NovelToon NovelToon
Against All Odds

Against All Odds

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Romansa / Menjadi Pengusaha
Popularitas:415
Nilai: 5
Nama Author: D.harris

Bian, seorang pria berusia 30-an yang pernah terpuruk karena PHK dan kesulitan hidup, bangkit dari keterpurukan dengan menjadi konten kreator kuliner. kerja kerasnya berbuah kesuksesan dan jadi terkenal. namun, bian kehilangan orang-orang yang di cintainya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D.harris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pernyataan Cinta

Bian menarik napas dalam-dalam. Inilah saatnya. Setelah sekian lama menyimpan perasaan, ia tahu bahwa malam ini adalah waktu yang tepat.

“Nada,” katanya, suaranya terdengar sedikit bergetar. “aku suka sama kamu.”

Nada terdiam, menatap Bian dengan mata lebar.

“aku tahu mungkin ini terlalu cepat, tapi aku bener-bener nggak bisa bohongin perasaanku. Kamu spesial buat aku. Dan aku cuma mau kamu tahu itu,” lanjutnya dengan tulus.

Hening sejenak. Hanya suara keramaian alun-alun yang terdengar di sekitar mereka.

Nada akhirnya tersenyum lembut. “mas bian… aku nggak nyangka kamu bakal bilang ini. Tapi jujur aku juga ngerasain hal yang sama.”

Bian terpaku sejenak, memastikan ia tidak salah dengar. “Beneran?”

Nada mengangguk, pipinya memerah. “Iya. aku juga nyaman sama kamu. aku suka sama cara kamu menghargai aku,  cara kamu cerita, dan… semuanya.”

Bian tersenyum mendengar perkataan nada. hatinya berbunga-bunga.mereka lanjut ngobrol tentanga banyak hal. Sampai tiba waktunya pulang, bian mengantar nada kembali ke kosnya. Malam itu, mereka pulang dengan hati yang lebih hangat dari wedang ronde yang mereka minum. Bian merasa seperti menemukan kembali alasan untuk tersenyum dan berjuang, sementara Nada merasa bahagia bisa menemukan seseorang yang memahami dirinya.

 

......................

Sudah seminggu lebih Nada tidak muncul di kedai kopi. Bian merasa ada yang aneh. Ia mencoba menghubunginya lewat telepon dan pesan, namun semuanya tidak mendapatkan balasan.

Awalnya Bian berpikir mungkin Nada sedang sibuk dengan tulisannya. Namun, semakin lama ia merasa khawatir. Nada bukan tipe orang yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Akhirnya, Bian memutuskan untuk mengunjungi kos Nada. Setelah bertanya pada ibu kos, ia diizinkan menemui Nada di kamarnya.

Pintu kamar kos Nada terbuka perlahan. Nada terlihat berbeda dari biasanya. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat, dan matanya sembab seperti habis menangis. Ia bahkan tidak mengenakan riasan seperti biasanya.

“Nad, kamu nggak apa-apa?” tanya Bian dengan nada penuh kekhawatiran.

Nada mengangguk kecil, tapi tidak berani menatap Bian. “Aku Cuma… lagi nggak enak badan,” jawabnya pelan.

“Tapi kamu nggak pernah kayak gini sebelumnya. Aku khawatir. Kamu mau cerita?”

Nada menggeleng. “mas bian, aku lagi nggak mau ketemu siapa-siapa. Maaf kalau aku nggak balas pesan atau telpon kamu.”

Bian terdiam, tapi ia tidak ingin memaksa. “Kalau gitu, gimana kalau kita keluar sebentar?  Udara segar mungkin bisa bikin kamu lebih tenang.”

Setelah beberapa detik hening, Nada akhirnya mengangguk lemah.

Di Sebuah Kafe mereka duduk di sudut sebuah kafe kecil yang tenang, jauh dari keramaian. Bian memesankan minuman hangat untuk Nada, sementara ia hanya memandanginya, menunggu Nada merasa cukup nyaman untuk berbicara.

Setelah beberapa teguk, Nada menghela napas panjang. “Maaf, aku kayaknya bikin kamu khawatir.”

“Nggak apa-apa, Nada. Aku Cuma pengen tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu nggak sendirian, kok,” kata Bian lembut.

Nada terdiam sejenak, lalu mulai bicara.

