Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14
Pagi menyingsing, keluarga Bachtiar sedang menyantap sarapan kala itu. Bi Iren dan Ki Seto datang dengan wajah panik, sedih, dan emosi. Semua menjadi satu, hal ini membuat Bachtiar penasaran.
"Pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu. Kami ke sini cuma ingin mengabarkan kalau bu Yati yang kalian datangi kemarin, beliau sudah meninggal," ucap ki Seto memberi tahu.
"Meninggal?" ulang Sisi.
Dia tidak jadi memasukkan nasi ke mulutnya lagi, selera makannya hilang sudah.
"Kalian sudah menemui mertuanya mbak Mulan ya?" tanya Bella.
"Iya, kami menemuinya kemarin. Baru kemarin kami bertemu, tidak disangka hari ini beliau sudah tiada," jawab Andini, matanya berembun seketika.
"Rendra di mana, Bi?" tanya Sisi.
"Dia ikut mengantarkan jenazah ke pemakaman," sahut bi Iren.
Sisi, Bella, dan Andini. Ketiga gadis itu langsung bangkit dari duduk, meninggalkan sarapannya yang tinggal sedikit lagi. Mereka buru-buru pamit untuk pergi ke rumah almarhumah bu Yati.
"Bagaimana ceritanya ini bisa terjadi, Ki?" tanya Bachtiar.
"Seseorang telah membangkitkan Mulan, dia memanggil Mulan kembali. Semua tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi, Pak. Warga juga sudah tahu kalau Mulan lah yang telah membunuh bu Yati. Dia ingin membalaskan dendamnya pada orang-orang yang sudah menghancurkan kebahagiaannya, korban yang pertama adalah bu Yati, mungkin setelah ini kalian yang jadi incarannya," ucap ki Seto.
"Pa, bagaimana ini, Pa?"
Anggun semakin khawatir, kekhawatirannya begitu besar terhadap kedua putri mereka itu.
"Kita tunggu kabar dari anak-anak dulu, Ma."
Pak Bachtiar memperhatikan wajah bi Iren yang tampak tak tenang. "Saya yakin kalau bi Iren tahu sesuatu mengenai kematian bu Yati," ucapnya dalam hati.
Saat tiba di kediaman bu Yati, keadaan sudah mulai sepi. Hanya tinggal kerabat dekat dan beberapa tetangga saja, yang lainnya sudah pulang.
Beberapa ibu-ibu di sana ada yang tengah sibuk membuat hidangan untuk tahlilan nanti malam.
"Apa aku panggil saja mas Lukman ke sini?" tanya Sisi.
"Sebentar lagi dia juga keluar sendiri, Din. Kan kita udah nyuruh Rendra buat manggil mas Lukman," ucap Sisi.
"Nah, itu dia kak Rendra!" tunjuk Bella saat melihat Rendra keluar bersama Lukman.
Lukman menghela napas berat menatap satu per satu orang-orang di depannya.
Mereka sekarang duduk di bawah tenda yang sudah terpasang rapi untuk acara tahlilan malam ini. Lukman masih dengan wajah ditekuk, dan sesekali ia menyeka air matanya. Rasa sedih atas kepergian bu Yati tidak akan hilang begitu saja.
"Mas Lukman, kami turut berduka atas meninggalnya bu Yati. Mas yang sabar dan ikhlas y\_"
"Kalian ingin menanyakan tentang apa yang sudah menimpa mbak saya kan?" tebak Lukman memotong omongan Sisi.
Mereka terdiam, tidak bisa langsung menjawab. Takut apa yang diucapkan dapat menyinggung perasaan lelaki itu.
Situasi tegang menyelimuti sesaat, Rendra kemudian angkat bicara untuk mencairkan suasana.
"Mas, tanpa mereka ke sini pun, mereka juga akan tahu hal ini dari omongan para warga," ucap Rendra.
"Iya, mas tahu, Ren. Coba aja mbak Yati tidak terpengaruh dengan iming-iming dari pak Purnomo, semua ini juga tidak akan terjadi," ucap lelaki itu lirih.
Mendengar ucapan Lukman, membuat rasa bersalah di hati Sisi semakin besar, apalagi setelah dia mendengar cerita dari Andini tadi di perjalanan terkait mimpinya semalam tentang anak kembarnya Mulan.
"Saya juga minta maaf atas nama kakek dan nenek saya, semua sudah terjadi. Kita yang masih hidup memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan semua ini."
