NovelToon NovelToon
KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Iblis / Akademi Sihir / Light Novel
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: NAJIL

Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.

Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.

Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

Perlahan, kabut tebal yang menyelimuti mulai memudar, menyingkap wujud siluet itu semakin jelas. Senyuman hangat terukir di wajah sosok tersebut—senyuman yang begitu kontras dengan hawa mengerikan yang ia pancarkan sebelumnya.

Ketika sosok itu sepenuhnya terlihat, para prajurit elit dibuat tertegun. Bentuknya menyerupai manusia, nyaris tidak ada ciri fisik yang menunjukkan dirinya sebagai iblis, kecuali empat tanduk pendek yang mencuat di kepalanya dan sepasang sayap hitam yang terlipat rapi di punggungnya.

Rambut hitam pendeknya menjuntai hingga ke bawah telinga, kulitnya kecoklatan dengan bola mata merah menyala—ciri khas bangsa iblis. Ia mengenakan armor hitam legam dengan detail yang begitu rumit, dihiasi ukiran bunga teratai emas yang menyusuri sarung pedang hitam mengkilap di punggungnya. Desain pedang itu mencolok, tampak seperti milik salah satu dari empat Maha Dewi Penjuru Arah.

"Oi, kalian yang di sana," suara sosok itu terdengar ringan namun tegas. "Apakah ini jalan menuju Istana Langit?"

Para prajurit elit membeku. Hati mereka masih terpaku oleh tekanan mengerikan yang baru saja mereka rasakan. Tidak ada yang menjawab.

Sosok itu, yang tak lain adalah Raja Iblis Zhask, tersenyum lebih lebar, memperlihatkan giginya yang rapi. "Kenapa kalian diam saja? Aku bertanya, apakah ini benar-benar jalan menuju Istana Langit?"

Ketua pasukan elit akhirnya memberanikan diri menjawab meski suaranya bergetar. "Ya... ini jalan satu-satunya menuju Istana Langit. Apa ada yang bisa kami bantu?"

Zhask tertawa pelan, seakan lega mendengar jawaban itu. "Bagus, akhirnya aku menemukan jalan yang benar. Terima kasih, paman."

Para prajurit elit semakin bingung. Tak ada sedikit pun tanda-tanda permusuhan dari sosok di hadapan mereka, meski mereka tahu betapa mengerikannya kekuatan yang tersembunyi di balik senyum itu.

Zhask menatap mereka lagi, kali ini dengan nada ramah. "Aku sarankan kalian tidak pergi ke bawah sana. Tempat itu penuh jebakan ilusi. Aku terjebak cukup lama di sana—menyebalkan sekali. Terlihat menggoda, tapi pada akhirnya hanya ilusi belaka."

Sang kapten menelan ludah, mencoba menjaga ketenangannya. Ia akhirnya memberanikan diri bertanya, "Kau benar-benar Raja Iblis Zhask, penguasa alam Neraka itu?"

Zhask mengangguk santai. "Tentu saja. Nama itu sering disebut penduduk neraka, kan? Aku Raja Iblis Zhask Agung. Senang berkenalan dengan kalian."

"Sekarang, aku akan pergi ke Istana Langit," lanjutnya. Senyuman di wajahnya tak luntur sedikit pun, meski kata-katanya terdengar seperti ancaman. "Aku datang untuk menghajar Kaisar Langit habis-habisan. Dia telah melakukan terlalu banyak kerusakan dan ketidakadilan, terutama terhadap kami, penghuni Alam Neraka."

Mendengar pernyataan itu, sang kapten mencoba berpikir cepat. Ia tahu situasinya genting, namun harus berhati-hati agar tak memicu amarah raja iblis. "Kenapa kau tidak membicarakannya secara damai melalui jalur diplomat antar alam? Tidakkah ada cara lain selain konfrontasi seperti ini?"

Zhask menghela napas panjang, tangannya terlipat di dada. "Diplomat? Hah. Itu sudah pernah kucoba. Apa hasilnya? Penghinaan, penolakan, dan bahkan perang kecil yang memakan banyak korban di pihak kami. Diplomasi tidak ada artinya bagi penguasa sombong seperti Kaisar Langit."

Zhask menatap langsung ke arah kapten, senyumnya menghilang untuk pertama kalinya. "Tapi jangan khawatir, paman. Aku tidak berniat melukai kalian—selama kalian tidak menghalangiku. Tugasku hanya menghancurkan tirani di atas sana."

