Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Hutang?
"Kinanti, kayaknya ada yang beda dech sama wajah kamu."bisik salah satu temannya setelah Zayn dan rombongannya pergi. "Bos itu seperti memperhatikanmu."
"Ahh, enggak kok, biasa aja, kamu berlebihan tahu engga!"Kinan membantah ucapan temannya.
Kinanti hanya tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Namun dalam hatinya, ia bertanya-tanya, apakah pertemuan ini hanya kebetulan, ataukah ini awal dari sesuatu yang lebih besar?
"Hahh, dia... kerja di sini?"batin Zayn laki-laki tampan dan dingin itu memicingkan matanya sejenak. Dia merasa entah kebetulan atau apa, yang jelas saat ini dia bertemu lagi dengan gadis yang semalam membuat dia kesal.
Sore itu, setelah selesai memberikan arahan kepada manajer dan staf pabrik, Zayn segera mengakhiri kunjungannya. Agenda rapat yang padat membuatnya harus kembali ke kota sore itu juga. Ia melirik arlojinya, memastikan waktu masih cukup untuk perjalanan pulang yang memakan waktu sekitar dua jam, asalkan jalanan tidak macet.
Di sisi lain, Kinanti telah menyelesaikan pekerjaannya untuk hari itu. Ia merasa lega sekaligus lelah, meski masih memikirkan sosok Zayn yang tampak begitu dingin namun berwibawa. Dengan langkah ringan, ia menuju parkiran motor, berniat pulang ke rumah.
Namun, di halaman parkir, ia terkejut mendapati Zayn berdiri di dekat mobil mewahnya, berbicara singkat dengan salah satu asistennya. Zayn tampak seperti biasa—tenang, dengan aura berkelas yang sulit diabaikan.
Kinanti berhenti sejenak, merasa ragu. Tapi kesopanannya mengalahkan rasa gugupnya. Ia memberanikan diri mendekat dan menyapa, meski dengan nada kikuk.
“Selamat sore, Tuan Zayn,” ucapnya pelan sambil sedikit membungkukkan badan.
Zayn, yang tengah memeriksa ponselnya, melirik sekilas ke arahnya. Mata tajamnya menatap Kinanti tanpa ekspresi. “Sore,” jawabnya singkat, dengan nada datar yang membuat Kinanti merasa semakin canggung.
Merasa tidak diinginkan, Kinanti tersenyum tipis dan melangkah mundur. “Maaf kalau saya mengganggu, Tuan,” katanya sopan.
Zayn mengangguk kecil, lalu kembali fokus pada asistennya. Namun, saat Kinanti berbalik dan berjalan menuju motornya, Zayn memperhatikan gerakannya dari sudut mata. "Tunggu!" Zayn mengangkat tangannya menghentikan langkah Kinanti.
"Euhh... i-iya Tuan, ada... yang bisa ... saya bantu?"Kinan sambil menahan napasnya.
"Kau masih... berhutang padaku!"Zayn dengan ekspresi dingin.
"Hu-hutang?"Kinan terkejut, menautkan kedua alisnya.
"Semalam kau sudah membuat jas mahalku kotor, maka kau harus menggantinya!"Zayn berucap tanpa menatap Kinan dengan wibawanya yang cool dan juga tampan.
"Owh... i-itu... tttapi ... apakah saya harus menggantinya ?bukankah masih bisa dicuci ya,"cicit Kinanti, dengan nada gagapnya.
"Kau ... tidak faham, jika barangku terkena noda maka otomatis harus dibuang, karena nodanya merusak jas mahalku, warna minuman itu tak bisa hilang, ya sudah ini kartu namaku, hubungi aku jika kau memang berniat menggantinya!"Zayn berlalu dari hadapan Kinanti begitu saja menuju mobil mewahnya.
Setelah di dalam mobil, Zayn duduk dengan menatap ke arah jendela kaca mobil. Dia melihat gerakan Kinanti mengendarai motor maticnya.
Ada sesuatu yang menarik perhatiannya cara gadis itu menyembunyikan kegugupannya, keanggunan sederhana yang terlihat alami.
Setelah Kinanti pergi, salah satu asisten Zayn yang memperhatikan interaksi singkat itu bertanya, “Tuan, apakah Anda mengenal gadis itu?”
"Tidak!"Zayn hanya menjawab singkat. Diki sang asisten melajukan mobilnya dengan cepat. Dan mobilnya berpapasan dengan motor Kinanti.
"Jadi dia ... naik motor? lumayan gigih!"batin Zayn.
Kinanti mengendarai motornya dengan hati-hati di jalanan yang mulai gelap. Angin sore yang sejuk sedikit mengurangi rasa lelahnya setelah seharian bekerja. Saat melintas di dekat sebuah toko sembako, ia memutuskan untuk berhenti. Gajinya baru saja cair hari ini, dan ia ingin membeli beberapa kebutuhan rumah.
