Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mema'af kan
satu Minggu berlalu setelah operasi kondisi Wahyu mulai membaik dan di perbolehkan untuk pulang. Dikamar nya wahyu memegangi handphone nya dan memandangi sebuah kontak yang sangat ingin dia hubungi namun dia urungkan, dia tau dia sudah mengecewakan Zahra dan tak pantas untuk menghubungi nya lagi.
Wahyu keluar kamar dan mendapati ibu nya sedang duduk di teras belakang, dia mendekat dan duduk disebelah sang ibu.
" ada apa nak. Kamu sakit? " Ibu begitu khawatir.
" tidak kok Bu, hanya ingin duduk santai. "
" jangan terlalu banyak gerak dulu kondisi kamu masih dalam pemulihan."
" iya Bu. " sahut Wahyu.
" Bu apa kita perlu minta ma'af ke keluarga Zahra?. " tanya Wahyu minta pendapat.
" kamu masih memikirkan itu rupanya. "
Wahyu hanya diam tapi sang ibu pun tau jawabannya.
Ibu masuk kedalam dan tak lama kemudian membawa benda yang dia letakkan di meja. Wahyu mengenali benda itu yang adalah cincin pertunangan nya dengan Zahra.
" Ibu tau kamu minta kami tak memberi tahu Zahra waktu itu, tapi ibu rasa dia perlu tau dan membawa nya kerumah sakit."
Ibu menceritakan semua nya dan juga tentang Zahra yang benar benar sudah memutuskan hubungan diantara mereka, setelah mendengar cerita sang ibu Wahyu masuk ke kamar dan membuka lagi kotak cincin mereka. Dia teringat kali pertama dia mengatakan ingin melamar Zahra dan keluarga Zahra menyambut dengan baik niat nya itu dan seketika dia pun merasa bersalah karena sudah membuat nya kacau dan membuat keluarga Zahra malu dengan pernikahan yang gagal.
Wahyu mendapati sepucuk surat di kotak itu dan mulai membaca nya.
[" Terima kasih untuk semua nya.
Aku kembali kan titipan yang pernah kamu berikan pada ku.
Aku tidak akan lupa dengan semua kebaikan kakak selama ini Dan juga tak akan lupa tentang kecewa dan luka yang kamu torehkan di akhir cerita kita.
Tenang sudah aku ma'af kan.
Tapi untuk kesempatan tak bisa aku berikan.
Aku tak pernah mempermasalahkan tentang sakit mu tapi kamu sendiri tak percaya pada ku bahwa semua bisa dilewati bersama.
jika kamu saja tak bisa berbagi semua rasa dengan ku, bagaimana dengan aku bisa percaya kamu bisa menerima apa ada nya aku bahkan kurang ku? "]
Merasa dikhianati itu lah yang Zahra rasakan orang yang ingin dia percayai justru memberi kesempatan untuk nya percaya dengan diri nya sendiri.
penyesalan pun sekarang tiada arti dan tangis Wahyu pun tak lagi bisa mengobati kecewa yang melekat di hati Zahra. Wahyu tau dia lah dalang dari semua Lika liku ini, membuat semua yang semula diharap bahagia tanpa sadar itu semua berdasar dari ke egoisan nya.
...----------------...
Ditempat berbeda Zahra terlihat sedang mempersiapkan kepergian nya dan merapikan barang kedalam koper nya, setelah musyawarah dengan sang kakak, Abah mengizinkan Zahra keluar kota ikut dengan kakaknya. Rencana nya dia ingin mondok lagi dan sekaligus ingin melanjutkan kuliah yang sudah tertunda dari dua tahun sebelumnya, jika saja dia jadi menikah mungkin dia akan memikirkan ulang rencana kuliah nya tapi karena semua tak berjalan seperti yang di kira dia pun memutuskan kan ini adalah saat nya dia merubah semua nya.
" kak sering sering pulang ya nanti. " ujar Shafa meminta kakaknya.
