The RADAN

The RADAN

BAB 1

Kota Malang yang selalu disebut sebagai Kota Seni oleh kalangan ramai pastinya memiliki banyak sejarah yang menarik dan mengesankan. Seperti halnya SMA Rimba Sakti. SMA swasta yang terletak di Kedungmalang, pinggiran Utara Kota Malang. Sekolah ini berdiri megah dengan bangunan utama bergaya kolonial yang telah ada sejak tahun 1960. Dikelilingi oleh hutan kecil yang kerap dianggap angker oleh para siswa. Meski begitu, sekolah ini selalu ramai dengan kegiatan ekstrakurikuler dan dipenuhi juga oleh murid-murid berprestasi.

Tahun ini merupakan awal tahun ajaran baru. Sekolah baru bagi murid-murid kelas 10 serta pembelajaran baru bagi murid-murid kelas 11 dan 12. Selagi anak-anak kelas 10 yang masih masuk ke dalam masa orientasi hari terakhir, kelas 11 dan kelas 12 langsung masuk ke dalam pembelajaran baru mereka sejak awal masuk dua hari yang lalu.

Pada waktu istirahat ini, kantin sangatlah ramai. Baik kantin dekat dengan gedung kegiatan ekstrakurikuler maupun kantin utama yang berada di dekat tempat ibadah.

Bahkan saking ramainya, banyak yang tidak mendapatkan tempat duduk untuk makan langsung di sana sambil menikmati nyamannya kursi kantin yang berada di bawah pohon apel. Beberapa murid berdesakan untuk memesan makanan sampai-sampai ada yang baru datang tetapi langsung balik lagi dikarenakan suasananya yang ramai.

Lain halnya dengan seorang siswa yang sedari duduk di salah satu meja kantin dengan pohon apel tepat di atas kepalanya. Jika beruntung, apel itu akan jatuh dan ia akan mendapatkannya secara gratis tanpa perlu izin kepada sekolah.

Satu lagi siswa menghampirinya santai dan duduk di depannya sambil membawa semangkuk bakso dan segelas es teh. "Boleh duduk di sini, kan?" tanyanya.

Sedangkan lawan bicaranya itu hanya mengangguk saja sambil memakan bakso di hadapannya.

"Aku Rian dari IPS 2. Kamu sendiri siapa?" katanya lagi bertanya berusaha membuka topik.

"Arga, MIPA 1," jawab lawan bicaranya itu dengan singkat.

Rian kali ini tak mengatakan apapun lagi. Rian Pamungkas yang sangat dikenal sebagai siswa super humble dan suka berbicara itu juga bisa terdiam di depan seorang Arga Adiwijaya hanya karena dia sedang serius menyantap semangkuk baksonya saat ini. Hal itu tentunya membuat Rian sedikit kesal.

"Kamu anak OSIS, kan?" tanya Rian. Arga hanya berdeham sebagai jawaban membuat Rian jengkel mendengarnya. Laki-laki jangkung itu sudah selesai dengan ritual makannya dan berencana pergi, namun tindakannya terhenti setelah mendengar Rian yang kembali berbicara, "Cuman rumor sih, tapi katanya ada salah satu anak murid dari kelas 12 yang kemarin hilang. OSIS tau sesuatu?"

Netranya seketika menatap Rian dengan penuh siasat seperti halnya yang dilakuan Rian padanya.

"Gak ada yang tau soal itu," jawab Arga. Tetapi, bukannya pergi, Arga justru kembali duduk dan bertanya pada Rian, "Kamu sendiri tau dari mana?"

Rian hanya mengedikkan bahunya. "Gosip anak cewek di kelas," jawabnya yang membuat Arga tak puas mendengarnya.

"Sebenarnya anak OSIS juga bingung kenapa ada rumor begitu. Tadi ada salah satu anggota OSIS yang bilang kalau kemarin dia belum pulang, hari ini orang tuanya lapor ke sekolah yang gak tau apapun soal itu dan sekolah juga menanyakan kenapa dia gak masuk hari ini. Akhirnya dilaporkan ke kantor polisi soal anak hilang ini. Cuman kembali lagi, masih katanya," jelas Arga.

"Dengan kata lain, OSIS tau soal ini, kan?" tanya Rian lagi dan Arga mengangguk.

"Tapi, gak ada satupun yang percaya dan nganggap kalau si siswi ini memang bolos sekolah," jawab Arga.

Bel masuk tiba-tiba berbunyi di sela-sela obrolan itu.

"Ke kelas duluan, Ga. By the way, salken," kata Rian sambil beranjak meninggalkan Arga di kantin.

Masih dengan rasa penasaran yang cukup tinggi, Rian berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya sambil memikirkan penjelasan Arga. Saat masuk, dirinya mendapati teman seperjuang sebangkunya yang kini tengah duduk sambil tangannya berkutik dengan laptop yang ada di depannya.

Rian menghampiri untuk duduk juga, tetapi matanya memincing ketika melihat teman sebangkunya itu justru bukan sedang nge-game. Seketika ia terbelalak melihat berbagai macam tulisan aneh berwarna hijau yang terus-menerus muncul di laptop itu.

'Gila...ngoding?' batinnya tak percaya.

Rian langsung menepuk pundaknya, membuat teman sebangkunya itu sedikit terlonjak kaget dan langsung menutup laptopnya—ia membuka headphone yang menutup kedua telinganya sambil memandang ragu ke arah Rian.

"Lagi ngapain tadi?" tanya Rian penasaran.

"Benerin sesuatu," jawabnya singkat.

Dengan spontan bola mata Rian memutar dengan malas. "Tadi aku dari kantin ketemu anak MIPA yang lagi diidolain sama anak-anak kelas 10," ujarnya membuka topik.