Sang kapten memberi kode halus kepada pasukannya untuk tetap tenang, meski ia tahu Zhask tidak mungkin bisa dibohongi. Aura ublis itu terlalu dalam untuk disembunyikan dengan gerakan sederhana.

"Aku mengerti," jawab kapten hati-hati. "Kami hanyalah penjaga gerbang. Jika itu tujuanmu, maka kami tidak punya hak untuk menghalangi mu. Namun..." Ia berhenti sejenak, mencoba menyusun kata-kata. "Aku mohon, pikirkan lagi jalan yang kau pilih ini."

Zhask tertawa kecil, kali ini terdengar lebih dingin. "Pikirkan lagi? Jangan khawatir, aku sudah memikirkannya selama ratusan tahun."

Dia melangkah maju, melewati barisan prajurit yang masih mematung di tempat. Setiap langkahnya meninggalkan hawa yang membuat udara seolah membeku.

“Sebetulnya, aku hanya ingin bersenang-senang saja. Tidak lebih dari itu,” ucap ringan raja iblis setelah melewati barisan mereka, senyum tipis menghiasi wajahnya yang tampak tenang, seolah dunia hanyalah permainan kecil baginya.

Ia lalu melangkah balik, pandangannya jatuh pada sosok ketua pasukan elit yang berdiri tegap meski tubuhnya bergetar. “Bagaimana kalau paman bergabung denganku, menjadi aliansi ku untuk menumbangkan Kaisar Langit? Kalau paman setuju, nanti aku akan memerintahkan Lucifer memberimu jabatan tinggi di bawah pemerintahan ku.”

Ketegangan di udara kian pekat. Para prajurit menahan napas, menunggu jawaban sang ketua.

“Tawaran yang… menarik,” jawab sang ketua akhirnya, nadanya rendah namun penuh ketegasan. “Namun maaf, aku tak bisa melakukannya. Kaisar Langit adalah atasanku. Aku tak ingin mengecewakan beliau.”

Zhask tersenyum, kali ini lebih lebar, menunjukkan kehangatan yang hampir tampak tulus. Ia mendekat, matanya yang merah menyala bersinar tajam namun ramah. “Wah, sayang sekali, paman. Padahal kau ini prajurit yang baik hati. Kau bahkan telah menunjukkan jalan menuju istana langit kepadaku.”

Namun, momen damai itu mendadak pecah. Sebuah kapak besar bersinar dengan energi surgawi melesat dari arah prajurit bertubuh kekar. Senjata itu mengarah langsung ke ke kepala Zhask, memotong udara dengan desing mematikan.

“Jaga ucapanmu, Iblis rendahan!” bentak prajurit itu, suaranya bergema, penuh amarah. “Kau tak pantas berkata buruk tentang Kaisar Langit!”

Zhask hanya menggeser tubuhnya sedikit, dan kapak itu meleset, menghantam lantai di sampingnya. Dentuman keras menggetarkan tanah, menciptakan retakan yang menyebar seperti jaring laba-laba. Zhask berbalik perlahan, ekspresi ramahnya menghilang digantikan oleh aura dingin dan penuh tekanan.

“Bodoh.” Kata itu meluncur dari bibirnya, suaranya rendah namun mengandung ancaman yang menusuk jiwa. “Apa kau mencoba membunuhku?”

Prajurit bertubuh besar, Rega, tidak gentar. Ia melangkah maju, dadanya membusung penuh keberanian. “Iblis rendahan sepertimu tidak pantas bertemu dengan Kaisar Langit! Kalian hanyalah makhluk hina yang seharusnya menjadi budak kami, bangsa Langit!”

“Cukup, Rega!” bentak sang ketua, suaranya menggema tegas. Namun, Rega tidak bergeming, kemarahan sudah menguasainya. Ucapan buruk raja Iblis Zhask kepada Kaisar Langit membuat Rega naik pitam, menghancurkan rencana yang telah mereka semua susun dengan rapi.

“Ia perlu diberi pelajaran, Ketua!” jawab Rega dengan suara keras. “Sebagai makhluk rendahan, ia harus tahu tempatnya!”

Zhask menutup matanya sejenak, mengambil napas panjang. Ketika ia membuka matanya kembali, energi kutukan yang begitu masif menyebar dari tubuhnya, menciptakan pusaran angin yang membuat para prajurit tersentak mundur. “Diamlah, kau mahluk bodoh…” desisnya, suaranya seperti guntur di tengah badai.

