Sembilan tahun yang lalu mas Alfan membawa pulang seorang gadis kecil, kata suamiku Dia anak sahabatnya yang baru meninggal karena kecelakaan tunggal.Raya yang sebatang kara tidak punya sanak keluarga.
Karena itulah mas Alfan berniat mengasuhnya. Tentu saja aku menyambutnya dengan gembira. selain aku memang penyayang ank kecil, aku juga belum di takdirkan mempunyai anak.
Hanya Ibu mertuaku yang menentang keras keputusan kami itu. tapi seiring waktu ibu bisa menerima Raya.
Selama itu pula kehidupan kami adem ayem dan bahagia bersama Raya di tengah-tengah kami
Mas Alfan sangat menyayangi nya seperti anak kandungnya. begitupun aku.
Tapi di usia pernikahan kami yang ke lima belas, badai itu datang dan menerjang rumah tanggaku. berawal dari sebuah pesan aneh di ponsel mas Alfan membuat ku curiga.
Dan pada akhirnya semua misteri terbongkar. Ternyata suami dan anak ku menusukku dari belakang.
Aku terpuruk dan hancur.
Masih adakah titik terang dalam kemelut rumah tang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Muak dan jijik melihat mereka, ingin rasanya segera lenyap dari rumah itu. Tapi akal sehatku melarang. Kalau sampai itu aku lakukan, mereka akan menang dan menguasai rumah ini.
"Bagaimana? Kau mau terima Raya sebagai madu atau pergi dari sini? Tapi ingat, aku tidak pernah menceraikan mu." ucap mas Alfan.
"Kenapa tidak kau ceraikan saja, Fan?" ibu terdengar kesal. Dia tidak sabar melihatku pergi dari rumah ini.
"Tidak, Bu. Itu akan mengundang pertanyaan orang-orang. kalau dia tetap disini paling tidak mereka berpikir kalau aku menikahi Raya karena ingin punya keturunan."
Ibu mengangguk pelan.
"Kau benar.. Jangan sampai para tetangga menghujat kita."
"Kau dengar, kau masih bisa tetap tinggal disini tapi jangan ikut campur masalah keluarga ini lagi." suara ibu tegas.
Mereka meninggalkan ku yang hancur dan tidak berdaya.
Semalaman aku menangis. tidak pernah menyangka begini akhirnya. Rumah tangga yang ku bina atas dasar cinta dan ketulusan harus kandas karena pengkhianatan mas Alfan. Aku juga tidak tau harus mengadu kepada siapa lagi, aku hidup sendiri sejak kecil sama seperti Raya. yang ku miliki hanyalah Fajar dan Viona. Mereka adalah sahabat ku dan mas Alfan. kami berempat adalah teman baik sejak masa sekolah.
Tapi tidak enak menghubungi mereka malam-malam begini. Akhirnya ku telan sendiri suka yang sedang ku alami.
Malam serasa begitu panjang untuk menjemput pagi. Karena kelelahan menangis akhirnya aku tertidur.
Pagi harinya, aku terbangun karena perut yang keroncongan. Perlahan bangun dan bermaksud ke dapur. Mata melihat keharmonisan mereka saat sarapan bersama. sama sekali tak perduli denganku yang kelaparan sejak semalam.
Ketika melihat kedatanganku, mereka justru langsung bangkit. Melihatku seperti melihat kuman mematikan saja.
Tidak ada apapun yang tersisa di meja makan.
"Kalau kau ingin sarapan, buat sendir." suara ibu terdengar sinis.
ku pandangi piring yang berserakan. Ada bekas pepes ikan yang tinggal tulangnya saja.
rupanya mereka memesan makanan dari luar.
Huek..! Huek .!
Raya berlari ke kamar mandi dengan menutup mulutnya.
Ibu dan mas Alfan bergegas menghampirinya.
"Cepat ambilkan minyak kayu putih...!" perintah ibu.
Mas Alfan tergopoh mengambilnya.
Aku terpaku di tempatku.
Sebagai wanita dewasa, naluriku mulai tidak enak.
Mas Alfan menggosok kaki Raya atas perintah ibunya. Sangat jelas terlihat dia khawatir melihat wajah Raya yang pucat pasi.
"Dia kenapa, Bu?" tanyanya khawatir.
'Mungkin masuk angin. Sebentar juga sembuh. Tidak perlu khawatir." jelas ibu.
Dengan cepat aku membuntuti ibu yang berjalan ke dapur.
"Bu, apa ibu tidak merasa aneh dengan keadaan Raya?" tanyaku hati-hati. Walau hatiku masih marah, tapi tak tahan melihat keadaan ini.
"Apa maksudmu? Jangan membuat kekacauan." sergahnya kesal.
"Raya hamil.." ucapku datar.
Ibu yang semula cuek jadi berbalik menatapku.
"Ha-mil? mana mungkin secepat itu?" ucapnya pelan seolah bergumam.
Secepat itu? Maksud dari ucapan itu adalah ibu tai kalau mereka sudah berhubungan dari awal. Dan suara aneh di kamar ibu malam itu adalah persekongkolan mereka dalam menipuku.
"Ibu tau hubungan haram mreka..."
"Eeh, jaga mulutmu, jangan asal menuduh." jawabnya tidak suka.
"Jujur saja, ibu punya andil dalam hubungan terlarang mereka, kan? Ibu merestuinya. Kenapa, Bu?
Dia terdiam.
"Apa ibu tidak berpikir apa akibatnya? ini hubungan terlarang, Bu. Apa kata orang kalau Raya hamil oleh ayahnya sendiri?"