" kalau Kaka nggak pulang, kamu yang kesana ajak Abah sama mama. " sahut Zahra.
" iya kalau libur. "
Shafa tentu merasa kesepian nanti nya ditinggal Zahra ke Surabaya karena si bungsu ini sangat manja pada nya, apa pun itu sudah terbiasa meminta pada Zahra untuk membantu nya.
Beberapa saat kemudian mama masuk ke kamar.
" ma, kita jadi ikut nganter Kakak? " tanya Shafa langsung
" Nanti pas kamu libur saja kita kesana insya Allah." sahut mama.
" tuh kan pasti pas libur."
" ya memang nya mau kemana juga kalau nggak pas liburan, Abah juga sibuk kan. " kata mama nya menambahkan.
" Zahra, nanti disana kamu ikut kakakmu saja dulu jangan langsung cari kost ya. " pesan mama mengingatkan.
" Beneran nggak papa ma. Nggak enak sama kak Laila. "
" Untuk sementara saja. Laila sendiri yang nelpon mama dia justru khawatir kalau kamu langsung ngekost disana, nanti kalau memang sudah hafal jalanan disana baru dipikirin kan lagi. " jelas mama.
" iya kalau begitu aku nurut aja ma. " jawab Zahra.
Zahra sebetulnya sangat akrab dengan Kakak dan Kakak ipar nya tapi dia juga harus ingat jaga etika yang baik agar tak mengganggu kehidupan rumah tangga mereka. Zahra juga ingin belajar mandiri dia berpikir sudah saat nya dia membenahi diri namun mandiri bagi wanita bukan hanya sekedar tinggal sendiri jauh dari orang tua karena sejati nya wanita adalah tanggung jawab orang tua nya sepenuhnya hingga pada akhirnya kelak menikah. Namun di akhir zaman ini kata-kata mandiri telah banyak di salah arti kan tanpa sadar mereka sendiri pula yang membuat rasa tanggung jawab laki-laki kepada wanita berkurang karena wanita merasa bisa melakukan segala nya dan laki-laki menganggap itu jadi biasa. Mereka bisa cari uang sendiri membuat laki-laki tidak begitu memikirkan lagi bahwa itu kewajiban mereka, wanita kerja keras apapun bisa dan mau mereka lakukan sedang laki-laki menjadi lebih santai tentang hal itu.
Zahra memandangi langit-langit kamar nya menghela nafas panjang dan memejamkan mata nya.
" Bismillah... Semua akan baik-baik saja.
insya Allah ini jalan terbaik. Semoga setelah ini aku bisa lebih bijak lagi. Tidak berharap pada janji manusia yang seringkali membuat kecewa. Pasti ada hikmah di balik ini semua...
Ya Allah... Kali ini akan aku libat kan engkau di setiap langkah ku. Kali ini jangan biarkan aku salah dalam mengambil keputusan. Di depan sana aku tidak tau akan ada rintangan seperti apa lagi, tapi kali ini aku percaya engkau yang Maha baik dan Maha bijaksana pasti telah merencanakan se paling baik skenario kehidupan untuk hamba."
Tanpa sadar dia menetes kan air mata tapi kali ini bukan karena kesedihan, rasa nya begitu lega sebab dia mulai menerima apa yang sudah terjadi pada nya. Rasa penyesalan dan kecewa perlahan terkikis ketika semua nya dia serahkan pada sang pencipta. Memang seperti itu lah yang seharusnya, menyalahkan diri atau pun menyalahkan orang lain hanya akan membuat langkah mu berat melanjutkan kehidupan. Rasa kecewa memang pasti ada hanya saja menyerah kan semua urusan pada yang maha kuasa pada akhirnya menjadi obat segala yang di rasa. ekspektasi kita pada janji manusia kadang berlebihan hingga lupa janji Allah di atas segala nya, tidak ada ujian melebihi dari kemampuan hambanya dan segala hal yang ada tidak luput dari pengawasan Nya.