Aisyah Hadirah Nazifa seorang gadis cantik yang sering di sapa Aish datang ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas ternama. Tetapi, saat hari pertama kuliah harus dipertemukan oleh pria dewasa berwajah bule bernama Malvyn Carlson Abraham dalam sebuah kejadian yang mengharuskan Aisyah masuk ke dalam penjara pria itu.
Penjara yang tidak mampu membuat Aish keluar begitu saja.
Mau tahu kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windii Riya FinoLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Aisyah menoleh kebelakang menatap kedua pria yang berdiri di belakangnya. Hingga sekarang, belum mengerti arti dari mimik wajah yang selalu dipasang oleh kedua pria tersebut.
Ada apa dengan wajah datar mereka?
Apakah sedang bahagia?
Atau sedang sedih?
Atau kesal yang sengaja disembunyikan?
Entahlah. Aisyah tidak tahu dan belum ingin tahu saat ini. Yang ada dalam pikiran nya saat ini adalah memikirkan bagaimana reaksi orang tuanya di rumah.
"Apa tidak bisa becak motor ini di pasang AC?" tanya Malvyn membuat Aisyah yang sedari tadi dia menjadi kesal.
"Pertanyaan aneh. Bagaimana bisa becak motor pakai AC?" tanya Aisyah sewot.
Sementara Mario yang duduk di belakang sopir becak hanya geleng kepala saja. Mereka berdua sudah biasa menyusuri pedesaan. Walau Malvyn terus saja mengeluh semua hal yang membuat pria itu kesal.
Terlalu panas.
Jalanan rusak.
Tidak ada Air Conditioner.
Penduduk selalu berkerumun bila Malvyn ikut turun langsung ke lokasi pabrik yang berada tidak jauh dari pemukiman.
Aisyah meremas tangan sendiri demi mengurangi kegugupan untuk menghadapi orang tua nya nanti.
Beberapa saat kemudian, becak motor yang mereka tumpangi telah memasuki Desa yang di tuju. Aisyah memakai kembali masker yang sedari tadi berada di bawah dagunya.
*
*
"Ini rumah kamu?" tanya Malvyn.
"Iya," cicit Aisyah tertahan saking gugupnya.
Ketiganya turun dan becak motor itu pergi setelah Mario membayar ongkos mereka. Malvyn mendatangi Mario dan membisikkan sesuatu.
Mario mengangguk kemudian memberi menunjuk arah belakang.
"Kalau mereka mengikuti kita dari belakang, kenapa gak naik itu saja agar tidak naik becak motor itu, Rio?" sungut Malvyn tetapi Mario hanya menanggapi dengan mengedikkan bahu.
Malvyn berdecak lalu menyusul Aisyah yang sudah berada di depan pintu. Melihat Aisyah hanya diam saja membuat pria itu berinisiatif untuk mengetuk pintu karena tidak ada bel di rumah tersebut.
Ceklek
Terdengar suara pintu terbuka membuat Aisyah mematung.
"Siapa?" tanya seorang gadis sebelum melihat siapa tamu nya. "Aisyah?" pekiknya lagi setelah mengetahui siapa tamunya.
Aisyah hanya dapat menyengir kuda menatap kakak tirinya, Sania. Kemudian ia menyadari bila sang kakak sedang menatap kedua pria di belakang nya begitu intens.
Aisyah pun mencebik langsung menarik tangan Malvyn masuk ke dalam rumah di ikuti Mario dibelakangnya. Kemudian mempersilahkan duduk bagi keduanya.
"Papi dan mami mana, mbak?" tanya Aisyah menyusul Sania yang masih berdiri di tempat semula.
Sania tersentak dan terlihat salah tingkah. "Ada di belakang. Aku buatin minum dulu," Sania langsung pergi ke dapur membuat Aisyah mengerutkan dahi merasa bingung dengan tingkah sang kakak.
Aisyah langsung menyusul kedua orang tua nya ke belakang rumah, dimana disanalah tempat mereka menikmati senja.
"Tuan. Apakah dugaan ku benar?" tanya Mario ketika sedang berdua dengan Malvyn.
Malvyn mengangguk. "Sepertinya begitu. Tapi kita lihat saja."
*
*
Di belakang rumah, Aisyah mendatangi orang tuanya. Tidak ada yang mengatakan sepatah kata pun.
"Sudah papi bilang nggak boleh pulang kenapa pulang?" sentak papi Askar sudah memahami kebiasaan anak nya ini.
"Aisyah. Kenapa pulang, nak?" tanya mami Adzilla lembut mendekati anak bungsu nya itu.
Aisyah langsung berhambur ke dalam dekapan mami Adzilla. Hanya sang mami yang selalu mengerti dirinya sedari dulu.
