NovelToon NovelToon
META

META

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Keluarga / Persahabatan / Romansa / Bad Boy / Enemy to Lovers
Popularitas:603
Nilai: 5
Nama Author: hytrrahmi

Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehilangan sosok yang ia harap mampu melindunginya, membuat hati Meta kian mati rasa.

Berbagai upaya telah Meta lakukan untuk bertahan. Dia menahan diri untuk tak lagi jatuh cinta. Ia juga menahan hatinya untuk tidak menjerit dan terbunuh sia-sia. Namun kehadiran Aksel merubah segalanya. Merubah pandangan Meta terhadap semesta dan seisinya.

Jika sudah dibuat terlena, apakah Meta bisa bertahan dalam dunianya, atau justru membiarkan Aksel masuk lebih jauh untuk membuatnya bernyawa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hytrrahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06. Kubangan Masalah

"Jam segini baru pulang." Aksel terkejut saat pintu rumahnya terbuka, menampilkan seorang pemuda berbaju kaus abu-abu dan celana boxer hitam selutut. Cowok itu bersidekap di depan dada, menjalankan kewajibannya sebagai saudara yang tertua. "Dari mana lo? Sengaja banget ngehindarin gue. Tapi seenggaknya lo mikirin bunda, dia nungguin lo sampe ketiduran di sofa."

Cowok yang lebih tua tiga tahun dari Aksel itu bernama Alvaro, yang saat ini sedang menempuh pendidikan S1 di universitas Jaya Bangsa. Mengambil jurusan manajemen yang satu tahun lagi akan menempuh semester akhir. Sejauh ini, hubungan Aksel dan Alvaro tidak begitu baik lantaran terjebak pada sebuah kesalahpahaman yang tidak bisa Alvaro jelaskan. Hal itu menjadi alasan mengapa Aksel menjauhinya, mendiamkannya, marah padanya hingga detik ini. Tetapi bagaimanapun hubungan mereka, bagi Alvaro, Aksel tetaplah adiknya.

Aksel hanya menatap Alvaro tanpa ekspresi, kemudian hendak berlalu pergi jika Alvaro tidak menahan pundaknya. "Jangan hukum bunda juga, Sel, dia nggak salah. Lo berhak ngelakuin apapun ke gue, tapi jangan bikin bunda ikut sedih," pintanya ingin dimengerti.

Mata Aksel menajam menatap tangan Alvaro di pundaknya, kemudian beralih pada helm full face di tangan kanannya sambil menghela napas. Cowok itu mencoba untuk mendinginkan kegerahan jiwanya tiap kali berhadapan dengan Alvaro, sebab tidak ingin mengecewakan Elna-bunda mereka.

"Minggir. Gue masih ngomong baik-baik, nih," desis Aksel setelah tatapannya dilemparkan pada Alvaro. Cowok itu juga menepis tangan Alvaro dari bajunya, sengaja membuat Alvaro naik pitam. Karena Aksel tak pernah mengindahkan peringatan yang ia berikan sebagai kakak.

Tak terima diabaikan begitu saja oleh Aksel selama tiga tahun, Alvaro menarik kerah seragam Aksel dengan emosi yang membuncah. Alvaro hanya tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya pada hari itu, yang membuat perpecahan di antara mereka berlarut hingga detik ini.

"Gue emang salah, Sel. Kita semua tau itu. Kalau lo anggap gue sodara lo, berhenti bersikap kekanakan kayak gini. Karena gue punya alasan dibalik itu semua."

Aksel menyunggingkan senyumnya, mengerlingkan mata pada Alvaro sedang Alvaro mengirimkan permohonan lewat tatap matanya.

"Alasan?" Aksel tertawa remeh yang terdengar menyakitkan. "Alasan apa yang lo punya sampe nggak ada di hari itu, Al? Lo tau ayah sekarat!"

"Iya, gue salah! Makanya gue minta maaf sama lo dan bunda!"

"Lo nggak tau diri, sialan! Maaf nggak akan bikin ayah balik."

Aksel melepaskan tangan Alvaro yang mencengkeram kuat kerah seragamnya, mendorong laki-laki bertubuh tinggi dan sedikit kurus itu kemudian mengayunkan helm di tangannya. Alvaro yang melihat tanda bahaya itu segera melindungi kepalanya dengan menamengkan kedua tangannya. Dan helm itu pun mendarat di kedua tangan Alvaro, mendapatkan tiga kali serangan beruntun.

