Melissa Permata Sari, gadis muda yang nekat menjual keperawanannya demi melunasi utang keluarganya sebesar 150 juta. Di hotel tempat "transaksi" berlangsung, ia justru bertemu Adrian Sutil, pria tampan dan kaya yang bukan mencari kesenangan, melainkan seorang pengasuh untuk putrinya yang berusia tiga bulan.
Adrian memberikan penawaran tak biasa: jika Melissa berhasil membuat putrinya nyaman, separuh utang keluarganya akan lunas. Namun, ada satu masalah—Melissa belum bisa memberikan ASI karena ia masih perawan. Meski sempat ragu, Adrian akhirnya menerima Melissa sebagai pengasuh, dengan satu syarat tambahan yang mengubah segalanya: jika ingin melunasi seluruh utang, Melissa harus menjadi lebih dari sekadar pengasuh.
Bagaimana Melissa menghadapi dilema ini? Akankah ia menyerahkan harga dirinya demi keluarga, atau justru menemukan jalan lain untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Pijatan Gratis
"Ah, itu nikmat sekali...."
"Makin ke bawah, Melissa ...."
"Terus yang itu ...."
"Ah betul itu, lebih cepat, argh....
Melissa membubut pelan rambut Adrian. Ia membuat ekspresi jijik, seakan muak dengan tingkah majikannya, "Pak, lebay banget.
Cuma pijit kepala juga!"
Ya, saat ini Adrian sedang tidur dengan kepala di pangkuan Melissa , sementara perempuan itu memijat kepalanya dari atas. Adrian sering mengeluh pusing, saat meminta dipijat, bagian kepala lah yang lebih dulu dimanjakan.
"Tangan kamu enak sekali, kenapa tidak jadi tukang urut saja untuk membayar hutang?"
Sialan ....
"Enggak ada targetnya. Paling sekali pijat cuma buat makan sehari," balas Melissa .
"Ya sudah kamu jadi tukang pijat saya aja setiap hari, nanti saya kasih uang tambahan!"
"Serius, Pak?"
"Hmm...." Adrian masih memejamkan mata, begitu menikmati sentuhan lembut tangan Adrian . "Saya mau tukar posisi!"
Adrian bangkit dari posisinya, ia menyeru Melissa untuk bangun juga. Kemudian, duda beranak satu itu merebahkan badannya dengan terlentang, sementara Melissa diperintahkan untuk duduk di tepi ranjang.
"Ayo pijat kepala saya lagi!"
Dengan mata terpejam seakan siap.
Melissa masih mematung, wajahnya sangat lugu menatap Adrian . Pria itu tampak seolah menikmati momen saat ia mempunyai pelayanan pribadi.
"Ayo tunggu apalagi Melissa ?"
Adrian pun menegur. Melissa menatap bawahnya, ia tengah membayangkan jika memijat Adrian dalam posisi seperti ini maka dadanya akan berhadapan dengan muka majikannya. Apa tidak menang laki-laki itu? Terlebih, entah hanya Melissa atau yang lain juga, ia merasa baju pekerja yang dirancang di rumah ini seperti seragam sekolah di Jepang.
"Kenapa?" Sekali lagi Adrian bertanya.
Melissa mengambil kain segitiga yang ada di nakas kamar, ia menggunakan itu untuk diikat di lehernya sehingga belahan dada yang terekspos tampak tertutup.
"Ah 'kan begini aman. Enak aja dia lihat secara gratis," batin Melissa .
Melihat aksi itu Adrian tersenyum tertahan. "Saya gak ada nafsu sama kamu, kenapa harus repot-repot?"
"Yakin?" kata Melissa menggoda.
"Kalau saya ada hasrat sama kamu, mungkin kamu sudah saya jadikan pelayan malam untuk pribadi!"
"Kenapa?" tanya Melissa dengan ekspresi sinis.
"Karena kamu masih kecil!"
"Dada saya?"
"Umur!"
Melissa cemberut, akan tetapi ia berpikir itu memiliki untung untuk dirinya. Karena dipertemukan dengan Adrian adalah solusi, hutang hampir lunas tetapi keperawanan bertahan, hanya saja ia harus menahan sabar selama bekerja karena baginya Adrian sangat menyebalkan.
"Ya sudah, cepat lanjut lagi!"
Melissa melanjutkan kegiatannya, sementara Adrian terus terpejam menikmati. Mungkin, ke depannya tangan gadis ini akan menjadi favoritnya.
"Pak, tadi calon istri Bapak ke sini. Dia gendong Chia, tapi Chia-nya gak mau!"
"Calon istri? Siapa?" tanya Adrian .
"Namanya Mauren, cakep banget!"
"Dia ke sini?"
"Iya. Apa benar dia calon istri Bapak?"
Adrian tidak tahu sama sekali jika mantan kekasihnya itu mengunjungi ke rumah, bahkan sekedar izin pun tidak ada. "Bukan !"
"Tapi, kok dia ngaku gitu?"
"Dia mantan!"
"Oh pantes, dia juga bilang begitu tapi dia bilang ke depannya bakal jadi istri Bapak!"
