Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TUJUH
Hubungan Mentari dan Shandi kini kembali menghangat seperti biasanya. Mentari merasa amat sangat lega karena sepertinya Shandi tidak menanggapi keinginan sang ibu yang berupaya menjodohkannya dengan anak teman arisannya. Namun, kelegaan itu tergerus seketika saat sang sahabat menghubunginya dan mengabarkan sesuatu yang tak terduga dengannya.
"Halo Ri, loe dimana?" tanya Jeanara tanpa basa-basi saat panggilannya diangkat Mentari.
"Di rumah, memangnya kenapa Je?" tanya Mentari penasaran saat sang sahabat tiba-tiba saja menanyakan dimana dirinya saat ini.
"Ri, gue ada kabar buruk buat loe! Gue melihat sesuatu yang daebak banget dan loe pasti nggak bakal percaya dengan apa yang gue lihat saat ini," tukas Jeanara membuat dahi Mentari berkerut penasaran.
"Kabar buruk? Emang loe melihat apa? Jangan bilang ada pelanggan loe yang berbuat mesyum kayak tempo hari?" cetus Mentari saat mengingat tiba-tiba saja Jeanara menghubunginya karena memergoki ada pelanggannya yang berbuat mesyum di salah satu ruangan yang untungnya private.
"Ck ... ini lebih wow dari itu! Gue benar-benar nggak nyangka. Pasti loe bakal speechless liatnya. Gue bakal kirim foto dan videonya sekarang. Gue tutup dulu panggilan ini, oke! Setelah lihat, loe hubungi gue lagi," ujar Jeanara kemudian tanpa izin ia segera menutup panggilan itu. Mentari benar-benar penasaran dengan apa yang sahabatnya itu lihat. Ia pun menunggu pesan yang akan segera dikirim oleh Jeanara. Dalam hitungan detik, beberapa pesan pun masuk. Ada beberapa pesan berupa foto dan sebuah video. Mentari pun segera mengklik download. Jantungnya seketika berdetak dengan kencang. Dadanya bergemuruh. Giginya bergemeluk. Tangannya mengepal. Hatinya hancur berserakan saat melihat foto suaminya yang ia kira tidak termakan hasutan sang ibu kini justru sedang menikmati makan siang dengan seorang perempuan yang baru beberapa kali ia jumpai.
"Brengsekkk!" umpatnya dengan sorot mata memicing tajam memancarkan kekecewaan.
Kemudian atas permintaan Jeanara tadi, Mentari pun segera menghubungi sahabatnya itu.
"Mereka masih di sana?" tanya Mentari setelah panggilan tersambung.
"Hmmm ... mereka baru tiba sekitar 20 menit yang lalu. Makan mereka pun belum selesai."
"Aku tutup dulu panggilan ini ya! Tolong terus pantau mereka. Aku akan mencoba menghubungi mas Shandi. Aku tidak bisa langsung berprasangka negatif begitu saja. Aku mau lihat, dia akan jujur atau berbohong," ujar Mentari sebelum menutup panggilannya.
"Sip," seru Jeanara tanpa sadar kalau panggilan itu telah ditutup.
"Ck ... nutup panggilan nggak bilang-bilang lagi!" gerutu Jeanara.
"Siapa?" celetuk seseorang tiba-tiba.
"Eh, elo, Va! Itu, sohib gue. Nutup telepon nggak ada basa basi lagi. Asem banget tuh orang," omel Jeanara yang langsung meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali fokus ke layar laptopnya.
"Riri?" terka Jervario sambil mendudukkan bokongnya di sebelah Jeanara yang sedang memangku laptopnya.
"Hmmm ... Siapa lagi? Cuma dia sohib gue, nggak ada yang lain kan!" jawab Jeanara acuh.
"Liatin apa sih kayak fokus banget?" Jervario pun melongokkan kepalanya ke arah layar laptop. "Ngapain loe merhatiin orang pacaran? Nggak ada kerjaan banget."
"Siapa yang nggak ada kerjaan?" sembur Jeanara kesal. "Justru ini penting bagi kelangsungan rumah tangga seseorang," imbuhnya sambil melotot.
"Maksudnya?" Dahi Jervario mengerut bingung.