"Anjing! Gue bersumpah lo akan mati hari ini, Al! Gue nggak sudi punya sodara kayak lo!"

Kemarahan Aksel memicu keributan yang tentunya akan membangunkan Elna, yang baru terlelap lima belas menit yang lalu di kamarnya. Perkelahian itu tak dapat dihindari oleh Alvaro, sebab semakin ia mengingatkan Aksel tentang hari itu, Aksel hanya akan semakin menggila dengan amarahnya.

Saat ini yang bisa Alvaro lakukan hanyalah menghindari Aksel, dia tidak akan menyerang adiknya itu sehingga ia yang nantinya akan babak belur. Alvaro tidak peduli jika ia akan berakhir mengenaskan di depan mata Aksel, asal cowok itu memaafkannya, Alvaro sudah sangat senang.

"Serang gue, jangan diam aja lo!" teriak Aksel, tidak sadar Elna telah berlari tergesa-gesa menuruni tangga.

"Gue nggak akan nyerang lo, karena lo adik gue. Lo harus inget janji gue ke ayah sama bunda!" balas Alvaro yang terpelanting ke dinding, kemudian tak sengaja menyenggol vas dan guci di atas meja dekat dinding. Menimbulkan teriakan histeris dari sang bunda yang terkejut akan pemandangan yang ia lihat saat ini.

"Aksel, berhenti! Kamu mau bunuh abang kamu?!" Elna menyeru panik, lalu berjalan mendekati Alvaro agar tak lagi dipukuli oleh Aksel. "Apa-apaan, sih, kalian?!"

Napas keduanya tersengal, tarikan napas mereka terdengar cepat dan bersahut-sahutan. Tatapan mata Aksel mengerikan, sementara Alvaro hanya bisa pasrah. Alvaro merasakan tangan lembut Elna membelai wajahnya, kemudian matanya berkaca-kaca.

"Bunda nggak mau ngeliat kalian kayak gini terus. Kalau ada ayah, dia juga pasti ngerasa sedih nggak bisa mendamaikan anak-anaknya pas lagi ada masalah. Tolong jangan kayak gini lagi, demi bunda, Sel, Alvaro."

Tangis bunda terlepas di pelukan Alvaro setelah menatap anaknya bergantian, sampai membuat bahunya bergetar dan isakannya terdengar sangat memilukan di telinga. Hati Aksel meringis nyeri, begitu juga dengan Alvaro yang hanya bisa menundukkan wajah sambil menikmati rasa sakit di seluruh tubuhnya.

Aksel terpaku di tempatnya, tak ingin menanggapi perkataan bunda, juga tidak ingin meminta maaf dan berdamai dengan Alvaro. Sebab bagi Aksel, anak tidak tahu diri seperti Alvaro tidak pantas mendapatkan yang namanya keluarga.

"Aku ke kamar dulu, capek. Bunda juga istirahat, aku minta maaf."

Tatapan Aksel hanya pada helm yang tadi sempat ia jatuhkan, dia tidak menatap Elna ketika bicara dan langsung meninggalkan keduanya-Alvaro dan Elna. Kekecewaan terbesarnya adalah Alvaro, tidak ada yang lain. Sebagai penyebab kematian ayahnya.

***

"Keenakan, ya, kalian bolos. Saya udah lama mengincar kalian-kalian ini, bersyukur hari ini berhasil saya ringkus karena bolosnya nggak diluar sekolah."

Pak Arman. Guru bimbingan konseling yang biasa disebut BK di SMA Gemilang, memergoki dua belas muridnya tengah merokok sekaligus membolos di gudang sekolah. Entah karena memang disengaja atau karena hari ini sedang sial, dia juga tidak mengerti. Tapi dari yang ia lihat, tak ada satu pun dari mereka yang menolak, saat Pak Arman meminta mereka ke lapangan upacara untuk menjalani hukuman. Dimana pada saat itu, kelas XII IPS-1 tengah berolahraga. Baru saja kelasnya mau dimulai, tapi perhatian mereka jadi terbagi pada tim inti Destroyer dan guru olahraga mereka-Pak Aldo.

"Baris yang bener, hormat ke tiang bendera! Setelah jam istirahat berbunyi, baru kalian masuk kelas. Paham?"

"Paham, Pak," jawab mereka kompak, apalagi Pandu yang badannya paling besar dan tinggi dari yang lain.

