NovelToon NovelToon
Langit Bumi

Langit Bumi

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Perubahan Hidup / Identitas Tersembunyi
Popularitas:488k
Nilai: 4.7
Nama Author: Abil Rahma

Hafidz tak pernah menyangka jika dirinya ternyata tak terlahir dari rahim ibu yang selama ini mengasuhnya. Dia hanya bayi yang ditemukan di semak dan di selamatkan oleh sepasang suami istri yang dia kira orang tua kandungnya, membuatnya syok dengan kenyataan itu.

Sebenarnya dia tak ingin mengetahui siapa orang tua kandungnya, karena dia merasa sudah bahagia hidup bersama orang tua angkatnya saat ini, tapi desakan sang Ibu membuatnya mencari keberadaan keluarga kandungnya.

Mampukah dia menemukan keluarganya?
Bagaimana saat dia tahu jika ternyata keluarganya adalah orang terkaya di ibu kota? Apakah dia berbangga hati atau justru menghindari keluarga tersebut?


"Perbedaan kita terlalu jauh bagikan langit dan bumi," Muhammad Hafidz.


"Maafin gue, gue sebenarnya juga sakit mengatakan itu. Tapi enggak ada pilihan lain, supaya Lo jauhin gue dan enggak peduli sama gue lagi," Sagita Atmawijaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6

Entah kenapa setelah melihat gadis yang sangat mirip dengannya tadi siang, pikiran Hafidz selalu menerka-nerka hal yang belum tentu kebenarannya. Bahkan dia sampai tak fokus saat membimbing Ziva, hingga gadis kecil itu selalu protes, tak seperti biasanya.

"Kak Hafidz, Kak!" seru Ziva beberapa kali, tapi Hafidz masih tak mendengar, entah apa yang dipikirkan pemuda itu.

"Kak Hafidz!" seru Ziva makin kencang.

"Eh, udah selesai?" tanya Hafidz tanpa dosa.

Ziva mengerutkan bibirnya sambil memutar bola matanya kesal. "Udah dari tadi kali, Kak Hafidz ngapain sih, sampai aku di cuekin, aku laporin Mama tau rasa," ancam gadis kecil itu.

"Kak Hafidz minta maaf ya Ziva cantik. Janji deh enggak nyuekin Ziva lagi." Hafidz menyodorkan kelingkingnya di hadapan Ziva. Gadis itu pun menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Hafidz.

"Senyum dong," pinta Hafidz.

Ziva menurut, dia tersenyum manis dan kembali ceria seperti sediakala.

"Nah gitu, kan makin cantik," puji Hafidz dan sukses membuat Ziva malu-malu.

Hafidz memeriksa pekerjaan Ziva, dengan teliti. Dia tersenyum saat mendapati semua soal yang dia berikan dikerjakan dengan benar oleh Ziva.

"Makin pinter aja adek Kak Hafidz ini." Hafidz mengacak rambut Ziva dengan gemas, dan gadis itu tak melayangkan protes sedikit pun.

"Nanti malam ajari aku ngaji lagi ya Kak. Aku mau belajar ngaji sama Kak Hafidz aja deh," pinta Ziva.

Semalam sebelum pulang, Hafidz sempat menyimak Ziva mengaji dan ternyata gadis kecil itu ketagihan.

"Iya nanti ya, sekarang kita lanjut belajar dulu," ucap Hafidz.

Ziva pun mengangguk, dan kembali belajar bersama Hafidz.

Baru setengah jam Hafidz menerangkan pelajaran, Ziva sudah merasa bosan, mungkin karena sejak tadi mereka belum istirahat dan bermain bola seperti biasanya.

"Istirahat dulu ya Kak, aku bosen," keluh Ziva.

"Yaudah, kita istirahat dulu. Mau main bola?" tawar Hafidz.

Ziva menggeleng, entah kenapa gadis kecil itu terlihat tak bersemangat seperti biasanya.

"Kak Hafidz bisa main gitar enggak? Biasanya Papa kalo lagi bosen kerja sering main gitar," tanya gadis itu.

Hafidz mengangguk, "Bisa, mau main gitar?" tanyanya.

"Boleh, kita main di depan bareng Mas-mas dan Mbak-mbak," Ziva nampak girang, karena Hafidz bisa melakukan apa yang dia inginkan.

