Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan
Di lain tempat, tepatnya di salah satu rumah mewah milik seorang miliarder, nampak beberapa orang yang tinggal di sana, masih duduk bersama, setelah tragedi tak terduga yang membuat mereka tak percaya aka sebuah fakta.
Sungguh, mereka sama sekali tidak menyangka, kalau tiga orang yang selama ini berkeliaran di dekat mereka, adalah orang-orang yang memiliki rencana buruk jangka panjang demi bisa menikmati kemewahan dari keluarga tersebut.
Keluarga miliarder yang terkenal dengan nama keluarga Dixion, benar-benar dibuat takjub dengan fakta yang baru terkuak sejak belasan tahun yang lalu.
"Pantesan, setiap aku ngajak nikah, Daniel selalu menolak dengan alasan belum mapan. Ternyata, semua itu karena hubungannya dengan Renata," Ujar Jeni Dixion, wanita muda yang menjalin hubungan dengan salah satu pengkhianat keluarganya.
"Mommy juga heran, Jen," orang tua Jenny menimpali yang akrab dipanggil Rena. "Kok bisa, William akrab dengan orang-orang seperti mereka? Yang lebih parahnya lagi, belasan tahun William percaya sama mereka. William terlalu bodoh apa gimana sih?"
"Apesnya William aja itu," sahut Albert Dixion, suami dari wanita yang baru saja berkata. "Waktu baru datang ke negera ini, William kan sama sekali tidak memiliki teman. Mungkin mereka tahu, William anak orang kaya, jadi mereka berusaha mendekati sampai akrab."
"Benar," ujar Amalia Dixion, ibu dari William. "Dulu, di sini William tidak memiliki teman dekat. William juga tiap hari, mainnya sama mereka terus, sampai aku heran. Kaya nggak ada teman lain gitu."
"Pantes," ujar Beniqno Dixion, anak pertama dari Albert Dixion dan Sekar. "Setiap aku ingin bergabung dan membawa teman lain, sikap mereka agak aneh. Mereka asyik sendiri seperti ingin menguasai William."
"Dih, sampai segitunya?" tanya Jeni. Ben pun mengangguk. "Menjijikan banget," cibir wanita berusia 27 tahun tersebut.
"Wajar lah, tingkah mereka menjijikan. Sampai main ranjang aja, mereka melakukannya bertiga. Eh, giliran hamil, William yang dijebak dan disuruh tanggung jawab."
"Hahaha... menjijikan banget ya, Mom?" Jeni kembali bersuara. Semua ikut tertawa, kecuali satu pria yang sejak tadi memilih diam.
"Daddy kenapa?" Tanya Amelia pada suaminya. Wanita itu menyadari kalau sang suami diam sejak William meninggalkan rumah tersebut.
Pria itu menoleh, lalu melemparkan pandangannya ke semua orang yang menatapnya. Pria itu lalu menghembuskan nafasnya secara kasar, untuk mengurai kekesalan yang dia rasakan.
"Daddy nggak habis pikir, kenapa William bisa sekejam itu pada anak kandungnya? Kalaupun orang itu bukan anaknya sendiri, tidak seharusnya, dia bertindak sejauh itu. Harusnya dia malu, bertindak sejauh itu tanpa melihat bukti terlebih dahulu."
"Namanya juga kan sayang anak, Om," celetuk Ben. "Bukankah Om Hendrick tahu, gimana sayangnya William pada Kelvin?"
"Tapi sayangnya itu kebablasan," ketus Amelia. "Para pengkhianat itu, pasti selama ini menertawakan William di belakangnya."
"Sudahlah, jangan bahas mereka lagi," ujar Hendrik. "Sekarang, yang kita butuhkan adalah kabar dari William. Apa dia bisa membujuk cucu saya datang ke sini?"
"Semoga saja bisa, Om. Percaya saja sama William," ujar Ben. Dan semuanya mengangguk setuju.
####
Sementara itu si sebuah rumah sakit, tak jauh dari ruangan Miko dirawat, tiga anak muda dibuat heran kala mata mereka melihat kedatangan pria yang menyebabkan Miko berada di rumah sakit.
"Tuan William ngapain ke rumah sakit segala?" tanya Aldo, salah satu dari tiga anak muda yang duduk di ruang tunggu bersama dua rekannya.
"Belum puas ngasih pelajaran pada Miko kali," tebak Didi, pria muda yang satunya.