"Bagus! Saya akan pantau kalian, ya. Yang ketahuan nggak menjalankan hukuman, orang tuanya akan saya panggil ke sekolah," ancam Pak Arman, mewanti-wanti situasi buruk yang akan terjadi. Karena berhadapan dengan siswa badung seperti mereka itu, harus punya strategi khusus untuk menjinakkannya. Layaknya bom yang akan meledak jika tidak tahu bagaimana cara menghentikannya.

Dewa berbalik menghadap Pak Arman, tidak lagi berdiri hormat pada tiang bendera. "Nggak bisa gitu, dong, Pak!" protes Dewa, yang membuat Pak Arman kelabakan. Pasalnya, Dewa adalah orang yang paling brutal di antara dua belas siswa lainnya yang sedang dihukum. Bahkan mendapat julukan sebagai raja kriminal, berkali-kali terlibat perkelahian yang tentu saja membuat Pak Arman bergidik ngeri.

"Pokoknya saya nggak mau tau, kalian jalankan saja hukumannya seperti biasa. Saya pergi dulu!" putus Pak Arman buru-buru, tampak jelas menghindari Dewa dan tatapan elangnya.

Suara Pak Arman yang menggelegar terdengar sampai ke lapangan di sampingnya. Yang saat ini digunakan oleh siswa kelas XII IPS-1. Mereka yang sedang mengambil absen pun tersentak, menoleh serempak ke tempat dimana Pak Arman berada. Tampak guru itu meninggalkan lapangan dengan wajah cemas, seperti tidak ingin berurusan dengan sesuatu.

"Ren, Lan," panggil Kayla sambil mencolek pundak kedua gadis di depannya. Saat keduanya menoleh, Kayla langsung memajukan tubuhnya sambil menghadap lapangan di sebelahnya. "Pacar lo bolos, tuh."

Wulan dan Renata juga kompak mengantarkan tatapan mereka pada pacar masing-masing. Dimana saat itu, Bens dan Dewa juga sedang memandangi mereka. Tatapan kedua gadis itu lebih mengacu pada kekecewaan, tak mengira dua lelaki yang mereka banggakan masih terlibat dalam hal-hal yang merusak diri mereka sendiri.

"Udahlah biarin aja," acuh Renata, langsung memutus kontak matanya dengan Dewa.

Wulan menatap Renata bingung, seolah ada sesuatu yang terjadi diantara keduanya. "Lo kenapa? Berantem sama Dewa?" tanyanya yang segera diangguki oleh Kayla.

"Nggak usah dibahas, Lan. Cowok lo apa kabar?" sindir Renata, membuat Wulan terdiam. Pasalnya ia juga tidak tahu mengapa Bens ada di antara tim inti saat ini. Karena setahunya, Bens sudah resmi keluar dari Destroyer. Cowok itu bukan lagi wakil ketua Destroyer, ataupun bagian dari tim inti Destroyer.

Di tempatnya, Wulan mencebik. "Gue sama Bens baik-baik aja, kok, Ren. Cuma bentar lagi bakalan ada perang, nih, kayaknya," jujur cewek itu yang berhasil membuat Renata tertawa.

"Nggak baik langsung menghakimi orang, Lan. Ada baiknya langsung putusin aja," ujar Renata bercanda. Ketiganya kompak tertawa yang membuat teman-teman sekelas mereka memandang penuh peringatan. Karena saat ini sedang belajar, bukan sedang berwisata.

"Jangan menjanda dulu lo berdua, gue belum siap saingan sama kalian." Kayla terbahak-bahak meledek kedua sahabatnya, hingga mendapat teguran dari Pak Aldo dan membuatnya langsung bungkam.

"Maaf, Pak," ucap ketiganya bersamaan, melirik teman-temannya dengan kesal. Pak Aldo tak ambil pusing, tatapannya dikembalikan pada buku kehadiran siswa.

"Aksel Daru Achilles?"

Setibanya pada nama Aksel, Pak Aldo berkali-kali memanggil nama siswa bebalnya itu tetapi tidak mendapatkan jawaban. Namun semua siswa serentak menoleh pada gerombolan tim inti tadi, yang kini duduk lesehan di lapangan beralaskan paving blok. Dengan sangat sadar, mengabaikan hukuman Pak Arman tanpa rasa takut akan diproses oleh pihak sekolah. Mengisyaratkan kepada Pak Aldo untuk melihat sendiri dimana siswa-siswa kebanggaannya.

