Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06
Syam dan keluarga kecilnya membiasakan sholat magrib berjamaah. Tapi seandainya Syam sedang tidak pulang tepat waktu, maka sang istri lah yang akan jadi imam untuk anak-anaknya.
Seperti sore menjelang magrib ini. Lelaki tampan dan mapan itu sedang menunggu azan magrib.
Kenapa tidak sholat di masjid atau mushola? Bukankah lebih utama sholat di masjid bagi kaum lelaki?
Benar, tapi Syam pun menjadi imam di mushola kecilnya yang ada di dalam rumah itu. Dulu, tempat itu adalah play ground anak-anak mereka. Tapi karena sering berjalannya waktu, tentu tempat itu kini beralih fungsi untuk hal yang lebih bermanfaat lagi.
Tidak mungkin bukan Ica dan Tata masih bermain di tempat itu..??
"Ica...?"
"Iya, Bi?", sahut gadis yang memakai piyama Pororo itu.
"Panggil om kamu, suruh jamaah!", pinta abinya.
Belum juga beranjak, Tata yang baru turun dari lantai atas berceletuk.
"Lagi telponan sama ceweknya kali tuh Om Aka!", kata Tata yang duduk di samping abinya.
Syam mengerutkan alisnya.
Ica yang tadi bangkit, memilih kembali duduk. Tapi lagi-lagi abinya menyuruh Ica untuk memanggil Shaka.
"Ica, panggil Shaka. Bilang telponnya nanti lagi!", pinta Syam.
"Iya, Bi!", sahut Ica yang sebenarnya malas. Bukan kenapa-kenapa, tapi karena ucapan Tata tadi. Shaka sedang menelpon 'pacar' nya. Dan Ica bisa menebak jika itu Cyara, siapa lagi????
Kaki kecil Ica melangkah menuju ke kamarnya yang di huni Shaka. Pintu ruangan itu sedikit terbuka. Tanpa sengaja Ica mendengar obrolan antara Shaka dan seseorang di seberang telepon sana.
[Ya...gue usahain, Cya!]
[.....]
[Bukan gitu, cuma...kan Lo tahu sendiri gimana....]
[.....]
[Cya ...please ya, kita baru have fun tadi siang. Jangan sampai kita berantem buat hal yang udah sering kita bahas]
[......]
[Please deh Cya. Lo ngga ada alasan buat cemburu sama Ica atau siapa pun. Lo tahu kan ....]
[....]
[Hallo ...Cya...hallo]
Tut....Tut ....sambungan telepon itu di putuskan sepihak.
"Ckkkk...tumben banget si Cya begini!", gumam Shaka. Ica yang tertegun mendengar namanya di sebut-sebut tadi tak menyadari jika Shaka sudah berdiri di hadapannya.
"Fyuhhhh!", Shaka meniup wajah Ica dari dekat sampai membuat gadis itu tergagap.
"Bengong! Ngapain di sini, nguping ya?", tanya Shaka. Ica spontan mengangguk ,Shaka sampai menaikkan salah satu alisnya.
Tapi setelah sadar jika spontanitas Ica adalah sebuah kesalahan, gadis itu menggeleng cepat.
"Eh ...ngga! Itu...di tunggu Abi, mau sholat magrib jamaah!", kata Ica.
Shaka merengkuh bahu Ica dan mengajaknya turun ke lantai satu.
"Udah lama emang sih gue ngga magrib jamaah!", kata Shaka.
"Kenapa? Emang di sana, Eyang pada sibuk sampai ngga bisa jamaah!?", tanya Ica dengan lugunya.
Shaka terkekeh pelan mendengar pertanyaan Ica.
"Gue ngga tinggal bareng mama papa kali,Ca!", kata Shaka. Keduanya masih menuruni tangga.
"Terus? Lo tinggal dimana, sama siapa?", tanya Ica lagi.
"Ada apart deket kampus sama kantor papa juga. Lagian, gue bukan abg lagi kali yang harus di awasi orang tua melulu."