Sedari kecil semasa Aisyah memasuki bangku sekolah memiliki kebiasaan akan pulang karena belum beradaptasi dengan lingkungan baru.
Dahulu, mami Adzilla dengan setia menemani Aisyah berada di sekolah hingga gadis itu sendiri mengatakan sudah berani sekolah sendiri.
"Gak ada mami yang temani," sahut Aisyah manja dan itu adalah kebenaran.
Mami Adzilla membelai lembut Surai hitam Aisyah. "Katakan kenapa kamu pulang. Kenapa berani pulang sendiri?"
Aisyah menggigit bibir bawahnya. "Ais pulang bersama seseorang, mi. Dan dia ingin bertemu papi dan mami," ia bicara seraya melirik sang papi yang sudah memasang raut wajah curiga.
"Jangan bilang kalau kamu buat rusuh di kampus," tebak papi Askar membuat Aisyah mencebik.
"Bukan, Pi. Lebih baik kita masuk."
*
*
Di dalam ruang tamu.
Malvyn melihat gelagat aneh dari gadis di hadapan mereka setelah menghidangkan minuman kepada ya dan Mario.
Malvyn dan Mario menatap Sania itu dengan tatapan tajam hingga membuat gadis itu salah tingkah.
"Ngapain masih disini?" sentak Mario dingin.
Sania gelagapan langsung pergi dengan rasa malu yang tak terhingga.
Malvyn tersenyum miring melihat Sania. Tak berselang lama, Aisyah tiba di ruang tamu bersama kedua orang tua nya.
Malvyn dan Mario berdiri ketika mereka hadir. Tak lupa pula saling berjabat tangan. Ketika Malvyn menjabat tangan papi Askar, mereka saling bertatapan kemudian papi Askar tampak mengangguk-angguk kan kepala.
Malvyn menyerahkan sebuah kunci mobil. "Ini ada sedikit oleh-oleh dari saya untuk bapak," kata Malvyn sedikit gemetar.
Malvyn merutuki diri sendiri karena mengalami gugup yang disembunyikan sedari memasuki rumah Aisyah.
Mario menoleh ketika mengetahui jika Malvyn sedang dalam keadaan gugup. Ia tersenyum sangat tipis karena merasa lucu melihat sahabatnya itu.
Begitu juga dengan Aisyah melihat perubahan warna kulit wajah Malvyn yang memerah menjadi ingin tertawa. Ia yakin jika pria itu sedang gugup.
"Kak. Sejak kapan bawa oleh-oleh?" tanya Aisyah menekan kata kak karena tidak ingin dicurigai oleh orang tuanya.
Malvyn menatap Aisyah karena heran mengapa gadis itu memanggilnya dengan sebutan kakak. Bibirnya tertarik ke atas tipi, sangat tipis hingga tidak ada yang menyadari.
"Selalu berada di saku. Kamu saja tidak tahu," sahutnya santai. Tetapi percayalah, ucapan Malvyn terdengar dingin.
Aisyah hanya mengangguk mengerti. Padahal ia tadi tidak melihat oleh-oleh apa yang dimaksud Malvyn.
"Ais. Tolong belikan papi kopi yang biasa ke warung Bu Nuri," titah papi Askar kepada Aisyah memberi uang pecahan sepuluh ribu rupiah.
Aisyah menerima uang tersebut. "Kenapa harus warung Bu Nuri, Pi? itu sangat jauh," protes nya karena memang jarak rumah mereka dengan warung yang dimaksud sangat jauh.
"Dan kamu harus naik sepeda," titah papi Askar tanpa mengindahkan protes dari Aisyah.
Mendengar ucapan papi Askar selanjutnya membuat Aisyah mengerti bila sang papi sedang ingin berbicara tanpa dirinyIa hanya menurut saja.
Papi Askar juga menyuruh mami Adzilla untuk meninggalkan ruang tamu tersebut.
*
*
Papi Askar menatap Malvyn begitu juga pria tersebut. "Apa maksud anda datang bersama anak saya?"
Malvyn tampak menaikkan alis nya sesaat. "Anda pasti tahu tujuan seorang pria mendatangi rumah seorang gadis," sahutnya tanpa ragu.
Sangat kurang ajar bukan?
Tapi seperti itulah seorang Malvyn Carlson Abraham yang tidak tunduk kepada siapapun selain keluarganya.
Papi Askar memicingkan mata. "Apa anda sengaja?"
"Tentu saja tidak. Bahkan saya sudah melupakan masa lalu diantara kita. Tapi lihatlah, takdir membawa saya buat bertemu anda kembali, pak Askar!"
Papi Askar tak mampu lagi bersuara. Tubuhnya lemah tak berdaya ketika Malvyn mengatakan hal itu.
malvyn emang genderuwo bule nyebelin ..bilangnya cinta tapi terus menyakiti Aisyah ..