"Bolos, Pak. Tuh, orangnya!" Kayla menunjuk ke arah cowok-cowok itu dengan semangat, membuatnya mendapatkan tatapan sinis dari tim inti. "Ada beberapa siswa dari kelas ini, mau saya sebutin satu-satu, Pak?"

Pak Aldo terdiam agak lama untuk mengamati dua belas siswa yang sangat ia kenal itu, lantaran mereka cukup dekat dengannya dan berprestasi di bidang non akademik. Terutama sang ketua geng yang pernah memenangkan pertandingan taekwondo tingkat nasional. Siapa yang tidak mengenal mereka, satu sekolah ini juga sudah mengenal Dewa dan gengnya dari mulut ke mulut. Namun kelakuan mereka yang minus tentu saja membuat Pak Aldo was-was. Sebagai guru, apalagi beliau juga mengagumi sosok-sosok berandal ini, Pak Aldo tetap mengharapkan perubahan dari mereka karena sekarang sudah berada di tingkat akhir sekolah.

"Ayo, Kayla, sebutkan siapa saja!" pinta Pak Aldo dingin, pria itu seperti mengkhawatirkan satu hal. Tapi dia bergegas menatap buku absen siswa lagi untuk menutupi kekhawatirannya itu.

Kayla mengangguk penuh semangat, jelas nanti akan mendapatkan perundungan dari mereka. Karena sudah berani menyebutkan nama-nama mereka kepada Pak Aldo. Dan Kayla, sudah sangat siap untuk menghadapi hal itu, dia memang sengaja mencari masalah, ingin melihat seberapa brutal Destroyer terhadapnya. "Aksel, Bens, Pandu, Dewa, Lerry, Kevin sama Zelo, Pak. Selebihnya anak kelas sebelah," paparnya yang diangguki oleh Pak Aldo.

Dari kejauhan, mata Dewa memandang tajam Kayla setelah lama memusatkan perhatiannya pada Renata. Tunangannya itu memperlihatkan kemarahan yang tentu akan menimbulkan percekcokan lagi diantara mereka.

"Siapa, tuh, yang ngadu?" tanya Kevin ingin tahu, membuat seluruh perhatian tertuju padanya. "Dia nggak pernah liat tim inti Destroyer ngamuk?"

"Jangan sentuh Kayla, atau lo akan berurusan sama gue. Wa, gue minta ijin lo untuk menyetujui keputusan sepihak ini." Itu peringatan lantang dari Pandu, yang ditujukan bukan hanya untuk Kevin tetapi juga untuk seluruh teman-temannya. Tetapi tatapannya hanya tertuju pada Kevin, dia yang paling emosian dan nggak bisa diajak damai. Tanpa menatap Dewa, Pandu memohon izin untuk menghargai keputusannya.

Melihat reaksi berlebihan Pandu yang masih mencengangkan untuk seluruh tim inti, Kevin tersenyum remeh. "Pacar lo? Gue nggak pernah liat lo deket sama dia, kapan pacaran?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat.

"Bukan, gue sama Kayla nggak pacaran." Pandu masih menahan diri untuk tidak menghajar Kevin. "Gue nggak mau dia jadi bulan-bulanan lo semua," ungkap Pandu yang membingungkan seluruh tim inti. Terutama Zelo, yang sebenarnya sudah menunjukkan benih-benih cinta pada Kayla. Tapi sayangnya tidak direspon baik oleh cewek itu, hingga akhirnya dia menyerah.

"Bilangin aja ke cewek lo, nggak usah ikut campur urusan Destroyer. Gue liat-liat dia sama Meta benci banget sama kita. Kali ini gue maafin," jengkel Kevin.

"Siapa elo? Bos Dewa yang mutusin," sergah Pandu."Kayla sama Meta nggak ngelakuin kesalahan fatal, kan? Jadi lo nggak perlu khawatir. Seharusnya yang jadi permasalahan saat ini adalah pengkhianat itu, kita masih belum tau siapa orangnya."

Anggota tim inti yang lain mengangguk membenarkan perkataan Pandu, Meta serta Kayla bukanlah ancaman yang tak sepatutnya dipermasalahkan. Ada hal lain yang lebih penting dari itu, yang sampai saat ini masih menjadi tanda tanya dan membuat pertahanan Destroyer semakin lemah.

