandang untuk persekian detik hingga akhirnya Jamilah tahu jika yang berdiri dihadapan nya saat ini adalah anak murid baru yang tadi pagi dibicarakan oleh Ibu Wiwin.
Pak Ginanjar pun memperkenalkan murid baru tersebut dan meminta Jamilah untuk membantu untuk mendapatkan nilai akademis yang bagus selama bersekolah di sini. Selanjutnya Pak Ginanjar pun menyerahkan murid baru tersebut pada Jamilah.
"Coba sekarang perkenalkan nama lengkap mu siapa?. Karena tadi Bapak kepala sekolah hanya memperkenalkan nama pendek mu saja." Jamilah memulai pendekatan dengan anak didiknya.
Dengan wajah datar, tanpa senyum dan begitu tegas tapi salutnya tidak ada sedikitpun rasa grogi, gugup atau rasa takut yang terpancar dari wajah tampannya.
"Perkenalkan nama ku, Alexander Moreno Wijaya Santoso."
"Terima kasih Alexander" Balas Jamilah.
Riuh tepuk tangan murid lain menyambut kedatangan teman baru mereka setelah Jamilah mempersilakannya duduk di bangku depan bersama Tari.
Setengah jam masih tenang, Alexander menulis materi yang sedang di tulis Jamilah di papan tulis.
Empat puluh lima menit masih aman dan Alexander sudah selesai menyalin semuanya.
Dan tepat pada satu jam Alexander berada di dalam kelas, setengah siswa lain sudah berkerumun di meja Alexander. Mereka melihat hape keluaran terbaru dari merek ternama yang hanya bisa mereka lihat dari iklan TV.
Jari-jari Alexander begitu lihai dalam memainkan tombol kanan kiri, atas bawah, menyerang, melompat dan menghindar dari sebuah serangan atau rencana yang sedang disusunnya.
Decak kagum pun keluar dari mulut mereka yang hanya bisa menyaksikan Game Online di tempat rental-rental yang meminta bayaran tinggi untuk ukuran mereka yang tinggal di perkampungan.
Semua pasang mata yang tersisa pun tertuju pada murid yang baru saja masuk tapi sudah membuat ulah seperti ini. Hal pertama yang terjadi di sekolah selama Jamilah mengajar.
"Ehem...." Suara deheman Jamilah sangat berpengaruh bagi setengah siswa yang tadi berkerumun. Mereka membubarkan diri dan kembali duduk di tempat masing-masing.
Namun Alexander malah masih asyik dengan Game yang baru dimulai bersama teman-teman online nya.
"Alexander" Suara lembut Jamilah tidak mampu mengalihkan tatapan Alexander dari hapenya.
Alex Malah semakin serius bermainnya, seolah ia sedang berada di dalam kamarnya. Tenang, tidak ada yang berani mengganggunya.
"Alexander" Volume suara Jamilah sedikit meningkat namun tetap saja tidak mempu mengalihkan Alexander dari gamenya.
Jamilah menepuk pelan pundak Alexander, hanya mampu mengalihkannya tidak sampai satu detik.
Jamilah kembali menepuk sedikit kencang pundak Alexander dan itu cukup berhasil. Tapi sayang pada saat yang bersamaan Alexander membanting hape mahal tesebut tanpa rasa sayang karena sudah menghancurkan hape yang menjadi miliknya.
Jamilah cukup kaget dengan aksi Alexander yang sangat ekstrim menurutnya untuk emosi seorang anak.
"Aku yakin setelah ini, Kau yang akan dikeluarkan dari sekolah ini karena sudah merusak barang berharga milik ku." Ucap Alexander begitu tegas namun juga sangat arogan, penuh intimidasi yang bernada sedikit ancaman.
"Baik, Ibu akan lihat apa yang kamu katakan pada ibu hari ini akan seperti apa esok hari atau mungkin saat kita pulang sekolah?." Jawab Jamilah dengan hati yang terus-menerus berdoa untuk kelancaran setiap masalahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-11-02
0
Araaa
sg
2024-11-02
0
Hana Nisa Nisa
nyimak dulu
2024-10-25
0