"Tapi bilang dulu sama Papa, kalo Kak Hafidz mau pinjem gitarnya," pinta Hafidz, dia tak mau sembarangan menggunakan barang milik orang lain.

"Siap! Ziva telpon Papa dulu ya,"

Setelah mendapatkan ijin dari Papa Ziva, mereka berdua pun duduk di teras depan kamar para pekerja di rumah itu, yang letaknya persis di halaman rumah. Mereka menyanyi bersama dengan lagu yang ditentukan oleh nona kecil di rumah itu. Ziva memang dekat dengan semua pekerja di rumahnya, karena sebelum ada Hafidz, dia sering di rumah bersama Art dan pengasuhnya, sedangkan kedua orang tuanya bekerja dan akan kembali sore hari.

🍁🍁🍁

"Suara kamu bagus Fidz, main gitarnya juga jago. Kapan-kapan boleh dong tampil di kafe Amora," Ando baru saja pulang kerja mendapati Hafidz dan Ziva masih bermain gitar di halaman belakang, karena para pekerja harus kembali bekerja.

"Pak Ando, baru pulang Pak?" tanya Hafidz terkejut.

"Iya, denger ada orang nyanyi langsung ke sini." Tuan rumah itu ikut duduk di kursi yang masih kosong.

"Saya serius Fidz, malam minggu datang ke kafe yang ada didekat kampus kamu, kebetulan penyanyi yang biasanya nyanyi di sana lagi pulang kampung, siapa tahu pengunjung banyak yang suka suaramu, bagus kok," Ando masih membahas suara Hafidz meski Hafidz belum menanggapi.

"Jangan ragu! Kamu pasti bisa, yang penting pede," tambahnya, saat melihat reaksi Hafidz yang sepertinya ragu-ragu.

"Insyaallah Pak, nanti saya akan datang," ucap Hafid akhirnya.

Setelah kepulangan Ando, Hafidz pun berpamitan untuk pulang, karena dia memang akan pulang saat salah satu orang tua Ziva kembali. Sebab gadis kecil itu tak mau ditinggal sebelum kedua orang tuanya pulang.

Sesampainya di kos, dia kembali teringat dengan gadis yang sangat mirip dengannya. Mencari foto saat dia masih bayi, lalu menatap foto yang telah usang tersebut, tanpa terasa air matanya mengalir saat mengingat kisah hidupnya yang dibuang dengan sengaja.

"Kira-kira apa alasan mereka membuang ku?" tanyanya pada diri sendiri.

Dia menghembuskan nafas panjang, mengahalau rasa sesak di dada. Tak boleh berfikir negatif, karena tak tahu seperti apa kejadian sesungguhnya. Memikirkan itu membuatnya terlelap begitu saja.

Esok harinya, Hafidz bertekad untuk mencari tahu informasi tentang gadis itu. Dia menemui Indra yang kemarin memberi tahu tentang gadis itu.

"Ndra, bisa bicara?" tanyanya.

"Formal banget, kaya ngomong sama pejabat aja Lo Fidz, ngomong aja, mau ngomong apa?"

"Gue mau ngomong empat mata sama Lo, ayo ikut gue bentar." Hafidz menarik Indra yang sedang asik duduk di kantin sambil menikmati sarapannya.

Hafidz membawa Indra ke tempat yang lebih sepi, dia tak mau orang lain mengetahui apa yang ingin dibicarakan dengan Indra.

"Gue mau minta tolong, boleh enggak?" tanya Hafid.

"Iya, boleh kalo gue bisa nolongin bakal gue tolong, apaan?" tanya Indra yang cukup penasaran.

"Lo bisa enggak cariin gue data Maba yang mirip sama gue itu, please. Gue butuh banget Ndra," Hafidz memohon supaya Indra mau membantunya.

"Lo gila apa? Data mahasiswa itu rahasia Fidz, gue bakalan kena masalah kalo sampai ketahuan, enggak lah, ngaco aja Lo!" Indra menolak mentah-mentah permintaan Hafidz.

"Please Ndra, gue butuh banget," Hafidz kembali memohon.

"Buat apa sih? Lo naksir sam dia?" tuding Indra.

