100% fiktif belaka, tidak ada kaitan dengan siapapun di dunia nyata atau di mana pun!!
"Gue nggak mau tau, kita menikah pokoknya. Lo, suami gue!"
Aria, gadis tengil 20 tahun, asal nyelonong masuk ke kamar hotel setelah mabuk di pesta temannya. Dengan penuh percaya diri, ia menodong pria di dalam kamar untuk menikah dengannya. Masalahnya? Pria itu adalah Jenderal Teddy Wilson, duda tampan 35 tahun yang dikenal dingin dan tak tersentuh. Yang lebih mengejutkan? Teddy tidak menolak.
Gimana kelanjutan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Makcomblang
...****************...
"Aira…"
Gue ngerasa ada yang guncang-guncang badan gue pelan.
"Aira, bangun."
Gue cuma ngerintih pelan, ngerasa mata masih lengket. "Hmmm… lima menit lagi…"
"Gue mau berangkat kerja." Teddy ngelus kepala gue.
Gue langsung menutup kepala pake selimut.
"Udah ah, gue masih ngantuk."
"Lo harus bangun." Ucap Teddy sambil ngehela napas panjang.
Gue makin ngumpet ke dalam selimut. "Nggak bisa, sorry, gue lagi hibernasi."
Gue kira dia bakal nyerah, tapi detik berikutnya, gue ngerasa selimut gue ditarik.
"ANJIR TEDDY! GUE MASIH NGANTUK!" Gue ngerebut selimut gue balik, tapi tangan dia lebih kuat.
"Aira, cium tangan gue dulu sebelum gue pergi," katanya santai.
Gue merosot ke kasur dengan pasrah.
"Lo ini, ya…! Mana ada suami maksa-maksa istri cium tangan pas istri masih setengah tidur!"
"Gue." Jawab Teddy cepat.
Gue mendengus. "Nggak! Gue ogah! Pergi sana kerja, gue mau tidur!"
"Gue gak akan pergi sebelum lo cium tangan gue."
"Lo tuh…" Gue menggerutu, tapi akhirnya gue bangkit dengan malas. Dengan mata masih setengah merem, gue mengangkat tangan Teddy asal dan nyium sekilas.
"Nih! Udah, ya!" Gue langsung mau rebahan lagi.
Tapi tiba-tiba tangan gue ditarik.
Gue melotot. "Lo mau apaan lagi?!"
Teddy nyengir. "Gantian."
Sebelum gue bisa protes, dia narik tangan gue dan nyium punggung tangan gue lama-lama.
Gue langsung melek.
"Hah? Lo ngapain?" Gue ngelirik tangan gue yang masih dicium.
"Ya, kan harus adil."
Belum sempet gue balas, dia tiba-tiba nempelin keningnya ke kening gue.
"T-Teddy?" Gue kaget.
Dia mencium pipi gue singkat.
"Udah, gue pergi dulu." Dia berdiri dengan santai, merapikan jasnya. "Lo jangan tidur lagi, nanti kesiangan."
Gue masih diem di kasur, bengong.
Setelah beberapa detik, akhirnya gue cuma bisa ngedumel pelan.
"Brengsek, pagi-pagi udah bikin gue salting."
...****************...
Siang itu, gue udah siap-siap buat keluar. Hari ini ada janji ketemuan sama temen-temen lama di kafe. Udah lama gak nongkrong bareng, dan kayaknya bakal seru.
Tapi sebelum cabut, gue inget sesuatu. Gue harus izin dulu sama Teddy.
Gue nelepon dia.
"Ya?" Suaranya kedengeran datar di seberang sana.
"Gue mau ketemuan sama temen-temen di kafe."
Teddy diem bentar. "Siapa aja?"
"Ya, temen-temen lama gue. Cewek semua kok!" Gue buru-buru nambahin sebelum dia mulai mikir macem-macem.
"Jam berapa pulang?"
"Belom tau, tapi santai aja, gue gak bakal keluyuran lama."
Teddy nghela napas. "Oke, tapi jangan pulang malem."
"Siap, Jenderal!" Gue bercanda, tapi dia malah beneran jawab.
"Bagus. Gue percaya sama lo."
Gue mendengus pelan. "Ya iyalah, lo gak punya pilihan lain."
Teddy ketawa kecil sebelum akhirnya nutup telepon.
...****************...
Di kafe, gue langsung disambut sama geng gue yang udah rame duluan.
"AIRAAAAA!"
Gue nyengir lebar. "WOY!"
Kita langsung saling peluk dan ngobrol heboh, ngebahas banyak hal random dari kerjaan, drama, sampai gosip terbaru. Tapi di tengah-tengah obrolan, tiba-tiba temen gue, si Rina, ngelirik gue sambil senyum-senyum aneh.
"Aira, kita punya kejutan buat lo."
Gue langsung waspada. "Hah? Apaan?"
"Sabar… sebentar lagi orangnya dateng," kata Lisa sambil cekikikan.
Gue makin curiga. "Orangnya? Orang siapa?"
