[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy
Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.
Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.
Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.
-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Tebus
..."Kepingan dikumpulkan, lembar diselipkan pada surat bertanda tangan materai untuk mengenali tanda sah. Pada kala itu, pertemuan sudah engkau nantikan." - Surai....
Mata ditutup, tangan diikat, kaki, pinggang dirantai kuat dalam kurungan besi. Suara berteriak, ricuh, gema suara terus terdengar seberapa jauhnya kurungan besi itu berjarak. Dalam gelapnya penglihatan yang dia bisa lihat, ada sinar sedikit panas yang meneranginya mungkin. Mata sebelahnya sudah ditutup dengan penutup mata bergantung berlian juga emas. Kalung emas, anting-anting, sepatu juga celana pendeknya meminta ampun. Dipaksa untuk tertunduk.
Coin sudah tidak tahu mana siang dan malam. Yang dia tahu, hanyalah keadaan dimana dia dibawa sejam yang lalu, kemudian dibersihkan tubuhnya oleh dayang. Dipoles wajahnya juga menutupi segala kecacatan dengan emas, perak. Sedangkan, Tian dibawa ke ruangan lain.
Penciuman tajam menghirup sebuah asap tembakau. Berisik sebuah kantong plastik dia dengar juga. Setelah banyak berbincang Coin dipindahkan menuju ruangan. Menduga bahwa ruangan itu adalah sumber suara riuh. Banyak gelak tawa yang berjajar mengelilingi tubuhnya.
"Selanjutnya, kami memiliki barang yang sedikit istimewa namun sayang memiliki kecacatan ditubuhnya. Salah satu matanya tergores benda tajam sehingga membuat lelaki ini buta sebelah."
Coin menyadari jika dia berada disebuah pelelangan manusia. Setelah dibeli maka dengan seenaknya diangap sebagai boneka. Seorang wanita dengan kostum kelinci membuka penutup mata Coin. Mampu dia saksikan ratusan pedagang sedang melihat dirinya. Aula yang luas dengan mulut ratusan tajam bisa diam tanpa kata. Sunyi senyap seakan sepi penghuni. Inilah yang dianggap sebagai waktu emas dalam pelelangan. Juga sempat melirik lelaki tadi, suara lelaki yang dengar Coin juga tidak memiliki pengeras suara.
Perlahan tirai terbuka dan menunjukkan angka nol. "Bagusnya dibuka dari berapa koin suci?" Lelaki dengan topeng setengah itu berjalan menuju tirai. Lalu menempatkan angka 10.
"Pelelangan dimulai!"
Sunyi yang Coin terima, tidak ada yang akan membeli. Beruntungnya saat ini.
"Tubuhnya bagus, tidak ada cacat. Bisa memainkan segala alat musik, penurut." Lelaki itu kemudian berujar lagi.
Seorang bangsawan melambaikan tangannya. "50 koin suci."
Angka yang cukup lumayan untuk membeli kereta kuda sekalipun. "Apakah ada penawaran?"
"55 koin suci."
"Hoi, mau kau apakan lelaki di sana?"
"Dia bilang bisa bermain musik. Itu akan indah dengan kehausan." Lelaki yang menyebutkan 50 koin suci terkekeh.
"60 koin suci."
"65"
"70"
"71"
"73"
"150 koin suci dan serahan lelaki itu kepadaku." Seorang bapak dengan tongkat ditangannya berjalan pelan menuruni kursinya. Semua yang ada diarena hanya merinding melihat betapa mahalnya lelaki cacat yang sudah dibeli.
"Hoho, Tuan yang di sana memasang harga yang sangat mahal. Apakah ada yang menawar?"
Semenit dua menit berlalu dan pada akhirnya menetapkan lelaki itu sebagai pembeli. Koper sudah diletakkan secara sembarangan di atas panggung. Tentu saja didalamnya terdapat uang 150 koin suci.
Coin dilepaskan ikatan tangan dan kakinya. Hanya ikatan yang berada dipinggang yang masih bertengger. Dengan dua pengawal besar, Coin dibimbing menuju sebuah kereta kuda mewah. Sejenak dia melihat kurungan besi yang membawa Tian.