"Eum...kehidupan Lo di sana, bebas dong?", tanya Ica berhenti di tengah tangga sambil menoleh ke samping di mana wajahnya hanya sampai di leher Shaka.
Shaka tersenyum tipis.
"Sebebas-bebasnya gue, gue juga masih ada batasnya Ca! Ngga usah mikir yang nggak-nggak!", kata Shaka yang membawa Ica melanjutkan langkahnya ke bawah.
Syam melihat keponakan dan paman itu menuruni tangga sambil mengobrol.
Kalian memang di besarkan bersama, tapi ...tak seharusnya kalian sedekat ini! Batin Syam.
Tak berselang lama, azan magrib berkumandang. Syam meminta anak istri dan adik iparnya untuk bersiap.
Dan setelah itu, mereka pun mendirikan kewajiban sebagai umat muslim.
💜💜💜💜💜💜💜
"Masih mau main-main dulu, Ka?", tanya Syam.
''Ngga lah Bi, besok aku boleh magang di kantor Abi kan?", tanya Shaka.
"Perlu di luruskan! Perusahaan kamu dan kakak mu!", kata Syam melirik sang istri yang tersenyum.
Meski secara nasab, Riang tak berhak atas warisan papanya tapi tetap saja papa kandungnya memberikan jatah yang sama antara, Riang, Shakiel dan Shaka.
Tapi berhubung papanya pindah ke Jerman, otomatis perusahaan di alihkan kepada Syam yang mengurusnya.
Shakiel sendiri sibuk di dunia kesehatan, mungkin tak ada keinginan sama sekali untuk melanjutkan bisnis keluarganya.
Dan Shaka sekarang sudah selesai dengan pendidikannya juga sudah dewasa, mungkin sebentar lagi Shaka lah yang harus bertanggung jawab atas perusahaan keluarga mereka.
"Iya...tapi aku mau belajar dari bawah Bi. Ngga yang tiba-tiba menjabat jabatan penting sama Abi."
"Maksudnya...mau jadi staf biasa gitu?", tanya Syam. Shaka mengangguk pelan.
"Kalau Ica?", tanya abinya. Syam memang tak terlalu melibatkan keluarganya di dalam perusahaan.
Ia menjaga privasi keluarganya setidaknya untuk meminimalisir hal yang tidak di inginkan.
"Lusa baru wisuda Bi, udah di tanya aja!", kata Ica cemberut yang bersandar di sofa. Tata sendiri rebahan di pangkuan uminya. Biasa, anak bungsu kan manja....
"Ya kan setidaknya kamu juga perlu mempersiapkannya Ca. Kamu aplikasikan ilmu yang kamu dapatkan untuk kemajuan perusahaan kita. Jadi ngga cuma teori yang kamu dapatkan dari bangku kuliah, tapi prakteknya juga!", kata Syam.
Ica memanyunkan bibirnya.
"Magang bareng aja sama om Aka, ya om??", celetuk Tata.
"Huum! Bisa di atur Ta. Cuma kakak mu ini emang rada-rada males!", celetuk Shaka.
"Hah! Belum ge di mulai, tos di tuduh males!", Ica memijat pelipisnya.
Mereka menertawakan Ica yang merasa tertindas dengan celetukan Shaka.
💜💜💜💜💜💜💜💜
Tata sudah mendengkur di ranjangnya. Entah kenapa gadis itu sering tepat waktu untuk tidur. Bayangkan, jam sembilan malam dia sudah terbuai dengan mimpi-mimpinya.
Tapi jangan salah, jam tiga dini hari ia sudah bangun untuk tahajud dan belajar. Bahkan di sekolah saja ia mendapatkan mandat menjadi seorang ketua OSIS.
"Dih ...jam segini udah sampai Dufan!", celetuk Ica. Gadis itu tengkurap di samping Tata. Ia sibuk membolak balik novel karya abinya.