Namun sang ketua segera maju, berdiri di antara Zhask dan Rega. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, sikapnya penuh hormat. “Maafkan kelancangan prajuritku, wahai Raja Iblis. Aku memohon, maafkan dia atas tindakan bodohnya.”

Zhask menatap sang ketua cukup lama sebelum akhirnya menghela napas panjang. Aura mengerikannya perlahan mereda. “Karena paman telah menolongku, aku akan memaafkannya. Tapi ajarkan dia sopan santun lain kali, paman.”

Sang ketua mengangguk cepat. “Terima kasih atas kebaikan Anda, wahai Raja Iblis Zhask Agung.”

Zhask kembali tersenyum, kali ini senyuman yang tampak benar-benar hangat. “Baiklah, paman. Aku akan pergi ke Istana Langit sekarang. Sampai bertemu lagi lain waktu, dan semoga kalian semua tetap sehat selalu.”

Ketua pasukan membalas dengan hormat. “Semoga dirimu juga sehat selalu.”

Zhask melangkah menjauh perlahan, tubuhnya mulai menyatu dengan gelapnya awan di atas. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti. Sebuah kilauan merah terang muncul di tanah tempat ia berpijak, membentuk pola segitiga besar dengan simbol-simbol kuno yang bercahaya seperti api.

Zhask melirik ke bawah, alisnya terangkat. “Hmm… teknik penyegelan, ya?” desisnya.

Simbol itu meledak dengan cahaya, mengurungnya dalam lingkaran energi yang memancar ke segala arah.

Dari dalam cahaya itu, suara keras terdengar, menggema dengan kekuatan suci. “Raja Iblis Zhask, kau tidak akan pernah mencapai Istana Langit!”

Raja iblis Zhask Agung berdiri diam di tengah pusaran energi yang mencoba menekannya. Namun, bukannya terlihat terancam, ia justru tersenyum kecil. “Penyegelan tingkat tinggi, ya? Cukup mengesankan.”

Lambang segel itu semakin memancarkan kilauan merah menyala yang semakin terang, seolah-olah ingin membakar langit di atasnya. Cahaya tersebut lalu melilit tubuh Raja Iblis Zhask, menciptakan dinding transparan berwarna merah yang perlahan terbentuk di sekelilingnya.

Para prajurit elite bergerak cepat, mengambil posisi di setiap sudut lambang, lalu mulai kembali merapal mantra dalam bahasa kuno yang terdengar seperti dengungan misterius.

Zhask memandang sekeliling dengan mata menyipit. Meski ekspresi wajahnya tetap tenang, dalam hati ia sedikit terkejut. Ia tidak menyangka pasukan elite yang sebelumnya menyambutnya dengan keramahan kini berbalik melancarkan penyegelan.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu hal seperti ini mungkin akan terjadi.

“Apa yang kalian lakukan padaku?” tanya Zhask, nada suaranya datar namun jelas mengandung rasa ingin tahu.

Sang ketua pasukan, yang berdiri tegak di luar lingkaran, membalas dengan suara tegas, “Maafkan kami, Raja Iblis. Ini adalah tugas kami. Kami tidak bisa membiarkanmu menemui Kaisar Langit.”

Zhask tersenyum kecil, seolah menganggap jawaban itu sudah ia duga. Matanya memancarkan sorot tajam, tetapi ia tetap berdiri di tempat, tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menyerang.

Bukan karena ia tidak mampu melakukannya, melainkan karena ia menganggap mereka bukan ancaman yang layak untuk diprioritaskan. Kaisar Langit adalah tujuannya—mereka hanyalah gangguan kecil.

Di tengah mantra yang terus dilantunkan, sebuah simbol perlahan muncul di tengah dinding segitiga itu. Wujudnya menyerupai kepala makhluk misterius dengan mata berkilauan, menyiratkan aura kuno yang sangat kuat.

Para prajurit menyebut simbol itu sebagai perwujudan Raja Roh, makhluk yang diyakini memiliki kekuatan penyegelan tertinggi.

“Kita hanya perlu menahannya sedikit lagi! Jangan menyerah!” seru salah seorang prajurit elit yang berdiri di salah satu sudut lambang, suaranya menggema penuh tekanan.

“Tapi... tekanan ini… luar biasa mengerikan,” balas prajurit lain yang berdiri di sudut berlawanan. Keringat bercucuran di dahinya, tubuhnya sedikit berguncang akibat ledakan energi kutukan yang terus menghantam mereka tanpa ampun.