"Lagian lo ada hubungan apa, sih, sama Kayla? Gue nggak suka orang yang nggak profesional kayak lo, Ndu! Kalau salah, ya, salah aja nggak usah dibener-benerin. Kayla tukang ngadu, mulutnya ember!" sambar Lerry sambil menahan emosi.

Pandu mendelik ganas pada Lerry, menyiratkan peringatan. "Oke, kalau lo buat salah sekali, lo gue gebukin sama unit 1!" pungkasnya.

Lerry bergidik di tempatnya, Pandu kalau sudah kepalang marah akan sulit ditenangkan. "Nggak bisa gitu lah anjing!" umpatnya. "Gue baru bikin satu kesalahan."

"Sama kayak dia," balas Pandu dingin dan berapi-api. "Gue janji ini yang terakhir, tapi nggak boleh ada siapapun yang ngusik dia."

"Gue pegang omongan lo!" acuh Kevin kemudian. "Biasanya orang kalau udah keenakan bikin salah, akan ada kesalahan-kesalahan berikutnya."

"Lo nggak percaya?"

"Santai! Gue percaya sama lo soal taktik berantem, cepuin lawan, dan ngurusin keamanan Destroyer. Tapi soal cewek lo lemah!"

Dewa berdecak melihat teman-temannya berdebat mempermasalahkan Kayla, dan menimbulkan perbedaan pendapat api di antara mereka. Khawatir akan membuat perpecahan disaat pertahanan Destroyer sedang tidak stabil. "Lo semua nggak usah berantem. Kali ini Kayla gue bebasin, Ndu, mungkin dia belum kenal siapa kita. Tapi gue minta, lo kasih tau dia untuk nggak terlalu ikut campur," pungkas Dewa menengahi agar tak terjadi pertikaian lebih lanjut.

Pandu dan Kevin saling serang lewat tatapan angkuh dan menyeramkan. Diikuti oleh Nauval yang menilik wajah Pandu untuk memperlihatkan tatapan tidak suka. Melihat situasi tidak kondusif, Zelo berinisiatif untuk mencairkan kembali dengan sebungkus rokok.

"Gerah, nih. Mau rokok, nggak?" Zelo menyodorkan sebungkus rokok yang baru saja keluar dari kantung seragamnya. "Jangan dibawa serius cewek kayak gitu, mah. Sekali dikasih tau juga bakalan dengerin. Nurut anaknya, percaya, dah."

Zaki yang duduk bersebelahan dengan Zelo menyambar rokok itu dan mengeluarkan pemantiknya. Memperlihatkan betapa beraninya ia merokok di area sekolah, mendapatkan tatapan kagum dari Zelo dan yang lainnya. Zaki memang orang yang suka menunjukkan eksistensinya sebagai siswa bebal dan tidak kenal aturan.

"Nyari mati lo, Zak. Dihajar Pak Arman lo ntar," kekeh Devon geleng kepala.

"Gue udah biasa, Dev, dipukulin. Bokap gue preman soalnya. Kekerasan udah jadi makanan sehari-hari," jawab Zaki acuh sambil menyelipkan lintingan tembakau di antara bibirnya.

Melihat reaksi Zaki, Zelo merangkul pundak cowok itu. "Sohib gue keturunan cowok nggak bener semua, bangga banget gue," ujar cowok itu yang mendapat pukulan di kepala dari Nauval. Zelo langsung meringis menatap Nauval sambil mengusap kepalanya, menatap takut cowok di depannya yang sedang terkekeh.

"Kayak lo keturunan kiyai aja, nying!" makinya. "Bahas Kayla lagi, nih. Copy-annya Meta dia, anaknya suka nilai orang seenak jidat. Gue pernah hampir nonjok dia waktu kelas sepuluh"

Mendengar celetukan Nauval, amarah Pandu mendidih lagi. Menekuk tajam kedua alisnya dan mencoba melumpuhkan Nauval lewat tatapannya.

"Ya elah, santai aja kenapa, sih, dia nggak seberbahaya itu. Buat hati emang rada bahaya dikit."

"Ye, dasar bucin akut lo!" maki Kevin sambil mengusap wajah Zelo seenaknya. "Lo masih suka Kayla, Zel?"

"Nggak, gue suka Karina sekarang," jujur Zelo. "Karina anaknya kalem bikin adem, gue harus bisa jadian sama dia."