Sejenak mendengar lelangan Tian yang mencapai ratusan koin suci.
"Siapa yang akan melewatkan keturunan Regen. Tetapi, mereka tidak menyebutkannya."
Tidak akan pernah menyangka ada wanita bergaun merah yang menyaksikan sebuah pelelangan. Diam barang sejenak, lalu berpura menawar. Hanya ingin mengetahui sebuah perjalanan uang. Melihat lelaki dengan mata rubah membuatnya tertarik. Mengingat lelaki itu datang bersama peserta sebelumnya membuat urung niatnya. Wanita itu pada akhirnya meninggalkan tempat pelelangan dan menatap kepergian kereta kuda dari jauh.
...***...
Ada bayi yang selalu menangis dalam guyuran hujan siang itu. Awan gelap senantiasa menemaninya sampai kedinginan, menggigil, membiru juga harapan untuk hidup. Suranya kencang, tidak terkira akan teredam oleh air hujan yang turun. Barulah ketika matahari menyingsing bayi itu tidak nampak ceria kembali.
Pedagang kayu dengan kaki lumpuh satu berjalan perlahan disamping bukit. Satu per satu dia ambil kayu bakar untuk dijaja. Suara asing menyapa indra pendengarannya. Itupun sudah bertahun-tahun silam, masih menjadi cerita indah diantara ayah dan anak. Mata lelaki cacat melebar sempurna. Bayi yang terbuang diantara tumpukan tanaman tinggi menjulang menutupi tubuh mungilnya. Diletakkannya kayu lalu berlari mengejar suara tangis lemah.
"Hei, jangan menangis. Kasihannya kamu."
Angin berembus membuat lelaki itu terbatuk. Setelah dia mengerti tanaman yang ditanam disekitaran bayi itu adalah lautan tanaman opium. Papaver Somniferum yang banyak dicari oleh orang. Tumbuh subur menjalar dalam luasnya hektaran tanah.
Lelaki itu membuka surat yang sudah basah tintanya.
"Pewaris kekayaan kami ada dianak ini."
Juga bersama dengan surat kepemilikan yang ditanda tangani oleh cap tangan bayi.
Senyuman berada dalam wajah lelaki tua. Hektaran opium itu adalah milik bayi yang baru saja lahir seminggu lalu. Dengan cepat mengangkatnya lalu membawa kerumah yang berjarak puluhan kilometer. Menyelamatkan anak bayi itu akan memberikan keuntungan tiada kira.
"Aku akan menjadi ayahmu mulai sekarang."
Hingga pada akhinya menjadi orang paling bergengsi, terkaya, paling dibutuhkan oleh semua orang, rumah sakit, pusat kesehatan. Hanya dengan berbekal anak yang paling dia manja sampai sekarang sudah menjadi dokter hebat.
Lelaki berjalan pincang menatap tajam lelaki baru saja dia beli. "Siapa namamu?"
"Coin Carello," jawab Coin enteng.
"Aku mengambilmu karena kamu memiliki hal serupa denganku. Aku juga cacat dan membawa kebanyakan orang menuju rumah mereka." Tuan itu menoleh saat sudah sampai pada gerbang panti asuhan.
"Namaku Dong Bond. Semua orang yang ada di sini memanggilku Tuan Bond."
Perlahan dia menuruni kereta kuda lalu membuka pintu untuk Coin. Siapa yang akan percaya akan keramahan cinta lelaki bodoh itu? Mendapatkan anak cacat dipelelangan? Ada anak dijalanan yang meminta bantuan sama sekali tidak lirik.
Manusia memang menyedihkan.
"Lelaki bodoh itu memiliki tujuan lain di dalam panti asuhan."
Mata Coin tertuju dalam megahnya Panti Asuhan Sayap Tuhan. Tidak ada kata mewah selain untuk menggambarkan panti itu. Ada beberapa anak yang setia belajar untuk menambah wawasan. Ada juga anak yang tidak sengaja tertidur di atas bukunya. Ada anak yang terus menerus membawa selang oksigen. Beberapa perawat yang minim jumlahnya sibuk mengurus bayi-bayi yang ada. Menurut Coin, panti asuhan mirip dengan kumpulan orang aneh.