 “Aku punya masalah, mas. masalah yang nggak semua orang bisa ngerti.”

Bian menatapnya penuh perhatian. “Masalah apa? Kamu bisa cerita ke aku.”

Nada mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Aku punya penyakit mental, mas. Aku didiagnosis depresi dan bipolar sejak beberapa tahun lalu.”

Bian tertegun, tapi ia tetap tenang. “Oh…” adalah satu-satunya kata yang keluar dari mulutnya saat itu.

Nada melanjutkan, suaranya bergetar. “Keluarga aku itu… hancur. Orang tua aku bercerai waktu aku masih kecil, dan aku tinggal sama ibu yang selalu sibuk kerja. Aku tumbuh sendiri, merasa nggak diinginkan. Kadang aku bisa ceria, penuh semangat. Tapi di lain waktu, semuanya terasa kosong. Gelap.”

Matanya mulai berkaca-kaca. “Beberapa hari terakhir ini, rasa itu datang lagi. Aku nggak punya tenaga untuk apa-apa. Bahkan buat keluar kamar aja berat.”

Bian merasa hatinya tersayat mendengar pengakuan Nada. “Kenapa kamu nggak bilang dari awal?” tanyanya pelan.

Nada tersenyum tipis, penuh kepedihan. “Aku takut kamu nggak bisa nerima aku. Siapa sih yang mau sama orang yang punya masalah kayak aku?”

Bian meraih tangan Nada yang gemetar di atas meja, menggenggamnya dengan lembut. “Dengar, Nada. Semua orang punya masalah. Dan aku nggak akan ninggalin kamu Cuma karena kamu lagi berjuang sama diri mu sendiri.”

Nada menatap Bian dengan mata basah. “Kamu nggak ngerti, mas. Ini nggak mudah. Kadang aku bisa jadi orang yang nyebelin. Kadang aku bahkan nggak bisa kontrol diri sendiri.”

“Aku nggak peduli seberapa sulit itu, Nad. Kalau kamu mau, aku bakal ada buat kamu. Aku nggak akan ninggalin kamu sendirian.”

Air mata mulai mengalir di pipi Nada. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya, yang tidak takut menghadapi sisi gelap dirinya.

“Terima kasih, mas bian,” ucapnya lirih.

Bian mengangguk. “Kita hadapi ini bareng-bareng, ya. aku janji nggak bakal ninggalin kamu ”

Bian mengantar Nada kembali ke kosnya. Sebelum berpisah, ia memastikan Nada tahu bahwa ia selalu ada untuknya.

Langkah mereka mungkin baru dimulai, tetapi kejujuran Nada dan ketulusan Bian adalah awal dari hubungan yang lebih kuat.

 

......................

Hari minggu pagi, Bian mengajak Nada untuk mendaki Gunung Merapi. Ia tahu betapa Nada menyukai suasana tenang dan udara segar pegunungan. Meski Nada awalnya ragu, ia akhirnya setuju setelah Bian meyakinkan bahwa perjalanan ini akan membuatnya merasa lebih baik.

Mereka memulai pendakian di pagi hari, ditemani oleh pemandu. Langit cerah, udara sejuk, dan semangat Bian membara. Ia membawa sesuatu yang sangat penting dalam tasnya—cincin yang akan menjadi simbol cintanya.

“Nggak nyangka ya, aku bakal mendaki gunung,” ujar Nada sambil tersenyum kecil di sela-sela langkah mereka.

“Kenapa nggak nyangka?” tanya Bian sambil menoleh.

“Karena biasanya aku lebih suka diam di kamar atau cari tempat yang nggak terlalu capek buat didatengin,” jawab Nada sambil tertawa kecil.

Bian tersenyum. “Kadang kita butuh keluar dari zona nyaman. Dan, jujur aja, ada hal penting yang pengen aku omongin nanti di atas.”

Nada menatapnya curiga. “Hal penting apa?”

“Rahasia,” jawab Bian sambil mengedipkan mata, membuat Nada tersenyum penasaran.

Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di puncak. Pemandangan indah terbentang di depan mata mereka—awan putih yang mengalir seperti ombak, pepohonan hijau, dan langit biru yang tak berbatas.

Nada menghela napas panjang, menikmati udara segar yang mengisi paru-parunya. “Ini… luar biasa. Mas bian, makasih ya udah ngajak aku kesini!”