Hafidz menggeleng, "Ada hal yang sangat penting Ndra, gue pengen tahu siapa dia dan keluarganya, itu aja," ucapnya.

"Hal penting apa sih?"

"Penting banget, please ya Ndra," mohon Hafidz lagi.

Indra menghela nafas kasar, "Oke, gue bakalan bantu. Tapi gue pengen tahu data itu mau buat apa?" tanya Indra, kepo.

Hafidz menghela nafas, dia bingung apakah harus menceritakannya pada Indra atau tidak, mungkin jika menceritakan pada Indra, pemuda itu bisa membantunya.

"Baiklah gue ceritain, sebenarnya gue enggak mau cerita sama siapa pun. Gue harap Lo bisa bantu gue, karena gue percaya sama Lo," ucap Hafidz lalu menceritakan secara singkat riwayat hidupnya.

Indra terkejut mendengar cerita Hafidz, sekaligus merasa iba dengan temannya itu.

"Pantesan, dari awal masuk kuliah gue udah ngira Lo anak orang berada, keliatan dari wajah Lo. Mungkin dia emang sodara Lo Fidz. Oke kalo gitu gue bakalan bantu," akhirnya Indra mau membantu Hafidz.

"Makasih Ndra,"

Indra mengangguk, "Kenapa sih Lo enggak cerita dari dulu?" tanya Indra.

"Gue enggak mau ngerepotin orang lain Ndra, lagian gue juga enggak deket sama yang lain. Lo tahu sendiri, kan?"

Indra mengangguk, Hafidz memang tak memiliki teman dekat atau sahabat. Entah apa yang dipikirkan pemuda itu, mungkin dia merasa insecure dengan yang lain.

"Jangan insecure, pede aja. Manusia itu enggak dipandang cuma dari harta dan tahtanya aja, tapi buat gue yang terpenting hatinya, gue enggak peduli dengan kasta." Indra menepuk pundak Hafidz memberi semangat temannya itu.

"Lo bener Ndra. Makasih mau dengerin kisah gue," ucap Hafidz.

Setelah itu mereka kembali ke kelas, karena sebentar lagi dosen datang.

Bersambung...

🍁🍁🍁

1
Reksa Nanta
sebenarnya ini sekolahnya Ziva atau Revan ?
Reksa Nanta
BUMN tidak menjual saham
Reksa Nanta
tunggu sampai Ziva dewasa
Reksa Nanta
KKN dan Praktek Kerja Lapangan itu dua hal yang berbeda.
Reksa Nanta
anak yang merundung anak lain kebanyakan adalah anak yang sering dirundung oleh orang tuanya sendiri.
Reksa Nanta
Adrian masih bebas berkeliaran padahal Sita sudah mendekam di penjara .
Reksa Nanta
apartemen atau kost elite ?
Reksa Nanta
sebenarnya nama sopir yang mengantar Sita membuang bayi itu namanya Karno atau Tio ?

karena di bab awal seingatku nama sopirnya Tio, dan setelah itu disuruh kerja ke Padang.
Reksa Nanta
bukankah pak Karno mau menikah dengan bik Atun ? kok sudah punya anak ?
Reksa Nanta
di rumah sakit jiwa sudah pasti ada psikolog yang menangani. tapi jika mamanya sudah hilang semangat, proses penyembuhan depresinya memang akan sulit
Reksa Nanta
si Renaldi pasti sekongkol dengan tantenya Hafidz.
Reksa Nanta
apa iya belum ada google translate ?
Reksa Nanta
ingin segera memastikan tapi selalu tarik ulur keadaan.
Reksa Nanta
putri seorang konglomerat dibiarkan membawa mobil sendiri tanpa pengawalan ? ini agak aneh.
Reksa Nanta
kenapa kamu Gita ?
Cesar Manuel Ris Costa
kakak atau kakek thor?
Reksa Nanta
biasanya kamar para pekerja ada di bagian belakang rumah utama.
Reksa Nanta
ternyata kembarannya perempuan to
Reksa Nanta
tinggal memikirkan biaya hidupnya. biaya hidup di ibukota tinggi.
Reksa Nanta
sebaiknya dicari. takutnya dia punya adik kandung perempuan lalu terjebak pernikahan sedarah.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!