"Tuh, laki-laki ini, dia ini lakinya Riri tau nggak! Kayaknya dia sedang mau coba-coba selingkuh. Kurang ajar. Awas aja kalau bener, gue bakal bejek-bejek tuh orang!" geram Jeanara dengan tangan mengepal.
Mendengar hal tersebut, Jervario pun jadi ikut mengalihkan perhatian ke layar laptop. Sepertinya Shandi sedang mengangkat panggilan dari Mentari. Entah apa yang ia katakan, sayangnya mereka tidak bisa ikut mendengarkan.
Sementara itu, di rumah Mentari.
"Halo mas," sapa Mentari saat panggilannya diangkat Shandi.
"Iya, sayang. Ada apa?" tanya Shandi yang masih duduk di tempatnya berhadapan dengan Erna yang sedang memasang senyum manisnya.
"Kamu dimana, mas? Udah makan siang?" tanya Mentari dari seberang sana.
"Mas ada di kantin kantor sayang. Ini sedang makan siang sama temen, kenapa? Kangen, hm?" goda Shandi namun sorot matanya sedang memperhatikan Erna yang sedang memakan desert miliknya.
"Oh." Mentari tersenyum miris saat tahu suaminya berbohong. Tadi ia berharap suaminya itu jujur, tapi ternyata dugaannya salah. "Aku pikir mas sedang makan siang di cafe," celetuk Mentari yang seketika membuat Shandi tersedak air ludahnya sendiri.
"Ma-maksudnya?" tanya Shandi gelagapan.
"Oh, itu, tadi aku ke supermarket belanja. Ini baru aja pulang. Pas sepulangnya Tari dari supermarket tadi, Tari sempat lihat mobil yang sama kayak mobil kita masuk ke pelataran parkir sebuah cafe. Tari pikir itu kamu mas, ternyata bukan ya! Mungkin mobilnya hanya mirip kali ya, sampai stiker matahari yang Tari tempel di plat mobil bagian belakang juga mirip. Ck ... kok bisa ya ada kebetulan yang sama persis kayak gitu mas!" celoteh Mentari sambil menatap hamparan bunga-bunga yang ia tanam di taman samping rumah dari balkon kamarnya.
Gleg ...
Lagi-lagi Shandi menelan ludahnya sendiri dengan mata membulat. Mendadak tubuhnya merasa panas dingin. Bahkan bibirnya telah memucat. Khawatir itu pasti. Ia khawatir Mentari mengetahui perbuatannya di belakangnya.
"Ah, itu, pasti hanya mirip aja sayang. Mas aja di kantin kantor kok. Mobil kita juga ada di tempat parkir jadi sudah pasti itu hanya mirip. Ya, mobil kita memang ada di tempat parkir tapi parkir cafe." Tentu saja kalimat yang terakhir hanya diucapkan dalam hati dengan pandangan fokus ke arah tempat parkir.
"Oh ya sudah kalau begitu. Kamu silahkan lanjutkan lagi makannya, mas. Semoga harimu menyenangkan, SAYANG," ucap Mentari dengan menekankan kata sayang. Setelah mengucapkan itu, Mentari pun langsung menutup panggilannya.
Glekkkk ...
"Kenapa mas?" tanya Erna lembut sambil menggenggam tangan Shandi.
"Oh, itu, eee ... nggak papa. Ayo, cepat habiskan makannya! Aku harus segera kembali ke kantor. Kamu juga kan?"
"Iya. Mas mau nyicip ini?" Erna menyodorkan potongan desert miliknya ke depan mulut Shandi. Shandi pun membuka mulutnya walaupun sedikit ragu. "Gimana, mas? Enak?"
"Hmmm ... iya, enak," sahut Shandi dengan jantung yang masih jumpalitan di dalam sana. Perasaan takut dan juga was-was memenuhi sebongkah daging berwarna merah di dalam dadanya.
Sementara itu, Mentari tampak tersenyum miris saat menonton video yang baru saja dikirimkan Jeanara. Di video itu, Mentari dapat melihat jelas bagaimana ekspresi suaminya saat ia menelpon dan bagaimana suaminya menerima suapan dari perempuan lain.
"Sepertinya kamu sedang mencoba mencari masalah denganku, mas. Baiklah ... Aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat, sampai mana permainan ini akan berlanjut," ujar Mentari sambil tersenyum miris.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...