Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
001- Awal Tragedi
Gray, bocah lelaki berusia 8 tahun yang tinggal di Desa Bajar, sebuah desa kecil yang memiliki populasi kurang lebih 50 orang, yang terpencil di antara reruntuhan peradaban lama. Rumahnya sederhana, terbuat dari kayu dan tanah liat, terletak di tepi hutan lebat yang menyelimuti desa. Kakeknya, Apis, seorang penjaga desa yang perkasa meskipun usianya sudah senja, adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Dia mengajarkan cara menggunakan tongkat kayu sebagai senjata, cara mengenali jejak hewan di hutan, dan cara membaca tanda-tanda alam. Teman Gray, Sol, gadis seusianya dengan mata yang berbinar seperti bintang, sering bermain bersama di lapangan terbuka di pinggir desa, bercerita tentang legenda para pahlawan dan monster-monster yang menghuni hutan gelap.
Hari ini, seperti hari-hari biasanya, ia sedang membantu kakekmu merawat kebun kecil di belakang rumah. Aroma harum bunga-bunga liar bercampur dengan bau tanah yang lembap memenuhi udara. Tiba-tiba, langit bergetar. Sebuah portal, pusaran energi berwarna ungu pekat, tiba-tiba terbuka di atas hutan. Dari dalamnya, muncul beberapa makhluk mengerikan—kaki seribu raksasa dengan kulit berduri, wujud-wujud bayangan yang menyeramkan, dan makhluk-makhluk lain yang tak dapat di gambarkan. Mereka menerjang desa dengan amarah buas, menebarkan kepanikan dan kehancuran.
Teng...teng...teng...
Bunyi suara lonceng terdengar ke seluruh desa yang menandakan bahwa ada penyerangan terjadi, semua orang dewasa keluar dengan membawa senjata yang mereka miliki, beberapa menggunakan armor perunggu dan besi. Di tengah kebingungan Gray, kakek Apis berkata kepada Gray
"Bersembunyi lah, berlindung lah, cari tempat yang aman"
"Baik kek"
Gray yang ketakutan pun bersembunyi di dalam lemari pakaian, setelah itu kakek Apis pergi keluar dengan perlengkapan pertempuran nya. Di tengah kekacauan itu, tiga manusia muncul dari portal, berpakaian seperti prajurit dari zaman yang berbeda. Wajah mereka tegas, penuh kewaspadaan. Mereka tampak berbeda dari penduduk desa—bahkan dari kakek yang telah menjelajahi banyak tempat.
"Apa ini!? seseorang mengontrol monster-monster ini???"
Namun, mereka bukanlah penyelamat yang diharapkan. Di belakang mereka, muncul gelombang monster yang lebih besar dan lebih mengerikan lagi. Kakekmu, dengan gagah berani, memimpin pertahanan desa, namun kekuatan musuh terlalu besar.
"MAJUUU.....!!!"
"Pertahankan desa bajar, jangan sampai ada yang lolos"
melihat kengerian di matanya saat dia berjuang melawan para monster yang tidak kenal ampun.
Beberapa menit kemudian
Gelap. Itulah yang pertama kali dirasakan Gray. Gelap pekat yang diselingi teriakan ngeri dan desisan mengerikan. Bau amis darah memenuhi hidungnya, menusuk tajam. Dia terbangun dalam pelukan dingin tanah, tubuhnya gemetar hebat. Di sekelilingnya, hanya kekacauan. Rumah-rumah di Desa Bajar, tempat ia tinggal bersama Kakek Apis, penjaga desa, hancur berantakan. Api masih berkobar di beberapa tempat, menjilat sisa-sisa bangunan kayu. Jeritan Sol, sahabatnya, masih bergema samar di telinganya.
"Sol......."