Sang ketua pasukan melirik para prajuritnya. Ia tahu mereka semua sedang berada di batas kemampuan mereka, namun perintahnya tetap tegas. “Tetap bertahan! Kita harus menyelesaikan ini!”

Energi kutukan yang dipancarkan oleh Zhask kian menggila, seperti badai yang terus berhembus tanpa henti. Udara di sekitar mereka terasa berat, setiap napas serasa ditarik paksa dari paru-paru.

Para prajurit berjuang mati-matian untuk mempertahankan keseimbangan energi mereka. Namun, perlahan, satu per satu mulai melemah.

“Kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi, kapten!” teriak Rega dengan suara serak. Ia berdiri di sudut lambang, kedua tangannya yang besar tampak gemetar hebat. “Percepat pengaktifan segel Raja Roh sekarang juga, atau semuanya akan hancur!”

Zhask, yang berdiri tenang di dalam lingkaran segitiga, hanya mengamati mereka dengan tatapan datar. Ia tidak bergerak, tetapi tekanan auranya semakin menakutkan, seperti seekor harimau yang menunggu saat yang tepat untuk menerkam mangsanya.

“Begitu lemah,” gumamnya pelan, suara rendahnya nyaris seperti bisikan di tengah deru energi yang membahana. “Apakah ini yang disebut pasukan elite bangsa Langit? Bahkan penyegelan kalian terasa seperti angin sepoi-sepoi bagiku.”

Namun, di balik kata-katanya yang meremehkan, Zhask tidak bisa memungkiri bahwa teknik ini berbeda dari apa yang pernah ia hadapi sebelumnya. Pola segitiga yang bercahaya, mantra-mantra yang terus berkumandang, serta simbol Raja Roh menciptakan penghalang energi yang semakin kuat.

Di luar dinding penyegelan, sang ketua pasukan akhirnya mengambil keputusan. “Pusatkan semua energi kalian pada simbol Raja Roh! Sekarang!” teriaknya, suara penuh wibawa menggemakan komando terakhirnya.

Para prajurit elite, meski sudah berada di ambang kelelahan, mengerahkan seluruh sisa kekuatan mereka. Cahaya merah dari lambang segitiga semakin intens, berdenyut seperti jantung yang berdetak cepat.

Zhask bisa merasakan energi itu mulai mengarah padanya, mencoba membekukan setiap inci tubuhnya.

Ia menyipitkan matanya, kali ini wajahnya mulai menunjukkan sedikit keseriusan. “Menarik,” katanya lirih. “Kalian benar-benar ingin menghentikan ku, ya? Tapi apakah kalian siap menanggung konsekuensinya?”

Zhask merentangkan tangannya ke samping, dan aura kutukan yang melingkupinya membentuk pusaran besar. Getarannya begitu dahsyat hingga tanah di sekitar lambang segitiga mulai retak, menciptakan jurang kecil yang melingkar di sekitarnya.

“Jika kalian ingin menantang ku, maka aku akan menunjukkan kepada kalian apa arti sebenarnya dari kehancuran.”

Zhask melangkah maju, telapak tangannya mulai mengeluarkan sinar hitam pekat yang seolah ingin melahap cahaya merah di sekitarnya. Namun sebelum ia sempat bergerak lebih jauh, simbol Raja Roh di atas lambang segitiga memancarkan cahaya yang luar biasa terang, melingkupi seluruh medan pertempuran.

Jeritan mantra para prajurit terdengar semakin cepat, dan suara dentuman besar mengguncang tempat itu.

“Ini semakin sulit, tapi kita tidak punya pilihan lain,” gumamnya, tatapan matanya penuh tekad. “Roh Agung The Justice, aku memanggilmu!” serunya lantang, suaranya bergema seakan menembus langit.

Dari dalam lingkaran segel, aura keemasan mulai merembes keluar, menciptakan pusaran energi yang begitu kuat hingga tanah bergetar. Lalu, di tengah-tengah lingkaran itu, sosok mengerikan mulai muncul.

Roh Agung The Justice, dengan ribuan sayap bercahaya dan sabit raksasa yang memancarkan cahaya kematian, berdiri menjulang, seperti dewa penghakiman yang baru saja turun dari surga.

Raja Iblis Zhask hanya mengangkat sebelah alisnya. “Jadi, ini yang di sebut Raja Roh?” ucapnya pelan, tetapi nadanya dipenuhi ejekan. “Terlihat megah, tapi itu tidak berarti apa-apa di hadapanku.”