"Perkenalkan dirimu besok. Hari sudah malam."
"Tuan Bond sudah datang, kami menyiapkan air hangat jika berkenan." Salah satu perawat menunduk.
"Tidak, berikan saja kepada Coin." Tuan Bond menunjuk Coin. "Perkenalannya besok bersama anak-anak. Sekarang istirahat saja," pinta Tuan Bond.
“Baik Tuan Bond.” Salah satu perawat kini membimbing Coin untuk masuk ke dalam. Tertuju dengan berbagai kalung emas dan perhiasan yang dia bawa. “Apakah kamu dari bangsawan?”
Coin melihat bagaimana Tuan Bond yang mengancamnya di kereta. Perkara identitas harus disembunyikan.
“Begitu adanya.”
“Kamu bisa memanggilku Paula. Di Panti ini ada dua pengasuh saja. Dan beberapa pekerja bersih-bersih. Mereka yang sudah dewasa membantu anak-anak guna meringankan pekerjaan kami.”
Perawat itu berhenti di depan pintu dan membuka kuncinya. “Tuan Bond sudah menyatakan jika dia akan membawa orang baru maka dia menyiapkan ruangan. Kamu akan tidur bersama dengan beberapa anak panti. Hanya kamar ini yang belum penuh."
Paula membuka pintu kamar. Bergegas keduanya masuk. Kamar sederhana yang kecil. Terlihat jarak diantara satu dengan lainnya hanya 2 meter.
“Terima kasih Nona Paula.”
“Panggil aku nama saja. Aku berusia 21 tahun.”
Coin meringis. “Aku masih 13 tahun.”
“Hah!” teriak Paula tanpa sadar. Segera dia menutup mulutnya sendiri. “Padahal kamu sudah sangat dewasa.”
Coin hanya mengangguk. Dengan begitu Paula meninggalkan ruangan. Berbaring sejenak menikmati rundungnya malam. Selalu malam yang dia sukai. Mengapa demikian? Karena disana ada yang selalu melihat tingkahnya. Bulan yang bertengger, bintang yang menyeru juga angin mengejek.
Begitulah kehidupan yang dia inginkan?
Tidak.
Karena pagi tidak senyaman dia menginjakkan kaki dalam agensi surga menjijikkan itu.
Menggeliat. Melihat menipisnya pakaian yang dia punya. Coin hanya disediakan 5 setel pakaian. Mungkin harus bekerja jika mendapatkan satu.
Tidak ada yang aneh dengan panti asuhan ini. Sedangkan, pemikirannya masih tertuju kepada Tian dengan segala keadaannya.
Coin melihat dengan jelas bagaimana Tian dibawa oleh seseorang dengan jas putih. Seakan seorang dokter.
Setidaknya pukul tujuh pagi akan ada sarapan untuk semua penghuni panti. Coin mengedarkan seluruh pandangannya. Ibarat bisa mengatakan
Semua barang cacat ada di sini.
Sudah sepagi itu salah satu perawat tidak dia kenali datang menghampiri Coin. Menepuk tangannya guna mendiamkan semua penghuni.
“Selamat pagi,” sapa perawat itu.
“Selamat pagi,” sapa semua panti.
Dengan senyum cerahnya. “Hari ini kakak Zeta akan memperkenalkan salah satu anggota baru kita. Dia bernama Coin Carello. Silakan berkenalan dengannya.”
“Salam kenal kakak Coin,” riang mereka menyambut.
Yang paling menonjol dari semua anak adalah dia yang duduk jauh di belakang sembari membawa oksigennya ke mana saja dia gendong.
“Salam kenal semuanya.” Entah apa yang Coin akan sampaikan dia juga tidak mengerti.
“Namaku Zeta. Kamu bisa berkenalan dengan banyak orang jika ingin ya. Kembali ke kursimu dan akan dibagikan sarapan.
Coin sempat melihat tatapan anak pembawa oksigen. Sepertinya sangat tersiksa.
“Hai,” sapa Coin kikuk.
