Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pulang
"Banyaklah berdoa dan memohon ampun Clara, dan berusahalah menjadi istri yang baik dan taat untuk suamimu, Insyaallah ibu sudah merestui, itu artinya ibu sudah siap dengan apa yang nanti akan terjadi. Sudah siang, sana katanya mau berangkat kerja. Ingat, sekarang kamu sudah menjadi wanita bersuami, rubah cara pergaulan mu dengan lawan jenis, jaga hati dan martabat suamimu." Aku mengangguk dan memeluk ibu erat, wanita hebat yang selalu mencurahkan cintanya pada anak anaknya, Ibu adalah tipe orang yang sangat tegas dalam mendidik anaknya, namun ibu juga sangat menyayangi kami dengan semua kelembutannya. Aku sangat beruntung memilik ibu sepertinya.
🌸🌸🌸🌸
Jarak antara Kediri ke Madiun sekarang tidak terlalu jauh jika ditempuh dengan lewat jalan tol, tidak sampai satu jam aku sudah sampai dirumah. Dimana terlihat istriku sedang menyuapi anakku yang masih berumur empat tahun. Risma istriku memang cantik, kulitnya putih dan memiliki bodi yang sintal, dia kerja di salah satu rumah sakit di Madiun. Tapi entah kenapa, sampai saat ini aku belum bisa mencintai dia seutuhnya, sebenarnya Risma tau apa yang aku rasakan padanya, tapi dia memilih diam dan tetep melayaniku dengan sangat baik. Risma itu pendiam dan tidak suka dengan dunia luar, tiap kali kerjanya libur, dia lebih memilih untuk istirahat dirumah menghabiskan waktu bersama anak anak dan tidur. Kadang aku merasa rumah tangga yang kujalani dengannya sangatlah monoton.
"papa" Galang berlari menyambutku saat matanya melihat kedatangan mobilku. Tubuh gembil nya makin membuat gemas ingin menciumnya. Meraih anak balita ku dalam gendongan. "Wah, anak papa tambah pintar saja, lagi makan sama apa?"
Bukannya menjawab justru Galang makin mempererat tangannya memeluk leher ini, dengan mulut yang belepotan. Menggemaskan anakku satu ini. Risma datang dan meraih uluran tangan menyalimi dengan takzim.
" Kok tumben pah, di Kediri sampai tiga hari." tanya istriku dengan wajah kalem nya.
" Iya, ada acara mendadak soalnya. Masak apa?"
"Masak sayur bayam sama ayam goreng, papa sarapan sekarang? biar aku siapin."
" Iya, tadi tidak sempat sarapan. Aku ganti baju dulu. Habis sarapan mau langsung ke kantor." Entahlah perasaan apa yang kini sedang ada di hati ini, saat melihat Risma dengan wajah kalem nya bahkan sikapnya yang selalu lembut, membuat aku merasa bersalah karena sudah mengkhianati pernikahan kami. Aku tidak ingin selamanya menutupi pernikahanku dengan Clara, aku akan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Risma. Karena kasihan Clara kalau harus terus sembunyi dari hubungan ini. Dan aku juga gak ingin terus terusan berbohong pada Risma. Dia terlalu baik jika harus terus aku bohongi. Apapun nanti keputusannya aku sudah siap.
Aku bergegas masuk ke dalam sambil menggendong jagoan kecilku, baru tiga hari tidak ketemu dia sudah sangat merindukan papanya.
"Hari ini kamu libur ma?" tanyaku saat aku mendudukkan bokong ini ke kursi, Risma sudah menyiapkan sarapanku di meja. Nasi lengkap dengan sayur dan lauknya, tidak lupa dia juga membuatkan secangkir kopi hitam untukku.
"Iya, besok kena sip malam. Papa piket kapan?"
"Seperti biasa, Jumat papa ada piket. Sabtu libur."
Risma tidak lagi bertanya, tangannya mengambil alih Galang dari gendonganku. Agar aku bisa makan dengan leluasa.