Bian tersenyum, namun hatinya mulai berdebar. Ia tahu inilah saat yang ia tunggu-tunggu.

“Nada,” panggil Bian sambil menarik napas dalam-dalam.

Nada menoleh, matanya bertemu dengan tatapan serius Bian.

“aku udah lama mikirin ini. Aku tahu perjalanan kita nggak akan mudah, tapi aku yakin sama satu hal: aku nggak pengen jalanin hidup ini tanpa kamu.”

Nada terdiam, menatap Bian dengan mata berkaca-kaca.

Bian berlutut, mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam tasnya. Ia membuka kotak itu, memperlihatkan cincin sederhana namun penuh makna.

“Nad, will you marry me?”

Air mata mulai mengalir di pipi Nada. Ia menutup mulutnya dengan tangan, terkejut dan bingung.

“mas bian… aku nggak tahu harus bilang apa,” ucapnya lirih.

“Bilang iya,” kata Bian sambil tersenyum, meski suaranya sedikit gemetar.

Nada menggeleng pelan. “Aku… aku takut, mas. Kamu tahu aku punya penyakit. Kadang aku nggak bisa kontrol moodku. Aku nggak mau jadi beban buat kamu.”

Bian bangkit dari posisi berlutut, menggenggam tangan Nada dengan lembut. “Dengerin aku, Nad,. Aku nggak peduli kamu punya penyakit apa. Aku nggak peduli seberapa sulit keadaannya nanti. Yang aku tahu, aku pengen terus ada di samping kamu, apapun yang terjadi.”

Nada menatap Bian, melihat ketulusan yang terpancar dari matanya.

“kamu nggak sendirian, Nada. Kita bakal hadapi semuanya bareng-bareng. aku janji, nggak akan ninggalin kamu.”

Nada terisak, tetapi ia tersenyum. Hatinya dipenuhi rasa haru dan kebahagiaan.

“Aku… aku nggak pernah nyangka ada orang yang mau nerima aku apa adanya. Tapi kalau kamu yakin, aku juga mau coba.”

Bian mengangkat alis. “Itu berarti iya?”

Nada mengangguk sambil tersenyum di tengah tangisnya. “Iya, aku mau menikah sama kamu.”

Bian langsung memeluknya erat, menahan air matanya sendiri. “Terima kasih, Nada. Kamu nggak akan nyesel.”

Mereka berdiri di puncak Gunung Merapi, dengan angin yang berhembus lembut di sekitar mereka. Di tempat itu, dua hati yang pernah patah kini menemukan harapan baru untuk berjalan bersama menuju masa depan.

 

......................

Beberapa bulan setelah lamaran di puncak merapi, Bian dan Nada akhirnya menikah dalam sebuah acara yang sederhana di jogja. Mereka hanya mengundang keluarga terdekat dan sahabat. Termasuk Fendi, yang sengaja datang dari Australia untuk menghadiri pernikahan mereka.

Nada mengenakan kebaya putih yang membuatnya terlihat anggun, sementara Bian berdiri di sampingnya dengan jas abu-abu yang membuatnya tampak dewasa dan percaya diri. Di tengah acara, bian pergi menuju band pengiring untuk meminjam gitar. Ia lalu berdiri di panggung di hadapan nada dan para tamu undangan.

“ lagu ini special buat my beautiful wife, nada.” Ucap bian sambil tangannya bersiap untuk memetik senar gitar. Bian menyanyikan lagu penjaga hati-nya nadhif basalamah.

“kan ku arungi tujuh laut samudera,

Kan ku daki pegunungan himalaya

Apapun kan ku lakukan tuk dirimu sayang,

Oh penjaga hatiku,

Karna bersamamu semua terasa indah,

Gundah gulana hatiku pun hancur sirna

Janji ku tak kan lepas wahai kau bidadariku dari surga

Tuk selamanya….”

Nada terharu melihat bian bernyanyi untuknya. Setelah bian selesai bernyanyi, nada lalu berjalan menuju kearah bian, mereka berciuman di iringi riuh tepuk tangan para tamu undangan.

 

1
Girl lạnh lùng
Thor, jangan bikin pembaca gatal gatel nunggu update ya!
Fiqri Skuy Skuy
Pesan moralnya sangat berbekas di hati. 🤗
Khansa_nana_jennie22
Penulisnya punya keahlian khusus dalam menciptakan atmosfir.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!