Gadis itu hanya menoleh melihat sembarang arah. Coin menyadari jika dia tidak bisa fokus melihat. Makanya memiringkan kepalanya untuk mencari fokus.
“Salam kenal,” suaranya begitu kecil sampai Coin harus terfokus mendengarkan. “Namaku Ara,” jawabnya.
“Salam kenal.” Coin tersenyum.
Begitulah pagi yang membosankan.
Namun, mungkin tidak bagi lelaki yang selalu penasaran dengan barang yang ada dikamarnya. Hitam sedikit corak merah juga coklat. Mata rubahnya masih memicing melihat semua barang unik.
Kamar yang dia dapati sungguh membosankan. Tidak ada apapun selain almari dan kasur.
Setelah dilelang dengan harga tinggi, Tian berakhir dengan seorang Tuan Poppin, enah apa pekerjaan yang dia miliki. Tidak ada jendela. Tidak ada fentilasi. Sepenuhnya hanya pintu kaca dibuka sedikit untuk mengontrol udara.
Suara langkah kaki membuyarkan Tian. Lelaki yang membawa Tian menuju rumahnya muncul. Malam ini masih sedikit pagi seharusnya dia meninggalkan Tian.
“Kamu mengatakan jika aku bisa beristirahat.”
“Ya,” jawabnya.
Kehidupan mewah yang dimiliki oleh Tian sementara. Mungkin. Lelaki yang dia tahu sebagai Poppin Gabriela, yang dia tahu sebagai lelaki yang membawanya.
Tian mengabaikannya menarik selimutnya laku bersantai seperti halnya anak pada umumnya.
“Bawa dia!” perintah Poppin.
Kedua lelaki berjalan yang berada dibelakang Poppin kini menyeret tubuh Tian. “Aku bisa jalan sendiri!” Tian mendengus sebal.
Berjalanlah Tian menuju lorong putih dengan dinding bertabur emas. Tian diberikan pakaian berwarna putih bersih dengan tali di belakangnya.
“Apakah lelaki ini melakukan penelitian ilegal?” hanya sebuah perasaan yang Tian lontarkan. Benak yang menelisik itu memiliki firasat baik.
Dibaringkannya Tian dalam meja operasi. Semua peralatan sangat bersih. Beberapa kali Poppin melihat tubuh Tian. “Anak ini memiliki keistimewaan.”
Tian hanya berpasrah melihat lelaki itu terus meracik obat. Tidak ada yang bisa dia lakukan selagi menerima. Jika begitu, ada sesuatu yang harus diselidiki dari lelaki itu.
Tuan Poppin mengurungkan niatnya. Dilihatnya mata Ruby yang selalu menawan. “Jika kamu bisa memberikan sesuatu untuk kami. Tapi apa yang bisa dia berikan?”
“Penelitian yang dilakukan kemarin juga gagal,” celetuk lelaki yang masuk ke dalam ruangan berjalan pincang dengan tongkat kayunya.
“Tuan Bond. Sudah lama tidak berjumpa.”
Berpelukannya lelaki yang lama tidak bersapa. Tian dilepaskan. Dibawa menuju kamarnya kembali dan melepas baju yang diberikan olehnya 15 menit yang lalu.
“Bagaimana jika kita berbicara mengenai penelitian kemarin.”
Tian dapat melihat lelaki itu berkeringat cukup banyak. Mungkin serangan panik sudah dia dapatkan.
“Makhluk apa yang kamu ciptakan. Dia manusia lemah dengan tabung oksigen.”
Samar Tian mendengar pembicaraan itu. Menoleh kepada dua manusia yang membawanya. Msing-masing dari mereka memiliki sebuah tanda khusus. Di lengan sebelah kanan. Berupa nomor yang mungkin Tian tahu dimulai dari nol. Satu kata yang terucap dalam ilmuan gila, dia menyebutkan sebuah nama. Ara.
Tian melewati jalan yang berbeda dengan awal dia dibawa dalam ruangan. Dalam lorong yang ditemani oleh lampu temaram, ada ratusan pintu yang diurutkan. Mulai dari 0-5, 6-10, 11-15 dan seterusnya hingga pada ujung nomor 25. Namun, hanya beberapa kamar saja yang menyala.
