Akibat ditikung saudara kembarnya, Darren memilih keluar dari rumah mewah orang tuanya, melepas semua fasilitas termasuk nama keluarganya.
Suatu hari salah seorang pelanggan bengkelnya datang, bermaksud menjodohkan Darren dengan salah satu putrinya, dan tanpa pikir panjang, Darren menerimanya.
Sayangnya Darren harus menelan kecewa karena sang istri kabur meninggalkannya.
Bagaimana nasib pernikahan Darren selanjutnya?
Apakah dia akan membatalkan pernikahannya dan mencari pengantin penganti?
Temukan jawabannya hanya di sini
"Dikira Montir Ternyata Sultan" di karya Moms TZ, bukan yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Sarapan bersama
Darren berangkat ke bengkelnya dengan wajah cerah, secerah mentari pagi yang baru saja terbit, membawa harapan dan semangat baru untuk hari itu. Bu Erni yang melihatnya langsung menyapanya dengan gurauan. "Wah, Mas Darren. Cerah sekali pagi ini? Habis dapat lotre ya, Mas?"
Darren tersipu malu, wajahnya merona. Bayangan senyum manis Niken menari-nari di pelupuk matanya. Ia menggeleng pelan, berusaha mengenyahkan bayangan itu dari benaknya.
"Lebih dari itu, Bu," jawab Darren ambigu. "Sudah ya, Bu. Saya berangkat dulu," pamitnya.
Bu Erni yang penasaran, menahan Darren. "Eh, tunggu dulu, Mas Darren! Apa ini ada hubungannya dengan Ajeng? Apa dia sudah ditemukan?"
"Ajeng memang sudah kembali kemarin sore, Bu," jawab Darren.
"Lalu Mas Darren menerimanya kembali? Ih, Ibu sih, nggak setuju! Enak saja, sudah bikin malu keluarga, sekarang mau kembali lagi. Jangan mau, Mas Darren!" Bu Erni menggerutu kesal.
Darren menghela napas, merasa kurang nyaman dengan topik pembicaraan. "Sudah ya, Bu. Saya harus berangkat ke bengkel sekarang. Memangnya Ibu mau nanti saya telat bayar kost?"
"Ya sudah, hati-hati," Bu Erni akhirnya mengalah dan membiarkan Darren pergi.
"Alhamdulillah..." gumam Darren sambil mengelus dada, merasa lega.
Sesampainya di bengkel, jantung Darren berdebar kencang saat melihat Niken. Gadis mungil itu, sudah menunggu di depan bengkel sambil menenteng rantang.
Darren segera turun dari motor dan menghampiri Niken yang tampak tersipu malu dengan wajah merona melihat kedatangannya.
"Sudah lama menunggu?" tanya Darren lembut.
"Mungkin lima menit yang lalu," jawab Niken sambil tersenyum.
"Ini Niken bawain sarapan buat Mas Darren." Niken mengangkat rantang dan menunjukkannya pada Darren.
"Makasih, ya. Seharusnya kamu nggak perlu repot-repot begitu," ucap Darren, lantas membuka rolling door.
"Ayo, masuk!" Darren mengambilkan bangku plastik dan mempersilakan Niken untuk duduk. "Duduklah."
Niken meletakkan rantang di atas meja, lalu membukanya satu persatu dengan hati-hati. Ia menuangkan teh ke dalam gelas, kemudian duduk di bangku yang telah disediakan Darren sebelumnya dengan tersenyum manis.
"Mas, sarapan dulu, gih. Bekerja kan, butuh tenaga. Jadi harus sarapan biar kuat dan bersemangat," ucap Niken, membujuk Darren untuk segera sarapan.
Darren yang sedang merapikan beberapa barang, lantas mencuci tangan dan duduk di depan Niken yang bersekat meja. Matanya langsung berbinar kala melihat menu sarapan yang dibawa Niken. "Sepertinya lezat," katanya, lalu menyuapkan sesendok nasi bercampur pecel ke dalam mulutnya dengan antusias.
"Hmmm... ini enak!" Darren memejamkan mata, merasakan sensasi nasi bercampur bumbu kacang dan sayuran yang sangat lezat. "Ini kamu yang masak?" tanya Darren setelah membuka matanya dengan penasaran.
"Itu, ibu yang masak. Niken hanya bantu-bantu," jawab Niken jujur sambil tersenyum malu. "Kenapa, Mas? Nggak enak, ya?" tanyanya kemudian, khawatir Darren tidak suka.