"Sisi, keluarga kakek kamu juga tidak bersalah sepenuhnya. Mereka tidak pernah memaksa untuk meminta mbak Yati mengorbankan Mulan, ini semua karena kebencian mbak saya juga sih. Dia yang tidak terima anaknya mengorbankan nyawa untuk istrinya sendiri. Akhirnya mbak Yati semakin benci sama Mulan, dan pada pilihan terakhir, dia memilih untuk menjadikan Mulan sebagai tumbal. Sekarang Mulan datang untuk balas dendam, dia sudah membunuh mbak Yati, setelah ini entah siapa lagi yang akan menjadi targetnya. Saya cuma ingin mengingatkan kalian supaya berhati-hati."
Andini berencana untuk mengungkapkan mimpinya kepada mas Lukman, tapi dicegah oleh Sisi.
Mungkin Sisi punya rencana tersendiri, dia ingin mencari anak itu dulu. Jika keberadaannya sudah jelas, baru dia akan memberitahukannya kepada Lukman.
"Lukman!" panggil bu Marni seraya melambaikan tangan ke arah lelaki itu.
Mereka serentak mengalihkan pandangannya ke arah wanita berbadan gempal itu, bu Marni berdiri di depan teras dengan tangan belepotan tepung.
"Ada apa, Bu?" tanya Lukman menghampiri bu Marni.
"Ada yang enggak beres di kamar mbak Yati," bisik wanita itu.
Tubuh Lukman menegang, duka masih belum pergi. Sekarang harus dihadapkan dengan masalah baru, pasti kali ini ada kaitannya lagi dengan Mulan.
"Apa yang terjadi?"
"Kamu lihat aja sendiri." Bu Marni berjalan lebih dulu, sebelum masuk ke dalam, Lukman berpamitan dulu sama Sisi dan yang lainnya. Dia tidak bisa lagi menemani mereka ngobrol karena ada urusan di dalam yang harus diselesaikan.
Apa yang telah dimulai oleh Purnomo harus ada yang mengakhirinya, namun yang terjadi sekarang adalah bukan sebuah akhir. Melainkan kelanjutan, Iblis itu menginginkan salah satu dari keturunan Purnomo untuk menjadi pengikutnya. Menjadi orang yang akan melanjutkan apa yang telah Purnomo dan istrinya mulai.
Jika tidak ada perubahan dalam waktu dekat, mereka semua akan mati mengenaskan.
Iblis itu mengincar nyawa mereka, tidak ada yang namanya bersahabat dengan Iblis. Mereka hanya merayu agar manusia terperdaya, dan akhirnya mengikuti semua bisikan mereka.
"Katakan, Mbah! Katakan apalagi yang harus saya lakukan? Saya ingin keluarga Purnomo habis tak tersisa, saya ingin keturunannya mati semua," ucap wanita muda tersebut.
Dendam pada keluarga Purnomo telah lama dia simpan, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membalaskannya.
"Tidak ada yang perlu kamu lakukan lagi, Dewi. Saya sudah memiliki darah dari salah satu cucunya."
"Mulan sudah membunuh bu Yati, sekarang saya ingin dia membunuh keluarga Purnomo," ucap Dewi.
Dewi adalah kakaknya Mulan, wanita itu selalu mencari adiknya. Dia bertemu dengan Mulan saat Mulan sudah menjadi mayat, dia yang mengambil jasad adiknya itu dan membawanya menuju sebuah gubuk tua yang berada di dalam hutan.
Sampai sekarang jasad Mulan masih berada di sana, yang bi Iren tahu jasad Mulan berada di dekat pohon bambu itu, beliau sendiri yang menyaksikan semuanya. Bu Arum menggali tanah dan menguburkan Mulan di sana bersama dengan bayinya.
"Saya tidak akan melupakan ini semua, berbulan-bulan mencari keberadaan Mulan, dan pada akhirnya saya menemukan dia mati mengenaskan. Saya terlambat datang untuk menyelamatkan adik saya," ucap Dewi mengenang kembali kejadian silam.
Mbah Ijan terlihat bimbang untuk sesaat, bukan mudah baginya untuk melakukan dua hal ini. Dia adalah orang yang membimbing Purnomo melakukan semua ritual untuk menyempurnakan ilmunya, dan sekarang dia juga yang menjadi perantara untuk menghancurkan keluarga Purnomo karena harus menuruti kemauan Dewi.
Dewi telah membayar mahal untuknya, tidak mungkin dia menolak untuk membantu wanita itu. Setelah membangkitkan Mulan, sekarang dia harus membantu Dewi melenyapkan keluarga Purnomo.
Malam tiba, tahlilan di rumah bu Yati berjalan lancar. Namun saat semua warga pulang dan yang tersisa cuma bu Marni, kejadian aneh kembali terjadi.
"Bu, bukankah kopi ini tadinya masih hangat aja?" tanya Lukman.