Ketua pasukan, meski wajahnya tetap tegar, merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia tahu kekuatan The Justice adalah harapan terakhir mereka. “Maafkan aku, Raja Iblis. Tapi ini adalah tanggung jawabku. Aku tidak bisa membiarkanmu melangkah lebih jauh.” Suaranya penuh penyesalan, tetapi tak ada keraguan dalam nada bicaranya.

Roh Agung The Justice mengangkat sabitnya, kedua matanya bercahaya penuh kebencian mengunci pada raja iblis Zhask. Energi surgawi yang mengalir darinya begitu dahsyat hingga para prajurit yang menjaga lambang segel terpental mundur, tubuh mereka tak mampu menahan tekanan yang meluap-luap dari dalam Roh Agung.

“Kapten!” seru salah seorang prajurit, suaranya lemah. “Kami tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Energi kami… habis!”

“Tetap bertahan sebisa kalian!” balas sang ketua pasukan dengan suara lantang, meskipun di dalam hatinya ia tahu bahwa ini adalah upaya terakhir mereka. “The Justice akan menyelesaikan ini!”

Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat semua yang hadir di tempat itu membeku. Raja Iblis Zhask, dengan satu gerakan sederhana, melangkah maju dan menatap The Justice dengan tatapan mengerikan.

Tatapan itu bukan hanya tatapan penuh percaya diri, tetapi juga memancarkan aura intimidasi yang mencekam. “Kepalamu terlalu tinggi,” ucapnya dingin, suara bass-nya menggema dengan kekuatan yang menembus jiwa Roh Agung.

Sekejap saja, kepala The Justice terhempas ke tanah dengan sangat amat keras. Gemuruh besar mengguncang medan pertempuran ketika lantai tempatnya berdiri hancur berkeping-keping seprti pecahan kaca.

Roh yang sebelumnya begitu megah kini di paksa tertunduk, tidak berdaya menaruh hormat. Semua prajurit menatap pemandangan itu dengan wajah pucat pasi, seolah tidak percaya apa yang baru saja terjadi.

“Tidak mungkin…” gumam seorang prajurit, tubuhnya bergetar. “Raja Roh… kalah?”

“Apa yang terjadi?!” seru yang lain, panik penuh keheningan.

Raja Iblis Zhask berdiri dengan tenang, matanya menyapu seluruh pasukan elit yang kini gemetar tak henti-henti melihat hal mengerikan yang barusan terjadi. Seketika tubuh mereka semua kini juga tak bisa digerakkan sama persis seperti apa yang di alami oleh Roh Agung.

Kepala mereka lantas tertunduk menghantam lantai gerbang keadilan super Great Adam seperti sedang di paksa memberikan penghormatan kepada sosok yang berdiri tepat di hadapan mereka saat ini.

“Kalian terlalu lancang di hadapanku,” ujar Zhask dengan suara penuh wibawa.

“Seandainya bukan karena paman yang baik hati, aku sudah membantai kalian semua. Tapi untukmu, si besar yang tadi berani menghinaku…” Ia melirik ke arah Rega, yang terbaring lemah. “Tidak ada ampun.”

Zhask melangkah mendekati Rega. Dengan satu gerakan, ia mengangkat tubuh prajurit besar itu dengan cekikan yang tampak begitu ringan, seperti memegang boneka.

Para prajurit elit yang lain hanya bisa melirik penuh keringat ketakutan, alih-alih menolong bahkan kepala mereka sendiri tak bisa di gerakkan. Tersungkur menyedihkan di paksa menaruh kehormatan pada sosok raja Iblis.

Rega berusaha berbicara untuk meminta maaf, tetapi napasnya tercekat. Dalam hitungan detik, energi kehidupannya tersedot habis, tubuhnya yang kokoh berubah menjadi abu yang berhamburan di udara.

Dari tumpukan abu itu, sebuah bola energi melayang dan perlahan berubah menjadi sosok iblis yang menyerupai Rega, tetapi dengan tanduk tajam, sayap hitam besar, dan ekor yang menjuntai. Iblis baru itu membungkuk dengan hormat kepada Zhask.

“Kekuatan apa yang kau inginkan?” tanya raja iblis Zhask tanpa basa-basi. “Cepat katakan, waktuku terbatas.”

“Yang mulia Zhask, izinkan aku menghancurkan mereka yang tersisa,” jawab iblis itu dengan suara parau namun penuh antusiasme.

Tubuhnya yang sudah besar menjadi lebih kekar, energi kutukan seketika meluap-luap darinya.