Meski sudah sibuk di kantor, abinya masih menyempatkan diri untuk menulis. Dan bakat itu menurun pada Ica.
Mungkin Ica memang tak secerdas Tata. Tapi Ica juga mempunyai kelebihan yang lain kan...??
Krieeet....pintu terbuka lebar. Ica memang sengaja belum menutupnya karena ia belum mau tidur.
Ica menoleh dan mendapati om kesayangannya masuk sambil melebarkan pintu kamar itu.
"Kenapa???", tanya Ica. Bukannya menjawab, Shaka justru ikut merebahkan dirinya di samping Ica.
Alhasil, Ica berada di tengah-tengah antara Tata dan Shaka.
Jika Shaka merasa biasa saja karena ini hal biasa yang mereka lakukan sejak dulu, tidak dengan Ica.
Gadis itu merasa degub jantungnya tak menentu. Dia bukan lah ABG yang baru akan baligh. Ica sudah dewasa!!!!
"Ca....?", Shaka menopang kepalanya dengan salah satu tangannya menghadap Ica yang tengkurap dengan buku yang ada di tangannya.
"Apaan?", tanya Ica tanpa menoleh. Dia takut melihat wajah Shaka dari dekat. Padahal ...apa yang harus ia takutkan dari sosok tampan di sampingnya itu?
"Kira-kira...Cyara boleh ikut magang juga ngga ya di kantor kita?", tanya Shaka. Ica menoleh seketika.
"Memangnya kenapa? Dia ngga sekalian ngelamar gitu, yang lebih formal? Lulusan luar juga kan kaya ,Lo?", tanya Ica.
"Heheheh iya juga ya! Pasti sama Abi, boleh kan ya?"
Ica mengedikan bahunya.
Segitunya banget ya Ka sampai Lo ngga mau pisah kerjaan juga sama Cyara?
Ica tak mendengar suara Shaka lagi. Dan ternyata, pemuda itu sudah terlelap wajahnya menghadap Ica.
Ica terdiam sambil menatap wajah tampan om nya itu. Hanya perempuan bodoh yang tak kagum dengan ketampanan Shaka.
Dan mungkin...dirinya pun termasuk bodoh, karena mengagumi om nya sendiri??!!!
"Ica??", panggilan dari seseorang itu menyadarkan Ica dari lamunannya. Di saat yang sama, Shaka berpindah posisi menjadi tengkurap dan menoleh membelakangi Ica.
Gadis itu pun bangun dari ranjang super besar itu. Entah lah, kenapa Tata memilih kasur ukuran ekstra besar padahal ia huni seorang diri.
"Abi???",gumam Ica lirih. Gadis itu perlahan turun dan mendekati abinya yang mengenakan sarung.
"Biarkan saja Shaka tidur di sana, kamu tidur di sofa saja! Jangan berdekatan seperti tadi!"
Ica menatap abinya karena penasaran. Lalu bergantian menatap Tata dan Shaka yang tidur berjauhan karena masing-masing berada di ujung kasur.
"Memang kenapa, Bi?", tanya Ica. Syam mengusap puncak kepala putri sulungnya.
"Kamu sudah paham, ngga perlu menanyakan hal itu sama Abi!", kata abinya tersenyum.
Ica memilih menganggukkan kepalanya pelan.
Syam mengambilkan bantal yang ada di tengah-tengah kasur lalu menyerahkannya pada Ica.
"Udah malam, tidur !", Syam mengusap puncak kepala Ica dengan lembut. Dan setelah itu, ia meninggalkan kecupan di kening Ica.
"Iya, Bi!", kata Ica lirih. Setelah Ica merebahkan diri di sofa, Syam pun keluar dari ruangan itu lalu menutupnya perlahan agar anak-anaknya tak terganggu.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Cinta terlarang bukan sih....?? 🥺🥺🥺
terimakasih 🙏
kasian deh lo dianggap besti... 🤣🤣🤣🤣🤣
gilang said kena deh gue sama emak emak julid...
..