"Iya, Man. Seharusnya masih anget, tapi kok udah dingin gini ya." Bu Marni ikutan bingung.
Rendra yang ternyata masih di sana dan belum pulang, pergi menuju dapur.
"Ada apa, Bu?"
"Ini, kopinya pada dingin, Ren. Kan aneh, padahal tadi ibu lihat masih hangat aja." Bu Marni meletakkan segelas kopi yang belum disentuh sedikit pun.
Lukman berjalan ke sisi meja dapur, ia mengambil beberapa kue di sana. Diperhatikannya kue itu dengan cermat, sontak matanya membeliak lebar kala melihat sesuatu yang menggeliat di tengah-tengah kue.
Gerombolan ulat keluar dari dalam kue itu, Lukman secara tidak sadar langsung melempar kue tersebut hingga jatuh berserakan di lantai.
Prank!
Piring juga ikut pecah, bu Marni dan Rendra terkejut mendengarnya.
Mereka malah menilai sikap Lukman menjadi aneh, menyadari kalau dua orang di depannya sedang kebingungan, Lukman segera mengatakan apa yang tadi dilihatnya dalam kue tersebut.
"Ada apa, Mas? Kenapa kuenya dibuang gitu?" tanya Rendra.
"Perhatikan apa yang keluar dari sana!" suruh Lukman.
Tidak hanya Rendra, bu Marni juga terkejut melihat ulat yang keluar dari kue-kue tersebut.
Perut Rendra serasa diaduk-aduk dari dalam, ia mual melihat peristiwa itu. Pasalnya dia juga ikut menyantap kue yang dihidangkan untuk para tamu.
Di luar sana, keadaan mulai tidak aman. Semenjak bu Yati dikuburkan, bu Marni terus menyaksikan kejadian aneh di luar nalar.
Baru saja hendak pamit pulang, terdengar suara rintihan panjang dari luar, dan suara itu terus berputar mengelilingi rumah kediaman Lukman.
"Mana anakku? Kembalikan anakku!"
"Mbak Mulan." Rendra menatap Lukman dengan wajah tegang dan jantung berdetak kencang.
Sepasang netra Lukman membola mendengar suara Mulan, wanita itu mencari anaknya.
Mereka terpaku diam, sama-sama dalam keadaan tegang. Untuk pulang sekarang jelas tidak memungkinkan, bu Marni takut bertemu dengan arwah Mulan yang mulai gentayangan di desa mereka.
Rendra mencoba mengintip dari balik gorden, terlihat di luar sana sosok Mulan yang sedang berdiri di depan teras dengan posisi badan menghadap ke jalan. Meski melihat dari belakang, tapi Rendra tetap tahu kalau Mulan menggendong anaknya.
Lantas, anak mana lagi yang dia cari?
Mulan tidak menemui apa pun di rumah mendiang ibu mertuanya. Ia pun menghilang dan pergi mengganggu keluarga Purnomo, tapi dia tidak tahu kalau Iblis di sana tidak akan membiarkan dia masuk ke kediaman tersebut.
"Purnomo, akan aku balaskan dendam ini," ucap Mulan dengan senyum menyeringai.
Ia terbang melewati gerbang dengan mudah, lalu berhenti di tengah halaman.
Kedatangannya disambut oleh penghuni lain di rumah itu, Mulan tetap pada pendiriannya dia akan mencari anaknya dan menghancurkan keluarga Purnomo.
"Di sini bukan tempatmu, pergi dari sini!" sentak sosok yang paling besar di antara yang lain. Dialah pemilik dari harta yang Purnomo miliki saat ini, dia melindungi anak dan cucu Purnomo bukan tanpa sebab, dia ingin ada yang meneruskan apa yang telah Purnomo lakukan dulu. Dengan begitu mereka tetap akan punya tuan sebagai tempat untuk meminta tumbal.
"Aku tidak takut pada kalian, aku ingin menghabisi keturunan Purnomo!" balas Mulan tak kalah kerasnya. Ia kembali terbang hendak menembus dinding penghalang, tapi tubuhnya terpental cukup jauh hingga seluruh kekuatannya menghilang.
"Argh!" Mbah Ijan terpental cukup jauh, lelaki tua itu kehilangan keseimbangannya.
"Kurang ajar! Kalau seperti ini hasilnya, sama saja dengan bunuh diri," ucap lelaki itu marah. Dia tahu apa yang sudah terjadi pada Mulan, jika Mulan terluka, maka dirinya juga akan ikut terkena imbasnya.
Mbah Ijan tidak mau kalah dari Iblis itu, dia terus mencari cara supaya Mulan bisa masuk ke sana.