Zhask menyeringai tipis. “Permintaanmu kukabulkan. Tapi ingat, jangan bunuh mereka. Karena mereka telah berbuat baik kepadaku.”

“Perintahmu adalah kehormatanku,” jawab iblis itu dengan mantap. Ia menatap para prajurit yang tersisa dengan mata penuh kebencian, siap melaksanakan perintah tuannya.

Cahaya merah darah menyelimuti medan pertempuran, menandai awal dari mimpi buruk bagi para prajurit elite yang sebelumnya menganggap diri mereka tak terkalahkan.

Ancaman besar penuh teror melanda di atas langit. Sosok kegelapan sejati yang tak terkendali melesat menuju istana langit, meninggalkan jejak kehancuran.

Sepuluh pasukan elit telah tumbang—bukan karena perlawanan sengit, melainkan tanpa daya, seolah keberadaan mereka hanya menjadi hiasan belaka di depan kekuatan absolut.

Aura kutukan Raja Iblis membengkak, menggemakan rasa marah yang meluap-luap. Getaran energinya membuat langit bergetar, memekikkan ancaman pada seluruh penghuni istana langit. Sebuah lonjakan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, mengabarkan bahwa amarahnya telah mencapai puncak-puncaknya.

Tidak ada yang tahu apa penyebab kemarahannya. Raja Iblis, yang sebelumnya dikenal penuh gembira dan tawa mengejek di tengah-tengah kekacauan, kini berubah.

Bibirnya tidak lagi menyeringai, tetapi mengeras dengan tekad dingin, mata marah pekatnya menyala seperti bara api neraka.

"Aku akan menghancurkan kalian semua."

Suaranya rendah, namun bergemuruh seperti gempa yang meluluhlantakkan fondasi alam surgawi. Aura kutukan terus membanjiri udara, membuat langit terlihat lebih gelap dari sebelumnya.

Wussssh!

Namun, di balik tatapan garangnya, ada sesuatu yang mengganjal. Air mata. Setetes kecil jatuh, tapi cukup untuk mengkhianati sesuatu yang lebih dalam di balik kebenciannya.

Raja Iblis mengangkat kepalanya perlahan, membayangkan bayangan samar seorang dewi yang pernah ia kenal—sosok lembut dengan senyum yang mampu menenangkan badai dalam dirinya.

Ingatan itu datang tanpa diundang. Dan itu menyakitinya, sangat amat menyakitinya.

Keinginan awalnya hanya untuk bersenang-senang, menebar teror tanpa arah di alam langit. Tetapi aroma harum yang merasuk ke hidungnya saat mendekati istana langit mengubah segalanya.

Bau harum bunga Wisteria yang lembut dan menyelimuti seluruh istana memicu kenangan yang telah terkubur dalam waktu panjang. Aroma itu... aroma itu mengingatkannya pada sosok maha dewi penjuru arah.

Dewi yang pernah menjadi pusat hidupnya, yang mengajarinya banyak hal—mulai dari ucapan terima kasih sederhana hingga pelajaran kehidupan yang lebih dalam.

Dewi yang memeluknya dengan cinta saat ia belum mengenal dunia. Tetapi maha dewi itu telah lama pergi, menghilang tanpa jejak, meninggalkan kehampaan yang tidak pernah bisa diisi oleh siapapun.

"Tujuh benua... Kekaisaran Surgawi... Akan ku hancurkan semuanya tanpa sisah, semua akan merasakan penderitaan yang sama. Keadilan sejati akan terlahir kembali."

Kini, kehampaan itu berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. Tidak hanya untuk membalaskan rasa sakitnya, tetapi juga untuk membuktikan bahwa alam langit yang pernah mencuri segalanya darinya kini akan berlutut di bawah naungannya.

Cerita membawa Flashback masa lalu raja iblis ketika masi kecil.

"Aku akan segera kembali seperti biasanya. Jangan keluar dari tempat ini, apapun yang terjadi, Enzo," suara lembut Maha Dewi Hestia bergema dalam ingatan Raja Iblis Zhask. Kata-kata itu menusuk seperti duri yang tak bisa dicabut, membawa kembali kenangan yang selama ini ia coba kubur dalam kegelapan hatinya.

Raja iblis Zhask bukanlah iblis biasa. Meski berasal dari bangsa kegelapan, ia tumbuh di bawah naungan Hestia, seorang dewi yang terang benderang. Hestia tidak berasal dari ras iblis, tetapi bagi Zhask, ia lebih dari sekadar pelindung. Ia adalah ibu, pelita yang menerangi kehidupan Zhask yang awalnya kumuh dan kelaparan.