"Terus?" tanya temannya itu singkat.

"Aku mancing dia tanya soal anak kelas 12 yang rumornya hilang itu, dia bilang kalau anak OSIS semuanya tau tapi gak ada yang percaya," jelas Rian.

"Soalnya yang hilang memang cewek yang suka ngerundung, jadi gak ada yang percaya," balas teman sebangkunya itu malas sambil memasang headphone-nya kembali.

Dengan segera, bagian sebelah kanan headphone-nya disingkirkan oleh Rian. "Tapi, ada yang aneh," katanya.

"Apa?" tanya teman sebangkunya itu dengan nada malas.

"Masalahnya kemarin denger gosip gengnya si Riska, kalau dia sendiri ini gak berencana pergi kemana-mana dan pulang sekolah mau langsung pulang," jawab Rian.

Teman sebangkunya itu—Dimas Biantara menatap Rian malas. "SMA itu masa-masa labil, Yan," balasnya membuat Rian berdecak.

Tak lama kemudian, guru geografi mereka masuk ke dalam kelas sehingga Dimas memasukkan laptopnya ke dalam tas dan pelajaran di kelas 11 IPS 2 pun dimulai.

Lain halnya dengan Arga yang saat ini tengah sibuk mengawasi anak-anak kelas 10 di hari terakhir masa orientasi mereka. Beberapa siswi melihat ke arahnya terpana dengan pesona Arga. Sedangkan laki-laki itu sendiri kini merasa tertarik pada salah satu siswi kelas 10 yang memakai kacamata. Rambutnya tergerai dan poninya hampir menutupi matanya.

Bukan apa-apa, Arga merasa ada yang aneh saat siswi itu seperti cemas dan waspada ketika ada yang berusaha dekat dengannya.

"Kenapa, Ga?" salah seorang anak OSIS menghampirinya.

"Bukan apa-apa," balas Arga singkat kemudian berniat pergi menuju toilet. "Aku tak ke toilet dulu yo," izinnya pada anak OSIS yang menghampirinya itu.

Arga mulai melangkah menuju toilet, tetapi terhenti usai melihat sesuatu yang mencurigakan baginya. Dia melihat salah satu guru SMA Rimba Sakti yang seolah sedang mengikuti seorang siswi pengguna almamater OSIS di sana.

Seketika dirinya menghampiri guru tersebut dan menepuk pundaknya. Aneh bagi Arga saat guru itu sedikit terlonjak kaget dan menoleh panik ke arahnya.

"Oh, Arga. Ada apa?"

"Gak ada apa-apa, Pak. Saya cuman kebetulan lewat dan gak sengaja ketemu Bapak. Pak Ruslan sendiri mau ngajar atau apa Pak?" jawab Arga santai seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

Guru TIK yang kerap dipanggil sebagai Pak Ruslan itu hanya tersenyum halus sambil menjawab, "Saya mau mengecek komputer di lab. Arga hari ini kegiatan sudah selesai?"

"Belum, Pak. Setelah Dzuhur nanti istirahat sebentar baru apel penutup," jawab Arga.

"Kalau sekarang tidak ada kegiatan, bisa bantu Bapak? Ada beberapa komputer yang harus dibawa ke gudang karena memang kemarin dicek sudah pada mati," tawar Pak Ruslan.

"Boleh, Pak," balas Arga menyetujui.

Keduanya pun berjalan dengan santai menuju lab komputer. Di koridor itulah mereka bertemu dengan Rian dan Dimas yang tengah duduk di kursi panjang di depan lab komputer.

"Lho! Kalian berdua kok di sini?" tanya Pak Ruslan.

Rian berdiri sembari menggaruk tengkuknya tak gatal. "Gini, Pak. Laptop si Dimas mati, dia mau minta tolong Bapak benerin," jawabnya.

Dimas sendiri pun ikut menyusul Rian sambil menyodorkan laptopnya kepada Pak Ruslan. "Saya minta tolong dengan sangat, Pak. Soalnya ada banyak data penting di laptop ini, kalau gak segera dibetulkan bisa-bisa datanya hilang semua," jelasnya.

"Iya Pak, kasihan saya sama Dimas. Dia gak punya pacar, soalnya pacar dia laptop, Pak. Kalau gak dibenerin bisa-bisa besok sudah innalilahi," sahut Rian bercanda membuat Dimas langsung menoyor kepalanya.

Pak Ruslan hanya menggelengkan kepalanya mendengar celotehan kedua anak muridnya itu. Dengan senang hati ia mengulurkan tangannya untuk mengambil laptop tersebut. "Ya sudah saya bantu, tapi sebagai gantinya kalian juga harus bantu saya," katanya.

Rian dan Dimas tak menjawab dan justru saling memandang sejenak sebelum kembali mengarah ke Pak Ruslan.

"Bantu Arga untuk membawa beberapa komputer ke gudang selagi saya membetulkan laptop kamu," lanjut Pak Ruslan.

"Oh, kalau gitu aja sih siap Pak," jawab Rian dengan tangan berposisi hormat.

Pak Ruslan berjalan lebih dulu untuk membuka lab komputer. Di lain sisi, Rian dan Dimas tiba-tiba saling bertos-ria pelan seolah mereka berhasil akan sesuatu. Hal tersebut membuat mata Arga menyelidik seketika.

"Kalian mau bantuin biar gak ikut pelajaran?" tanya Arga menyelidik.

"Tau aja," jawab Rian santai sambil berbalik menuju lab komputer yang akhirnya diikuti Dimas dan Arga di belakang.

Saat Arga ingin masuk, Dimas secara tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh, "Jangan mencurigai satu orang."

Terpopuler

Comments

ADZAL ZIAH

ADZAL ZIAH

keren kak ceritanya... dukung karya aku juga ya

2024-10-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!