"Eh, siapa bilang nggak enak? Masakan Ibu nggak pernah gagal, kok," jawab Darren sambil tersenyum, mencoba meyakinkan Niken bahwa masakan ibunya memang sangat lah lezat.
"Kamu sudah sarapan?" tanyanya pada Niken, dan gadis itu menggeleng dengan malu.
Darren lantas mengambil sesendok, lalu menyuapkannya pada Niken dengan lembut. Awalnya Niken tampak ragu, tetapi kemudian membuka mulutnya dan menerima suapan dari Darren dengan senyum bahagia.
Keduanya menikmati sarapan bersama dengan hati yang berbunga-bunga, tanpa menyadari bahwa Bayu telah datang dari tadi dan menyaksikan dua insan yang saling bersuapan itu dengan pandangan penuh tanya dan keheranan.
Bayu sengaja tidak masuk ke bengkel karena tidak ingin mengganggu mereka. Dia memilih berdiri di samping pintu, dan sesekali mencuri lihat pemandangan di depannya dengan tatapan tak percaya. Dalam benaknya dia terus bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di antara mereka berdua dan apa arti dari semua ini.
*
"Aku pulang ya, Mas. Assalamualaikum," pamit Niken pada Darren.
"Waalaikumsalam, hati-hati, ya." Darren membalas dengan hangat, dia melambaikan tangannya, lalu berbalik setelah Niken pergi dengan motornya.
Bayu, yang telah menunggu di dekat pintu, cengengesan melihat Darren. "Loh, kamu sudah datang, Bay? Kenapa nggak masuk?" tanya Darren, penasaran.
Bayu hanya menggaruk pelipisnya, membuat Darren menggelengkan kepala melihat tingkat rekannya itu.
Karena tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama, Bayu pun langsung bertanya, "Maaf, kalau saya lancang, Mas Darren. Tapi daripada saya penasaran lebih baik tanya langsung pada sumbernya."
Kening Darren berkerut tajam mendengar ucapan Bayu. "Maksudnya?"
"Kalau boleh tahu, sebenarnya ada hubungan apa antara Mas Darren dengan Mbak Niken?" tanya Bayu dengan penasaran.
"Bukankah Mbak Niken itu adiknya Mbak Ajeng, ya?" lanjutnya, mencoba memahami situasi.
Darren langsung tersenyum lebar, menanggapai pertanyaan Bayu. "Kamu sudah sarapan? Itu masih ada gorengan tempe dan bakwan. Sana cuci tangan lalu makan dulu, mumpung belum ada pelanggan."
"Mas Darren, saya butuh jawaban bukan gorengan," rengek Bayu, tidak sabar.
"Makan dulu, baru nanti aku kasih tahu," kata Darren sambil tersenyum misterius.
Bayu segera melakukan perintah Darren yakni makan gorengan dengan harapan setelah makan rasa penasarannya dapat terobati.
Sementara Darren memeriksa satu persatu video editan yang dikirim oleh Dipa. Ia kemudian memilih salah satu dan mempostingnya ke media sosial bengkel Darrel. Dia bersyukur, lambat laun kini pengikutnya mulai bertambah.
"Sudah selesai, Mas. Sekarang penuhi janji Mas Darren," tagih Bayu.
"Aish... kamu sudah mirip dept collector saja, kalau begitu," canda Darren.
"Ya kan, saya penasaran, Mas." kata Bayu.
"Kemaren itu Mbak Ajeng yang datang kemari, tapi sikap kalian dingin satu sama lain. Dan sekarang sikap Mas Darren begitu hangat sama Mbak Niken. Siapa yang nggak penasaran coba," cerocos Bayu.
"Baiklah, tapi ingat! Mulutmu jangan ember, ya." Darren mengingatkan dengan serius.
"Iya, saya janji, Mas." Bayu mengangkat dua jari membentuk huruf V.
Darren menarik napas dan mengeluarkannya perlahan dan menatap Bayu dengan tajam.
"Dia... dia calon istriku. Kami akan segera menikah," ucap Darren dengan cepat.
"Apa...! Mas Darren serius?" Bayu membulatkan matanya tak percaya.
.
.
.
Alhamdulillah, bisa up 3 bab lagi hari ini.
Terima kasih atas pengertiannya untuk tidak menumpuk bab dan tidak lompat bab dalam membaca serta memberikan like di setiap bab yang telah di baca. Mari saling menghargai.
Salam sehat selalu 🫶🫰
.biarin ajeng nangis darah klo ketuan..salah sendiri panji udah berusaha masih aja di tuntut ini itu