Tian dipindahkan dalam sebuah kamar dengan tanda dengan angka 01. "Mulai sekarang ini adalah kamarmu." Seorang penjaga dengan nomo 00 di depan dadanya bersuara.
"Aku tidak ditempatkan dalam ruangan indah tadi?"
"Itu untuk pendatang," jawabnya kecut.
Dilemparkannya Tian ke dalam ruangan itu. Cukup mengesankan ketika mendapati benda yang mirip dengan rumah. Walau hanya ada kasur dan almari saja. Rak, meja bahkan alat tulis tidak ada. Buku atau kertas apapun semuanya tidak berada. Jendela apalagi. Setiaknya lebih bagus daripada tidur di gubuk.
Picik tetaplah picik. Dikeluarkannya sebuah pena dan buku dari Tian mengambil ruangan pendatang. Tian telah diajarkan banyak hal di kemiliteran. Bagaimana bertahan hidup dari siksa dunia. Untuk saat ini yang hanya dia lakukan adalah bertahan, mencari informasi, menyusup, dan memberontak. Tian menyadari betapa menyedihkannya hidup dinegeri orang dimana kita tidak diijinkan untuk saling menyakiti atau menyerang.
Tian membungkus surat selesai dia tulis. Menggunakan cahaya kemilauan hijau berada diatas tangannya. Memanggil beberapa kunang-kunang yang berada diluar sana. Tian melihat sebuah pandangan jika tempat yang dia tinggali sekarang berada sedikit jauh dari Kota. Tetapi, ada bangunan menjulang di depan bangunan ini. Seperti nama sebuah Panti, Panti Asuhan Sayap Tuhan.
Perlahan ada semut yang datang menggembol dari Tian menyalakan sina hijau. Semut itu sekaan membentuk pasukan berkerumun di depan Tian. Tian menyerahkan surat itu dan dibawa oleh mereka menuju luar bangunan.
Menuju pulau yang paling berkabut sepanjang sejarah. Pulau Arash.
Dari pesan sang semut sampai kepada gagak cepat terbang membelah angkasa. Dari sang agak turun berpindah tangan menuju lumba-lumba, dari sanalah hiu besar membawa surat menyala kehijauan. Dari sang kepiting pantai membawa sampai daratan. Lalu berpindah tangan sampai menuju Ceetah. Sampailah kepada kuda bersurai perak yang membawa pesan menuju sebuah Tuan yang masih menangisi kehidupan mengerikan.
Seang lelaki masih remaja melihat sebuah peradaban Kota yang baru saja akan terbentuk. Meredam semua trauma yang penjajah berikan dalam sebuah kabut senantiasa menghiasai dunia mereka. lelaki berusia 13 tahun itu kini menuruni bukit. Setelah puas melihat pejajah sedang memperbudak mereka yang tidak selamat. Hatinya sangat rapuh kala itu. Rsa ingin marah namun, apa hanyalah apa.
Pemilik pulau sudah berkehendak.
"Tuan Baron?" Seorang dengan seragam penjaganya asih setia berdiri menungu dirinya di bawah bukit. "Aku sudah menerima sebuah surat dari Tuan Muda Regen bahwa kita harus mendobrak militer. Mempersiapkan dalam empat tahun lamanya."
"Baik Tuan Baron."
Lelaki itu melihat ribuan rumah peri yang menyala dari sudut matanya. Ada satu peri yang sering bermai dngan Tian, bersayap biru itu melambaikan angannya. Seakan tidak tahu apa yang dialami oleh Kota yang musnah.
...***...
"Mungkin ini terakhir kalinya aku berkirim surat denganmu, Baron. Jalur perdagangan sudah ditutup menuju Pulau Arash. Aku mengirimkan kekuatan terakhirku untuk menjaga kamu dan hutan. Kekayaan Regen yang sesungguhnya tidak pernah diketahui oleh musuh.
Persiapkanlah militer selama empat tahun, bentuk guru hebat, dan dokter keren. Kala aku kembali membawa bala bantuan. Kita akan merebut kembali Pulau Arash.
Karena kita punya pulau, mereka tidak memiliki apa-apa."
Bersambung...