Di bawah bimbingannya, Zhask berubah menjadi makhluk yang lebih dari sekadar pemangsa kegelapan. "Ibu lama sekali belum datang... apa dia sudah melupakan aku?" bisik Zhask kecil pada dirinya sendiri.

Kenangan masa kecilnya menyeruak, memutar kembali potongan-potongan kebahagiaan yang kini terasa seperti mimpi. Selama puluhan tahun, ia berkelana mencari maha dewi Hestia, berharap menemukan kehangatan yang dulu pernah ia rasakan.

Namun, jalan yang ia tempuh selalu berakhir buntu. Hingga suatu hari, seorang prajurit langit yang hampir meregang nyawa di tangannya membisikkan kebenaran pahit.

"Hestia telah mati." Berita itu menghancurkan segalanya. Hestia, Maha Dewi tertua dari tiga saudara penjuru langit, yang terkenal karena kepatuhan dan pengabdiannya kepada aturan surga, ternyata telah dieksekusi. Dengan tuduhan, Melanggar hukum tertinggi.

Alih-alih membunuh bayi-bayi iblis seperti yang diperintahkan untuk melenyapkan takdir malapetaka, Hestia justru menyelamatkan seorang anak iblis. Bukan hanya menyelamatkan, ia membesarkan anak itu dengan cinta dan kasih sayang yang seharusnya ia berikan pada penghuni surga.

Anak itu adalah Zhask.

Jauh sebelum peristiwa itu, Kaisar Langit telah menerima pesan dari suara semesta. Sebuah ramalan mengerikan berbunyi seorang malapetaka akan lahir dari bangsa iblis dan menghancurkan tatanan tiga alam.

Malapetaka itu, terlahir dari dimensi kebencian semesta yang bocor, dikatakan memiliki kekuatan yang melampaui semua makhluk. Jika dibiarkan, ia akan menjadi ancaman yang tidak tertahankan. Untuk menghentikan bencana itu sebelum terjadi, Kaisar Langit memerintahkan serangan besar-besaran ke alam Neraka.

Pasukan langit kalah itu dipimpin oleh Jenderal Langit Agung Gabriel yang dikenal sebagai Monster Keadilan, bergerak dengan kekuatan penuh.

Puluhan juta prajurit langit bersiap menuju alam neraka, membawa perintah yang jelas dari Kaisar Langit. "Bunuh semua bayi iblis yang baru lahir." Misi itu tidak mengenal belas kasih. Bersama Gabriel, Mikael dan Azazel semua pasukan langit akhirnya bergerak.

Dalam dua tahun yang mencekam, jutaan bayi iblis tak berdosa dimusnahkan tanpa sisa. Jiwa-jiwa kecil yang belum mengenal dosa dilenyapkan demi menjaga kestabilan tatanan tiga alam.

Lucifer, pemimpin perlawanan bangsa iblis, mencoba menghalangi armada Gabriel. Ia bertarung mati-matian, memimpin pasukan yang tersisa dengan keberanian yang luar biasa.

Namun, keunggulan pasukan langit terlalu besar. Meski mampu memberikan perlawanan sengit bahkan menyamai Gabriel dalam beberapa duel, kekuatan Lucifer tak cukup untuk menyelamatkan anak-anak yang menjadi korban kebijakan tanpa kompromi ini.

Di tengah pembantaian yang brutal, seorang Maha Dewi tiba-tiba berhenti. Tangan gemetarnya menggenggam pedang cahaya yang sempat diayunkan ke arah gua yang gelap.

Di dalam gua itu, ia mendengar suara tangisan bayi. Ia melangkah masuk, menemukan sosok bayi iblis menyerupai manusia yang menangis ketakutan, tubuh kecilnya gemetar, dikelilingi kegelapan yang menusuk.

Pedang yang ia pegang bergetar, seolah menolak menyentuh makhluk mungil itu. Sesuatu dalam dirinya berbicara, lebih keras dari suara perintah Kaisar Langit. "Membunuh bayi ini adalah keadilan?" pikirnya. Tapi saat melihat mata bayi itu yang penuh ketakutan, hatinya hancur. Keadilan apa yang memaksa untuk membunuh makhluk yang bahkan belum mengenal dunia.