"Ya ampun... masa belum puas?" Aldo tak percaya mendengarnya. "Padahal kan anaknya yang salah."
"Cih!" Didi berdecih. "Masa gitu aja kamu nggak tahu. Orang kaya kan selalu gitu, tidak mau tahu mana yang benar, mana yang salah. Bagi mereka, anaknya itu benar terus."
"Iya juga yah," Aldo nampak cengengesan. "Apa jangan-jangan, Tuan William mau membuat perhitungan sama Tante Seruni?"
"Bisa jadi tuh! Wahh, kasihan Tante Seruni."
"Sepertinya tidak deh," Belinda pun ikut bersuara.
"Kenapa tidak?" tanya Aldo.
Belinda menatap dua pria muda yang duduk di samping kirinya. "Aku merasa, Tuan William dan Tante Seruni itu saling kenal."
"Saling kenal?" tanya Aldo dan Didi serentak.
Belinda mengangguk.
"Bagaimana mereka bisa saling kenal?" Tanya Didi. "Miko kan belum lama berada di kota ini. Sedangkan Tuan William, sejak aku kecil juga sudah sering dengar namanya."
"Nah, iya tuh, Bel," Aldo menimpali. "Nggak mungkinlah mereka saling kenal."
Belinda mendengus. "Kalian tadi lihat nggak sih, waktu aku ngomong keTuan William?"
"Ya enggak lah. Kita kan sudah ada di mobil," jawab Didi.
"Emang kamu ngomong apaan, Bel?" tanya Didi. "Kok kamu berani, ngomong sama Tuan William?"
"Ya berani lah, ngapain harus takut?" ujar Belinda. "Aku tuh tadi ngomong sama Tuan William, kalau mau menghukum orang, setidaknya lihat bukti dulu. Kalian tahu nggak Tante Seruni malah ngomong apaan?"
Didi dan Aldo, menggeleng bersamaan dan mereka semakin penasaran.
"Tante Seruni malah bilang, kalau Tuan William itu bodoh."
"Hah!" Aldo dan Didi terkejut bersamaan.
"Kamu serius, Bel?" tanya Aldo.
Belinda mengangguk. "Banyak kok yang mendengarnya. Yang lebih mengherankan lagi, Tuan William tuh malah diam saja, tidak marah gitu. Malah Tuan William terlihat seperti orang yang merasa bersalah."
"Hah!" Lagi-lagi dua pemuda itu terkejut bersamaan.
#####
Sementara itu, di dalam ruang perawatan Miko, dua orang yang sedang menjadi bahan pembicaraan menunjukkan ekpresi yang berbeda.
Jika Seruni nampak terkejut dengan kedatangan William, William sendiri malah seperti orang kebingungan.
Sedangkan dua orang yang sudah ada di sana sebelumnya, seketika menjadi canggung dan mereka langsung saling melempar kode.
"Run, kita pulang dulu ya?" ucap Dini.
"Kenapa kalian malah pulang?" protes Seruni.
"Kita kan tadi ninggalin dagangan dulu," balas Dini .
"Benar, Run," Dimas menimpali. "Nanti, malam, kami usahakan datang ke sini lagi. Kamu bilang aja sama Dini, apa yang kamu butuhkan. Nanti Dini siapkan."
Seruni sontak mendengus dan dia tidak punya pilihan, selain merelakan dua temannya pulang.
Dimas dan Dini pun segera pamit, sekaligus memberi ruang dan waktu untuk dua orang yang telah lama tidak saling bertemu.
Begitu sepasang suami istri itu pergi, William yang sedari tadi berdiri di dekat pintu, menatap lekat wanita yang telah lama menghilang dari hidupnya.
"Kamu, apa kabar, Run?" tanya William membuka obrolan dengan suara pelan sembari melangkah, menuju sofa terdekat.
"Yah, seperti yang kamu takutkan, aku masih hidup dan baik-baik saja," jawab Seruni tanpa menatap lawan bicaranya.
William tersenyum kecut. Tatapannya dia alihkan ke arah muda, yang terbaring di brangkar.
"Bagaimana keadaan anak kita? Apa dia baik-baik saja?"
Mendengar pertanyaan Willliam, mata Seruni langsung menatap tajam ke arah pria itu.
dikhianati org yg disayang memang amat sangat sulit sembuh, cinta 100% akan berubah menjadi benci 1000%