"Pa, sepertinya kamu lagi bahagia. Dari tadi mama perhatikan papa senyum senyum terus, ada apa?" aku mengernyit dengan pertanyaan Risma yang tidak biasanya, apakah dia sedang mencurigai ku?
"Iya nih, papa memang lagi bahagia. Bahagia ketemu sama kamu dan anak anak. kangen." jawabku, tapi memang benar aku senang bisa kembali kumpul dan bertemu dengan mereka, anak dan istriku.
"Papa yakin, sedang tidak menyembunyikan sesuatu dari mama kan?"
Aku menatap lekat manik mata coklat milik istri pertamaku. Cantik, tapi cinta belum bisa aku berikan seutuhnya pada nya, entahlah aku sendiri tak bisa memahami. Rasa yang tak biasa selalu hadir saat aku memikirkan Clara, seolah aku menemukan kehidupanku memiliki warna yang lebih ceria.
Memutuskan hidup bersama di masa depan adalah takdir yang kemudian aku jalani dengan Clara sepenuh hati. Ada kebetulan-kebetulan yang manis, yang kemudian kita nikmati seiring berjalannya waktu. Ada hal-hal rutin yang kita lakukan bersama, atas dasar cinta, yang kemudian tak lekang sebab terbiasa dan dibiasakan.
Benar, tak dapat dipungkiri bahwa pesona Clara telah membuatku luluh. Parasnya telah membuatku jatuh hati tepat sejak pertama kali aku sering memperhatikan kebiasaannya. Gurat senyumnya, caranya bertutur, membuatku banyak terinspirasi. Aku jatuh, pada caranya bangkit dari segala keterpurukan. Juga aku semangat, pada caranya merespons pertemuan setelah sekian banyak tahun yang terlewati.
Kata pepatah, pesona fisik akan pudar. Namun cinta lebih dalam dari pada itu. Perasaan akan tetap ada, bahkan semakin menguat dari hari ke hari. Ada rasa yang lebih daripada kekaguman. Ada jatuh hati yang jauh lebih dalam daripada sekadar ketertarikan pada lekuk tubuh yang seseorang punya.
Tepatnya, ada yang mengalahkan paras dalam menyita perhatianku. Yaitu ketulusannya mencintaiku dan kesetiaannya menungguku.
"Kok jadi bengong pah?" suara Risma membuyarkan angan ku tentang sosok istri keduaku.
Kuhembuskan nafas dalam, sebelum menjawab pertanyaan Risma yang nampaknya mulai merasa curiga dengan perubahan sikapku.
"Gak papa, nanti kalau sudah waktunya, papa akan cerita sama kamu, untuk saat ini, hanya kata maaf yang ingin aku sampaikan sama kamu mah, maafkan papa dan semua kekhilafan papa selama ini ya, terimakasih sudah jadi istri yang sempurna buat aku."
"Pa, kenapa hatiku tiba tiba merasakan nyeri begini, apa aku baper dengan yang kamu katakan?"
"Sudah jangan terlalu dipikirkan, semua akan baik baik saja, aku berangkat ke kantor dulu ya. Titip anak anak, asalamualaikum." aku memilih untuk segera berangkat ke kantor, karena takut jika mulut ini keceplosan, belum saatnya Risma mengetahui pernikahanku dengan Clara. Aku akan menyiapkan keduanya dulu, agar saat mereka ketemu, meskipun akan ada kecewa setidaknya bisa menyelesaikan dan menyikapi keadaan dengan bijak dan kepala dingin. Karena bagaimanapun, aku tidak ingin kehilangan keduanya, egois memang. Tapi aku bisa apa, pada Clara kulabuhkan cinta sejati ku, padanya aku menemukan keindahan dan rasa yang belum pernah aku temukan. Pada Risma tak mungkin aku abai begitu saja, ada anak anak yang mengisi hubungan kami, meskipun rasa yang ada terkadang membuat tersiksa, namun sebagai laki laki yang memiliki tanggung jawab, aku wajib menjaga hati istri dan anakku.