"Kau banyak bicara..! Bagaimanapun Raya lebih baik darimu. Dia bisa punya anak sedang kau?" Dia pergi meninggalkan ku dengan wajah ketusnya.
Aku tidak habis pikir, ibu membenarkan perbuatan mereka. Dia bangga kalau Raya benar hamil walaupun lewat jalur instan.
Karena tubuhnya semakin lemah, Mas Alfan membawanya ke bidan terdekat.
Diam-diam aku ikut tak sabar menanti kabar dari mereka.
Semoga saja Raya benar cuma masuk angin biasa.
Pulang-pulang nya Raya terlihat menangis, Mas Alfan mencoba membujuknya.
"Kenapa dia?" ibu menyongsong mereka.
"Raya ha- mil, Bu.. Dia takut ibu akan marah dan mengusir kami." jawab mas Alfan ragu.
Bagai petir menggelegar saat ku dengar kabar itu. Raya hamil anak mas Alfan, suamiku sekaligus ayah angkatnya.
Bukannya kaget, ibu malah terlihat gembira.
"Bagus, dong. Itu yang kita inginkan, bukan?"
Mas Alfan dan Raya bengong tak mengerti.
Mereka pikir ibu akan marah , tapi nyatanya malah gembira.
"Kenapa? Kalau Raya hamil anak mu itu berarti ibu tidak perlu mencarikan calon lain buat mu" ucapnya di luar dugaan.
"Dan Itu artinya ibu menerima Raya sebagai istriku?" Tanya mas Alfan penuh harap.
"Sudah, jangan bahas itu. Yang penting lahirkan cucu buatku, siapapun orangnya ibu tidak perduli." jawabnya acuh.
"Dan untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, sebaiknya kaliansegera menikah."
Hatiku tercabik mendengarnya. Sedang mas Alfan mengangguk setuju.
Sama sekali tIdak ada rasa menyesal dan iba kepadaku. Dia sudah lupa akan semua kenangan indah kami selama ini.
***
Pernikahan mereka berlangsung diam-diam.
Tidak pernah ku bayangkan ini terjadi pada Raya. Seharusnya dia menjadi pengantin yang cantik dengan perayaan yang megah dengan pangeran pilihannya. Tapi lihatlah.. semua berlangsung secara sembunyi-sembunyi.
"Kau tidak boleh bertingkah. Bila penghulu bertanya, kau harus bilang kau setuju aku menikah lagi." mas Alfan mengancamku.
Aku terpaksa mengiyakannya.
Bayangkan remuknya perasaanku saat harus menyiapkan pernikahan suamiku sendiri. Itupun dengan anak ku.
Tak bisa ku sembunyikan air mata ini saat mas Alfan mengucap ijab kabul di hadapanku tapi dengan orang lain
"Tari, kau harus pindah ke kamar lain. Kamar ini akan ku tempati bersama Raya." sekali lagi mas Alfan memaksaku untuk mengalah
"Oh, ya.. Jangan lupa dihias ya.. Ini adalah malam pengantin kami. maaf aku harus mengatakan ini, tapi ini kenyataan nya. Aku mencintai Raya." dia tersenyum tanpa perasaan.
"Tunggu saja, Mas. Semua perbuatanmu ini akan ada balasannya." jawabku perih.
"Jangan mendoakan yang tidak-tidak Tari, harusnya kau bersyukur. Kau bisa berbagi suami dengan orang yang kau sayangi. Bukan orang lain. Dan aku akan punya anak dari Raya, itu berarti kau juga bisa mengasuhnya. Kapan lagi kau punya kesempatan ini?"
"Kau picik..! Lihat saja, seluruh dunia akan menghujatmu, semua orang akan menjauhi mu termasuk orang-orang dekatmu."
Dia menarik tanganku dengan kasar.
,"Apa salah ku hingga kau sebenci itu? Apa karena aku menikah lagi? Agama saja membolehkan nya." ucapnya lantang.
"Yang salah caramu dan dengan siapa kau melakukannya. Raya masih enam belas tahun. Itupun anak mu sendiri. Apa kau tidak malu?" suaraku tak kalah keras.
"Raya bukan anak kita. Dia hanya kita asuh karena simpati. Sama saja dengan orang di luaran sana." dia berkeras dengan pendapatnya
"Terserahlah, kau sudah buta karena nafsu...!"
Aku malas berdebat lagi.
"Sebaiknya begitu, kau menurut apa kataku , karena bagaimanapun kau sangat mencintaiku. Iya, kan?"
Cih..! Cinta? Dia pikir aku bertahan karena cinta. Aku hanya ingin mendapatkan hak ku saja.
Saat aku sedang membenahi kamar baru ku.
Raya lewat dan berhenti lalu menghampiriku.
"Bu, aku minta maaf." ucapnya tersendat.
"Untuk apa kau minta maaf, kau sudah melakukannya." jawabku dengan hati pilu.
Dia terdiam.
"Sebenarnya apa sih yang kau lihat dari mas Alfan? Apa kurangnya Nizam yang tulus padamu."
"Aku juga tidak mengerti. Yang aku tau aku suka pada ayah. aku mulai mengidolakannya saat melihat bagaimana dia memperlakukan ibu. Maaf, ibu." ucapnya jujur.
"Sudahlah, Ray, aku tidak kuat melihatmu di depanku. Rasanya ingin muntah." aku sengaja membelakanginya.
Dia berlalu dengan diam.
Aku yakin mas Alfan sudah memanfaatkan keluguan nya.
Tapi apapun alasannya Raya tetap lah Raya yang tidak tau diri.
💞💞.
.