Dan bener aja, beberapa menit kemudian, seorang cowok masuk ke kafe.
Dia pakai kemeja hitam, celana panjang gelap, dan sepatu kulit. Gaya formal, tapi tetap santai. Tinggi, rambutnya rapi, mukanya... ya boleh lah, lumayan.
Gue melotot. "Siapa tuh?"
Lisa dan Rina langsung cekikikan.
"Gue kenalin, ini Ethan!"
Ethan nyamperin meja kita dan duduk di sebelah gue. Dia ngulurin tangan sambil senyum.
"Hai, Aira."
Gue cuma bisa cengengesan kaku. "Ehehe… hai."
Rina langsung nimbrung. "Oh iya, Ethan ini dokter, lho! Dia kerja di rumah sakit deket sini."
DALAM HATI GUE TERIAK.
Gue udah laku, tolol!
Tapi yaudah, gue tetap sok cool. Ethan duduk di sebelah gue, mulai ngobrol, dan temen-temen gue makin heboh ngegiring suasana.
"Jadi, Ethan, lo udah lama kerja di rumah sakit?" Lisa mulai membuka obrolan.
"Iya, udah sekitar empat tahun. Gue spesialis ortopedi." Ethan ngangguk sambil tersenyum.
Rina langsung berseru, "Wih, dokter tulang, dong? Keren banget!"
Gue ngangguk-angguk doang, pura-pura tertarik. Padahal otak gue lagi muter nyari cara buat kabur dari perangkap jodoh-jodohan ini.
"Terus lo suka olahraga, gak?" Rina lanjut nanya.
"Suka sih, tapi lebih sering di gym daripada olahraga di luar." Ethan kelihatan santai banget sambil ketawa kecil.
Lisa langsung nimpalin, "Wah, cocok banget dong sama Aira! Dia juga suka olahraga. Eh, tapi bentar, lo masih suka olahraga gak sih, Ra?"
"Maksud lo apaan, Lis?" Tanya gue sambil mendelik ke arahnya.
"Ya, siapa tahu sekarang lo lebih sering olahraga jempol di HP!" kekeh Lisa.
"Masih, kali! Tapi gak segila dulu, aja."
Ethan ngeliatin gue sambil tersenyum tipis. "Lo suka olahraga apa, Aira?"
Gue mendelik dikit. "Kenapa? Mau gue tantang lari lima kilometer?"
Dia ketawa kecil. "Kalau lo yang ngajak, sih, gue gak bakal nolak."
HAH?!
Temen-temen gue langsung histeris pelan.
"UWOOOGH! GOMBAL LU, DOK!"
"GANTENG, PINTAR, MODUS PULA! GIMANA NIH, AIRA?"
Gue cuma ketawa kaku. "Hehehe…"
Gue gak mau ketauan udah jadi istri orang.
Jadi, gue pura-pura biasa aja. Temen-temen gue masih asyik belanja, ngobrol, dan jajan sana-sini. Ethan udah cabut duluan karena katanya ada pasien yang harus dia tangani. Ya, syukurlah. Gue jadi lebih leluasa tanpa ada yang nempel kayak perangko. Setelah puas main, akhirnya gue bilang mau pulang duluan.
"Yakin gak mau dianter?" Rina nanya, keliatan khawatir.
Gue langsung geleng. "Santai aja, gue udah mesen jemputan."
Padahal? Di parkiran udah nunggu mobil gue yang dikendarai supir pribadi.
Gue gak mau bikin mereka curiga atau malah kepo kenapa gue tiba-tiba dijemput mobil mewah. Bisa-bisa, gue dikira simpenan om-om.
Setelah pamitan, gue langsung melesat ke parkiran. Begitu masuk mobil, supir gue, Pak Joko, nyengir dari spion.
"Nyonya capek?"
"Banget, Pak. Rasanya mau tidur seharian." Gue mendesah capek.
"Kalau nanti ketahuan ibu-ibu itu, gimana?" tanya pak joko tertawa kecil.
"Makanya jangan sampai ketahuan, Pak. Mereka itu kayak detektif FBI."
Mobil melaju, membawa gue pulang. Gue sandarin kepala ke jendela, menikmati perjalanan sambil mikir… Gimana reaksi Teddy kalau tahu gue barusan 'dicomblangin' sama dokter ganteng?
Begitu masuk kamar, gue agak kaget. Biasanya kalau Teddy pulang cepet, dia pasti nongkrong dulu di halaman belakang, ngecek burung gagaknya atau ikan-ikannya. Tapi malam ini? Dia udah di kasur, tiduran santai dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Gue mengerling sekilas, tapi yaudahlah, bodo amat. Mungkin dia lagi capek atau lagi males keluar. Gue langsung masuk kamar mandi, bersihin muka, ganti piyama, lalu naik ke kasur.
Baru aja gue tarik selimut dan siap merem, tiba-tiba suara beratnya nyeletuk.
"Suka sama dokter itu?"
.
.
.
Next 👉🏻
suka banget bahkan
ayo lanjut lagi.....
biar semakin seru.......