Baru ingin menjawab lagi, tiba-tiba Adrian membuka mata dan apa yang ia lihat membuatnya terhenyak. Jakun pria itu seketika bergerak naik turun, menatap di depan matanya sebuah benda yang begitu memesona.
Bohong jika ia berkata tidak tergoda. Spek body gadis yang beranjak dewasa ini seperti seorang model, bisa disamakan dengan Mauren. Hanya saja, tubuh Melissa lebih mungil.
"Masih kecil, tapi sudah besar!"
Melissa belum menyadari jika kaitan kain itu terlepas dari lehernya karena wanita tersebut sibuk sekali mengurut kepala majikannya.
"Melissa cukup, saya sudah mengantuk. Kamu bisa ke luar!"
"Oh, oke!"
***
Cahaya pagi sudah mulai menyusup di balik celah jendela.
Melissa terbangun dengan kondisi badan yang sedikit remuk.
Mungkin karena pekerjaannya sekarang, ia jadi lebih capek ketimbang kemarin yang hanya menghandle si kecil.
Kini, ia beranjak menuju box bayi. Di sana anak majikannya masih pulas. "Cantik banget, pasti kayak ibunya."
Ia pun beranjak untuk membersihkan diri. Seusainya, Melissa menyempatkan menengok kembali box bayi itu.
"Mumpung masih pulas, aku ke kamar bapaknya deh!"
Perempuan itu bergegas menuju kamar majikannya. Tiba di sana, kamar sudah kosong dengan kondisi berantakan. Entah disebut pembantu atau istri, Melissa bekerja selayaknya itu. Ia membereskan semuanya, sampai menyiapkan baju kerja, dan segala keperluan Adrian .
"Pa-pagi, Pak!" Melissa gugup. Ia melihat majikanya keluar dengan rambut basah dan yang menutupi tubuhnya pun hanya handuk.
"Pagi!"
"Baju sudah saya siapkan Pak, di ruang ganti!"
"Hmm." Adrian berjalan melewati Melissa , tetapi ia tiba-tiba berhenti. "Oh ya, jangan lupa tugas kamu bawakan saya makan siang nanti. Saya mau masakan kamu, bukan pembantu lain!"
"Baik!"
Merasa persiapan Adrian sudah lengkap, Melissa bergerak keluar kamar untuk melihat si kecil.
Namun karena fokusnya ke arah belakang, tiba-tiba ada sesuatu yang ia tabrak.
"Aduh, keras banget. Apaan tuh-eh!" Melissa mengusap kepalanya, ia mendongak.
Seketika tercengang melihat siapa yang ia tabrak.
"Hati-hati, Nona!"
"Ah iya, maaf!"
Pria kekar dengan tinggi melewati batas pintu, bajunya yang hitam dan berbahan kaus membuat bentuk badannya tercetak, bahkan yang Melissa tabrak adalah dada bidangnya yang begitu menonjol.
"Gila, keker banget tuh badan.
Ganteng lagi," batinnya.
Kini Melissa salah tingkah sendiri saat pria tersebut tersenyum. Namun, saat melihat ke arah lain ternyata yang sepertinya ada banyak. "Kalian bodyguard?"
"Ya, kita akan menjaga setelah ini!" jawab temannya. Yang ia tabrak tadi masih terlihat senyum ke arahnya.
"Oh ...."
***
Sudah jamnya makan siang Adrian di kantor. Melissa pun segera membuatkan makanan untuk diantar.
"Gila cakep banget bibir buatan aku!" Melissa memuji hasil hiasan makanannya sendiri.
"Buat apa Melissa untuk makan siang Bapak?" tanya Yani.
"Eh ini Mbak, aku buat omlet sama steak daging lembu, alias sapi hehe...."
"Wahh, kamu bisa tau makanan kesukaan Pak Adrian ?"
"Tau Mbak, dia yang riques. Oh ya, gimana hasil riasan makanan aku? Ini aku buat seperti muka bapak"
Seperti bekal makan anak TK.
Mungkin, itu yang bisa didefinisikan oleh Yani. "Kenapa bibir bapak jadi dower?"
"Ini seksi loh mbak bukannya dower!"
"Sudah cepat antarkan, takutnya jam makannya terlewat!"
"Oke, Mbak. Chia lagi tidur di kamar, liat-liat ya Mbak!"
"Iya!"
***
Bagi Melissa yang baru pertama kali mengunjungi perusahaan, tentu terpana melihat begitu megahnya gedung-gedung yang menjulang itu. Di dalam banyak sekali orang-orang yang berjibaku demi seonggok uang.
"Ini cita-cita ayahku banget bisa kerja di tempat begini!"
Melissa segera menindaki kakinya ke dalam perusahaan tersebut yang di mana ia diantar oleh salah satu pekerja di sana.
Tiba di ruangan pimpinan, ia melihat para bodyguard tadi sedang berjaga. Namun, kala itu Melissa mengurungkan dirinya untuk memasuki ruangan.
"Sudah ada nona Mauren yang membawakan makan," gumamnya.
Bersambung ~