"Karina mana mau modelan ampas kayak lo, sih. Inget, dia ponakannya kepsek!" ujar Devon yang sejak tadi diam memainkan ponselnya. Cowok itu sengaja mematahkan semangat Zelo, supaya cowok itu lebih bertekad lagi untuk mengejar cewek yang dia suka. Karena selama ini tidak pernah menunjukkan keseriusan pada cewek-cewek yang dia suka itu. Cuma lewat bibir, kemudian beritanya menghilang ditelan angin.

"Biar sepadan lo jadi orang bener dulu!" beritahu Zaki pada sahabatnya, yang kemudian dibalas anggukan pasrah oleh Zelo.

"Bener. Nggak belok kayak Xenrak!"

"Anjing lo!" umpat Xenrak yang sedari tadi menjadi penikmat setia percakapan teman-temannya. Ia langsung mendaratkan pukulan pada lengan Zelo. "Gue normal bangsat!"

"Iya, santai, Rak! Pulang-pulang tinggal tulang, deh, gue dipukulin mulu. Nggak KDRT bisa, nggak, sih, lo pada?!" omel Zelo, mendapatkan tawa pecah yang membuat kelas XII IPS-1 menoleh kesal pada mereka. Karena mereka berisik dan pembuat onar.

"Nggak hantam, nggak laki, Bro!" ujar Pandu kemudian tertawa bangga, emosinya sudah teredam berkat Zelo dan yang lainnya.

"Kayaknya kita ngecewain Pak Aldo, deh," celetuk Gavar setelah lama memerhatikan gerak-gerik gurunya yang sekarang sudah meminta murid-muridnya pemanasan. "Dari sekian guru di SMA Gemilang, cuma Pak Aldo yang dukung kita sampe sejauh ini. Gue pikir nggak ada salahnya kita buat perubahan untuk masing-masing diri. Apalagi sekarang udah kelas dua belas, dia pasti maunya kita jadi orang sukses."

"Dulu kelas sepuluh dia yang paling semangat ngedukung Destroyer, tapi ngedukung kita secara sembunyi-sembunyi. Biar dia punya kesempatan dan nggak ditekan guru-guru lain sama kepsek," tambah Bens sambil mengingat kejadian di tahun itu. "Gue setuju, sih, sama Gavar. Udah saatnya kita berubah."

Pernyataan Bens mampu membukakan pikiran luas yang akan mengantarkan Destroyer pada sebuah tujuan hidup. Sudah waktunya mereka memikirkan masa depan terlepas dari buruknya latar belakang pendidikan mereka sejauh ini.

Obrolan itu larut tanpa Aksel, dia menepi sendiri untuk menghindari obrolan bersama teman-temannya. Ingatan tentang Alvaro dan dirinya semalam membuat suasana hati Aksel kian memburuk. Pandangannya yang sendu itu membuat Dewa penasaran hingga berpindah untuk duduk di sebelahnya. Disusul oleh Bens disaat teman-temannya sedang gencar memojokkan Zelo.

"Masih belum bisa cerita?" tanya Dewa tepat setelah menghenyakkan tubuh di samping Aksel. Di kepalanya sekarang, ingatan tentang luka di wajah Meta berputar-putar. Dewa berpikir hal itu ada kaitannya dengan Bastar, jelas dia tidak akan tinggal diam. "Siapa tau Destroyer bisa bantu. Kalau untuk urusan percintaan, lo harus berjuang sendiri."

"Meta punya urusan sama Bastar, Sel?" Bens menyuarakan isi kepala Dewa, membuat cowok itu merasa lega. "Gue heran aja mukanya bonyok begitu, kayak abis dikeroyok. Lo juga nggak ngasih penjelasan, bikin kami semua khawatir."

Setelah mempertimbangkannya sejak semalam, mau tidak mau, Aksel memang harus memberitahu teman-temannya perihal ini. Namun dengan Destroyer, tidak ada kaitannya. Aksel hanya butuh peran teman-teman dekatnya seperti Dewa dan Bens untuk menyelesaikan masalah ini.

"Nggak ada sangkut-pautnya sama Bastar. Ini cuma berkaitan sama penolakan Meta terhadap semua cowok, termasuk gue," papar Aksel sambil mencari ponselnya di saku celana. "Nih, penjelasan tentang gimana Meta bisa dapat apresiasi berbentuk luka."

Aksel mengulurkan ponselnya kepada Dewa dan Bens, agar kedua cowok itu melihat bukti dari penyelidikannya yang membuahkan hasil.

"Dia sering nggak masuk sekolah karena ini," ungkap Aksel. "Dan cowok di video itu bokapnya Meta."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!