Karya ini hanya fiksi bukan nyata. Tidak terkait dengan siapa dan apapun.
Elyra Celeste Vesellier, putri bungsu dari Kerajaan Eryndor. Lahir di tengah keretakan hubungan orang tuanya, ia selalu merasa seperti bayangan yang terabaikan.
Suatu hari, pernikahan nya dengan Pangeran dari kerajaan jauh yang miskin ditentukan. Pukulan terbesarnya saat dia mengetahui siapa gadis yang ada dihati suaminya. Namun, Elyra pantang menyerah. Dia akan membuktikan jika dialah yang pantas menjadi Ratu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Solace, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
Sinar matahari masuk melalui tirai jendela yang disibak. Lyra menggeliat, kemudian mengerjapkan matanya perlahan. Dia segera bangun dan duduk di ujung ranjang.
Lyra menolehkan kepalanya, menghadap Cedric yang berdiri di jendela. Dia membelakangi Lyra.
Dari balik punggungnya yang tegap, siluet pria itu terlihat memikat, memancarkan aura yang sulit diabaikan. Rambut hitam legamnya jatuh dengan sempurna, memantulkan kilau halus di bawah sinar matahari yang menerobos kaca jendela.
Cahaya keemasan itu membalutnya seperti mahkota tak kasat mata, menambah kesan elegan sekaligus misterius. Bahkan tanpa menatap wajahnya, pesonanya mampu membuat siapa pun terpaku dalam diam.
Sungguh, melihat Cedric dari belakang pun, dapat membuat jantung Lyra berdegup kencang.
Cedric berbalik, manik abu-abu nya bertemu dengan manik biru langit milik Lyra. Dalam beberapa saat mereka saling mengagumi satu sama lain.
Jujur saja bagi Cedric, Lyra jauh lebih cantik dari Sierra. Rambut pirang panjangnya yang bergelombang, menambah kesan anggun dalam setiap gerakan Lyra. Namun, hatinya tidak bisa berbohong, hanya ada sosok Sierra di hari Cedric.
"Kamu sudah bangun, Lyra?", tanya Cedric.
Lyra hanya mengangguk. Susah payah dia menyembunyikan rasa gugupnya. Suara serak Cedric saat baru bangun tidur terdengar begitu dalam dan memikat, seolah menyimpan kehangatan yang tak terlukiskan.
Lyra melangkah menghampiri Cedric, niat hati ingin membantu Cedric memakai jubah, namun kini Lyra harus menghentikan langkahnya. Karena Cedric mengangkat tangan nya, pertanda jika dia tidak mau Lyra menyentuhnya.
Cedric melirik Lyra sinis.
"Jika kamu ingin membantu, bantulah aku memiliki calon penerus. Lahirkan seorang Pangeran", Cedric menatap perut datar Lyra.
Deg..
Lyra merasa sangat terluka. Hatinya bagai tergores duri tajam. Selama ini Lyra tak pernah memedulikan para pelayan yang bergosip mengenai dirinya yang belum mempunyai keturunan, namun jika perkataan itu keluar dari mulut Cedric, rasanya begitu menyakitkan untuk Lyra.
"Saya...".
"Kita sudah menikah selama lebih dari lima bulan, Lyra. Tapi apa yang bisa kamu berikan padaku?", ucap Cedric dingin.
Cedric meninggalkan Lyra begitu saja, tanpa memandang wajah Lyra. Ekspresi nya benar-benar datar, seolah tidak ada emosi disana.
Setelah Cedric keluar kamar, Lyra menjatuhkan dirinya di lantai marmer yang dingin. Dingin nya lantai marmer, menyatu dengan air mata Lyra yang mengalir deras.
...****************...
Lyra sedang duduk di meja belajarnya, memandangi tumpukan dokumen tentang tata pemerintahan yang mulai ia pelajari.
Pikiran nya teralihkan ketika pintu kamarnya diketuk. Seorang pelayan wanita muda masuk.
"Yang Mulia, Ratu memanggil anda", ujar pelayan itu dengan kepala tertunduk.
"Baik, aku akan bersiap terlebih dahulu", jawab Lyra.
Pelayan itu mengangguk, dia menunggu Lyra di depan pintu kamar. Setelah Lyra selesai bersiap, pelayan itu segera mengantar Lyra ke kamar Ratu.
"Yang Mulia, Putri Elyra disini", ucap pelayan itu.
Lyra membungkuk dan memberikan salam pada Ratu.
"Salam Yang Mulia Ratu", ucap Lyra lembut.
Ratu tersenyum, dia menuntun Lyra untuk duduk di sampingnya. Ratu selalu puas pada menantunya ini. Bagi Ratu, satu-satunya wanita yang tepat untuk Cedric hanyalah Lyra.
"Elyra, ibunda ingin mengadakan pesta minum teh besok siang", senyuman tak pernah luntur dari wajah Ratu.
Ratu melanjutkan, "kamu bisa mengenal lebih banyak wanita bangsawan Eldrath. Tidak buruk untuk membangun koneksi dengan mereka".
Lyra tersenyum tipis, "baik ibunda, terimakasih".
Lyra tahu betul apa yang ada dipikiran Ratu. Dia ingin Lyra mendapatkan banyak orang dipihaknya. Sementara Ratu, dia menghela nafas. Menantunya itu sangat pendiam dan tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada hal apapun.
Ratu mengelus perut Lyra. Dia tersenyum, namun terlihat kekecewaan dan kekhawatiran dari raut wajahnya.
"Ibunda berpikir untuk mengganti tonikmu, bagaimana menurutmu, Elyra?", tanya Ratu perlahan, takut jika perkataan nya akan menyakiti Lyra.
"Apapun yang ibunda pikir baik, maka saya akan menurutinya", jawab Lyra.
Lyra tahu sepenting apa penerus tahta bagi keluarga kerajaan. Terutama Kerajaan Eldrath yang seperti berada dalam ambang kehancuran. Seorang Pangeran yang kompeten sangat diperlukan.
Namun, Lyra dan Cedric sudah berusaha keras. Bahkan Lyra tanpa mengeluh meminum tonik yang rasanya sangat pahit tiap hari.
"Calon pewaris harus berasal dari perutmu, Elyra", ucap Ratu, sorot matanya terlihat tegas dan tak ingin dibantah.
Lyra sungguh berada dalam tekanan emosional yang berat. Dia juga ingin segera memiliki anak, agar dia memiliki seseorang yang berarti di kerajaan yang hampa ini.
Sejenak wajah Sierra tiba-tiba muncul di benak Lyra. Dia sangat takut jika sampai Sierra mengandung bayi Cedric.
Jika sampai itu terjadi, posisinya akan dalam bahaya. Bahkan mungkin akan mempengaruhi ikatan antara Kerajaan Eryndor dan Kerajaan Eldrath. Lyra tak mau jerih payahnya selama ini rusak begitu saja.
...****************...
pabtes az d buang m kluarganya
hadeeehhh ,, gk ada perlawanan