Gray mencoba bangkit. Tubuhnya terasa lemas, namun sebuah kekuatan aneh, sebuah tekad yang membara, mendorongnya untuk berdiri. Dia melihatnya. Tiga sosok tinggi besar, berjubah hitam legam, berdiri di tengah kehancuran. Wajah mereka tersembunyi di balik bayangan, namun aura jahat yang mereka pancarkan terasa nyata, membekukan darah. Mereka adalah makhluk yang telah menerjang Desa Bajar melalui sebuah portal yang tiba-tiba muncul di tengah alun-alun, portal yang memuntahkan monster-monster mengerikan. Para dewasa, para pelindung desa, telah tumbang. Hanya anak-anak yang tersisa. Termasuk Gray dan Sol.
"Kakek Apis..."
Gray memejamkan mata, mengingat senyum hangat kakeknya, tangan kasar yang selalu mengelus rambutnya. Ingatan itu terasa begitu jauh, seolah-olah telah berabad-abad berlalu. Sekarang, hanya kesunyian dan ketakutan yang tersisa. Ketakutan yang bercampur dengan kemarahan yang membara dalam dadanya. Dia tahu, ia dan Sol, bersama anak-anak lainnya, telah diculik. Mereka dibawa menuju tempat yang tak diketahui, menuju nasib yang masih misterius. Namun, di tengah kegelapan ini, sebuah percikan cahaya kecil muncul di hatinya. Sebuah kekuatan aneh, sebuah potensi yang belum terungkap. Potensi yang kakeknya selalu bicarakan, sebuah warisan keluarga yang terpendam. Warisan yang mungkin menjadi satu-satunya harapan untuk menyelamatkan mereka semua, bahkan untuk menyelamatkan dunia ini yang nyaris hancur. Warisan itu, tugas untuk melindungi, tugas yang selalu diingatnya, tugas yang akan segera ia jalani. Tugas yang hanya bisa terungkap dengan menguak misteri di balik portal itu, sebuah misteri yang terhubung dengan takdirnya, takdir seorang ksatria kecil yang baru saja menemukan kekuatannya.
Gray masih terduduk di antara puing-puing, matanya menatap sisa-sisa api yang masih menyala. Di kejauhan, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Langkah kaki yang tak asing... Sol? Atau mungkin... sesuatu yang lebih mengerikan? Dia harus bertindak. Sekarang.
Gray menemukan sebuah kayu patah menjadi senjata yang tak berarti di tangan Gray. Kecepatan dan kelincahan yang diajarkan Kakek Apis terbukti sia-sia melawan kekuatan para sosok berjubah itu. Serangannya hanya dibalas dengan tawa mengejek yang dingin dan mencekam. Sebelum Gray sempat bereaksi, sebuah kekuatan tak kasat mata menyergapnya, membuatnya jatuh tersungkur. Dunia berputar, pandangannya menjadi gelap, sebelum akhirnya ia tersadar dalam sebuah ruangan gelap dan pengap. Bau anyir darah masih memenuhi udara. Ia terbaring di lantai tanah yang dingin, tubuhnya terasa nyeri.
Di sekitarnya, anak-anak lainnya tersebar, sebagian terluka, sebagian lagi masih pingsan. Sol, sahabatnya, berada di dekatnya, tubuhnya gemetar hebat, air mata mengalir deras di pipinya. Tangisnya nyaring, mengiris hati. Gray merangkak mendekati Sol, tangannya menyentuh lengan sahabatnya yang kecil.
"Ssst... tenang, Sol,"
Bisik Gray, suaranya serak. Ia mencoba menenangkan Sol dengan lembut, mengelus rambutnya yang kusut.
Wajah Sol masih terbenam dalam kesedihan, namun sentuhan Gray sedikit meredakan isak tangisnya.
"Kita akan baik-baik saja,"
Lanjut Gray, suaranya terdengar lebih yakin dari yang ia rasakan. Ia sendiri merasa takut, sangat takut, namun ia tidak boleh menunjukkannya di depan Sol. Ia harus menjadi kuat, menjadi pelindung bagi Sol, seperti yang selalu diajarkan Kakek Apis. Namun, pertanyaan besar masih menggelayut di benaknya: Di mana mereka berada? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Dan bagaimana caranya agar mereka bisa lolos dari cengkeraman sosok-sosok misterius berjubah hitam itu?