Setelah jiwa dan pikirannya bertarung satu sama lain di dalam gejolak batin. Ahirnya, jiwa welas asih sang Maha Dewi menang. Ia menurunkan pedangnya, memeluk bayi itu dengan lembut, membisikkan sesuatu yang terdengar seperti doa.

Dengan cepat, ia membawa bayi itu ke tempat yang aman. Ia tahu, tindakannya ini adalah pengkhianatan terbesar terhadap aturan Langit. Namun, membiarkan bayi mungil itu mati terasa jauh lebih mengerikan.

Bayi itu adalah raja iblis Zhask. Sejak hari itu, hubungan di antara mereka berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar rasa kasihan. Sang Dewi menjadi ibu baginya, mendidiknya, melindunginya, dan memberinya kehidupan baru.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu hari, Maha Dewi itu menghilang tanpa jejak. Raja iblis Zhask yang kalah itu masi berusia tujuh tahun merasa kehilangan yang teramat sangat.

Ia berkelana mengitari alam Neraka yang luas, penuh bahaya, hanya untuk mencari sosok yang telah menjadi dunianya. Namun, usahanya selalu menemui jalan buntu. Ketika akhirnya ia mendengar kabar bahwa Maha Dewi Hestia telah dieksekusi, seluruh dunianya runtuh.

Murkanya memuncak. Hestia, yang telah mengorbankan segalanya demi dirinya, kini direnggut oleh bangsa Langit. Zhask bersumpah untuk membalas dendam. Di bawah kemarahan yang membara, ia memutuskan untuk memperkuat dirinya.

Ia melatih tubuhnya tanpa mengenal waktu, bertarung melawan para penguasa wilayah Neraka, dan menghadapi bahaya yang tak terhitung jumlahnya.

Setiap pertarungan bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk mengasah kekuatan yang pada akhirnya menjadikannya seorang Raja Iblis sejati. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, ia berhasil membangkitkan kekuatan terpendam nya yang di sebut kebencian semesta.

Aura kutukannya membanjiri alam Neraka, menenggelamkan segalanya dalam kegelapan yang bahkan membuat iblis-iblis lain bertekuk lutut. Tak ada makhluk di alam neraka yang berani menantangnya.

Zhask lalu diangkat menjadi Raja Iblis generasi pertama, penguasa absolut yang ditakuti oleh semua. Lucifer dan iblis kuno serta kuat lainnya, yang sebelumnya memimpin kelompok mereka masing-masing, memutuskan untuk mengabdi di bawah kepemimpinan Zhask.

Bersama-sama, mereka membangun pasukan yang tangguh, menciptakan gelombang iblis kuat yang siap mengguncang tiga alam. Zhask kini menjadi sosok malapetaka yang diramalkan oleh semesta. Ia adalah penebar teror, pembawa kehancuran, dan simbol kebencian yang lahir dari ketidakadilan.

Dengan kekuatan yang mengguncang dimensi, ia bersiap untuk menjalankan tujuannya menghancurkan bangsa Langit yang telah merenggut segalanya darinya.

Kembali ke masa sekarang, raja iblis Zhask Agung terus melesat tanpa henti menuju istana langit, tempat titik tujuannya.

"Apa yang kau lakukan, Enzo? Kau adalah Enzo, putraku yang baik hati."

Sebuah suara lembut menggema dari lubuk hati terdalam Raja Iblis Zhask. Suara itu seolah merembes melalui kekuatan kutukan yang menyelimutinya, membuat tubuh besarnya membeku sejenak di tengah kehancuran yang ia tebarkan.

Zhask tersentak. Matanya melebar, dan aura gelap yang memancar dari tubuhnya seakan meredup sesaat. Suara itu terasa begitu nyata, begitu hangat, begitu dekat.

"Ibu? Apa barusan suara ibu?" bisiknya, penuh keraguan dan kepedihan.

Namun, tak ada jawaban lain selain keheningan yang memekik di sekitar.

Angin kegelapan terus berputar, membawa serpihan aroma bunga Wisteria yang kembali mengingatkannya pada Istana Langit—tempat dimana segalanya dimulai.

Kemarahan dan kesedihan saling bergulat di dalam dirinya, mengaduk-aduk hatinya yang rapuh di balik kehancuran yang dirinya ciptakan. Dengan gemuruh kekuatan yang mengguncang udara, Zhask kembali melesat, seperti kilatan petir gelap menuju Istana Langit.

Dalam pikirannya, hanya ada satu tujuan: Menghancurkan segalanya untuk balas dendam atas kematian maha dewi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!