Kinanti memarkir motornya di depan toko sederhana itu. Ia masuk sambil membawa catatan kecil berisi daftar barang yang perlu dibeli. Namun, baru beberapa langkah masuk, telinganya menangkap bisikan-bisikan tajam yang tak asing lagi.
“Kasihan sekali, ya, Kinanti itu. Tadinya mau jadi istri orang kaya, malah batal.”
“Ya jelas saja batal, mana mungkin keluarga kaya mau menantu dari keluarga seperti itu. Lihat saja, hutang ibunya di sini saja belum dibayar!”
Kinanti pura-pura tidak mendengar. Ia tetap fokus memilih bahan makanan: beras, minyak goreng, dan beberapa sayuran. Tapi suara-suara itu terus saja berbisik, seolah sengaja ingin membuatnya mendengar.
"Kalau saya jadi dia, malu keluar rumah. Sudah ditolak, eh sekarang harus menanggung hutang pula," ucap salah satu wanita dengan nada mengejek.
Hati Kinanti terasa perih, tapi ia berusaha menenangkan dirinya. “Sabar, Kinan. Jangan terbawa emosi,” gumamnya dalam hati.
Saat ia hendak membayar barang belanjaannya, pemilik toko, seorang wanita paruh baya dengan wajah galak, berbicara dengan nada tinggi.
“Kinanti! Tolong sampaikan ke ibumu, hutangnya sudah hampir sebulan belum dibayar. Kalau begini terus, saya tidak bisa lagi memberikan utang!”
Kinanti tersentak. Beberapa pelanggan di toko itu langsung memperhatikannya. Wajahnya memerah karena malu, tapi ia segera mengeluarkan dompetnya tanpa berkata apa-apa.
“Ibu saya tidak perlu tahu. Saya akan bayar sekarang,” katanya tegas, sambil menyerahkan uang yang baru saja ia terima sebagai gaji.
Pemilik toko tampak kaget, tapi segera mengambil uang itu tanpa protes. “Bagus kalau sudah lunas. Tapi lain kali jangan ada utang lagi, ya!” ucapnya dengan nada yang masih tinggi.
Kinanti menahan air mata. Ia membayar belanjaannya dan berjalan keluar dari toko sambil membawa kantong plastik berisi barang-barangnya. Para tetangga masih memandangnya dengan tatapan sinis, tapi ia memilih untuk tidak peduli.
Saat kembali mengendarai motornya menuju rumah, pikirannya dipenuhi dengan berbagai perasaan: marah, sedih, dan lelah. Namun, di tengah semua itu, ia tetap merasa lega karena setidaknya ia telah melunasi hutang keluarganya.
Sesampainya di rumah, ibunya langsung menyambutnya di dapur dengan wajah cemas.
“Kinanti, uang gajimu tidak apa-apa kan? Kok lama di luar?” tanya ibunya.
Kinanti tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Bu. Sudah beli kebutuhan, dan… hutang kita di toko tadi juga sudah lunas.”
Mata sang ibu berkaca-kaca. “Maafkan Ibu, Nak. Kamu selalu yang menanggung semuanya.”
Kinanti memeluk ibunya. “Tidak apa-apa, Bu. Kita harus kuat. Selama aku masih bisa bekerja, aku akan bantu.”
Malam itu, meskipun sederhana, mereka makan malam dengan hati yang sedikit lebih tenang. Tapi di dalam hati Kinanti, tekadnya semakin kuat. Ia tahu, suatu hari ia harus membuktikan bahwa dirinya lebih dari apa yang digunjingkan orang-orang di sekitarnya.
"Ibu, terimakasih ya atas makan malamnya, sangat enak. Kinan ke kamar dulu ya bu, capek banget mau istirahat. "Kinanti mengulum senyumnya.
"Iya nak, istirahatlah besok kau hatus bekerja,"Wati sang ibu tersenyum sambil mengangguk. Kinan pergi ke kamar. Setelah melakukan kewajibannya dia bercermin untuk merawat kulit wajahnya memakai pelembab yang murah. Namun Kinan yang memiliki kulit yang putih tak memerlukan krim wajah yang mahal.
Saat dia menatap wajahnya di cermin, dia mengingat kesakitan yang ditorehkan oleh mantan kekasihnya dan sepupunya, "Apakah karena aku memang tidak pantas bahagia? apa karena aku tidak cantik?"
"Kau sangat cantik Kinan!" suara dari cermin tersebut.
"Kkkkau, kenapa suara itu muncul lagi?"Kinan terkejutnya hebat, dia bingung karena cermin itu masih mengeluarkan suara.
"Tenang Kinan, aku temanmu, kau jangan takut, lihatlah wajahmu dicermin, dan yakinlah pada dirimu, kau sangat cantik."Cermin itu meyakinkan Kinanti.
"Hahhh, wajahku ...semakin..."
bersambung...
di awal minggu depan mulai pindah ke kantor pusat... ternyata mbulettt
di awal nenek lastri.. sekarang nenek parwati.. 😇😇😇
nyong mandan bingung kiye...