NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

berkas kebenaran

Doni berdesir saat mengeluarkan lembaran-lembaran kertas dari tasnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut, tetapi karena rasa ingin tahunya semakin memuncak. Ara duduk di depannya, matanya berbinar, menunggu cerita.

“Ini, Ara. Kau tidak percaya apa yang kutemukan di lemari tua itu.”

Dia menyodorkan berkas tersebut. Ara mengambilnya dengan lembut, matanya menyusuri setiap baris tertulis. Keheningan melingkupi mereka, hanya suara sudu dan cangkir kopi Ara yang menabrak meja.

“Semua ini... seperti rahasia yang terpendam,” Ara mengangkat wajahnya, suaranya bergetar. “Apa ini benar-benar milik klinik?”

Doni mengangguk, menimbang setiap kata. “Disebukan dari pemerintah. Tidak ada catatan resmi tentang pasien-pasien ini.”

Ara menyeruput kopinya dengan hati-hati, lalu menaruh cangkirnya. “Apa maksudmu? Kenapa ada yang disembunyikan?”

“Tidak tahu. Tapi, baca ini.” Dia menunjuk ke salah satu lembar. “Seorang pasien dirawat untuk masalah yang sama, tapi tidak ada penjelasan tentang diagnosisnya. Seolah-olah mereka... tidak ingin orang lain tahu.”

Ara memandanginya, rahang menegang. “Kau yakin tidak salah? Ini bisa sangat berbahaya, Doni.”

Doni mendengus. “Aku sudah membuktikannya.” Dia menarik napas dalam. “Setiap catatan yang kau lihat, semua itu berasal dari pasien yang sama."

“Sama?” Ara mengulangi, ragu. “Maksudmu…”

“Sama. Mereka didiagnosis dengan kelainan yang aneh. Semua dari klinik ini.”

Bibir Ara menyatu. “Jika semua ini benar... kita harus melaporkannya.”

“Dan siapa yang akan percaya kita?” Doni membantah, gelisah. “Bukan hanya itu. Kita tidak tahu siapa yang terlibat.”

Ara menggumam, berpikir keras. “Tapi... jika ini memang berbahaya, kita harus melakukannya. Kita tidak bisa tinggal diam.”

“Dan menghadapi kemungkinan ditindak?” Doni merengut. “Aku tidak mau.”

“Doni!” Ia menggenggam tangannya. “Kau bukan satu-satunya yang menghadapi risiko di sini. Jika ini menyangkut orang lain, kita harus cari tahu lebih dalam.”

Tangan Doni menjepit berkas itu. Tujuannya tak sejelas sebelumnya. Keduanya terkurung dalam dilema. “Dan jika ada yang menyadari kita mencari tahu? Kita bisa jadi target.”

Ara menghela napas. “Apakah kau tahu bagaimana rasanya hidup setiap hari dengan rasa tidak adil? Jika ada yang tidak beres, kita harus menghentikannya. Tidak peduli apapun risikonya.”

Doni mengenang senyum hangat ibu yang telah pergi, mengingat pengorbanannya selama ini. “Jadi, kau bersedia bertaruh hidupmu untuk menyelamatkan orang-orang yang tidak kita kenal?”

“Ya. Dan kita bisa memulai dengan mengunjungi departemen kesehatan. Mereka mungkin punya informasi,” Ara menyatakan, penuh keyakinan.

“Biar aku lakukan sendirian. Lebih baik menjauhkanmu dari semua ini,” ucap Doni tegas.

Bahu Ara terangkat. “Sejak kapan kau jadi pelindungku? Kita selalu bersamanya. Kita hadapi ini berdua.”

Doni terdiam, mengamati ekspresi yang mendalam di wajahnya. Kegigihan Ara membuatnya tersentuh, meski rasa takut menggerogoti hatinya. “Baiklah. Tapi kita harus hati-hati.”

Dia mengangguk, senyumnya mengembang. “Bersama kita lebih kuat.”

“Dan jika mereka tidak percaya?” tanya Doni, mencoba membungkam keraguannya sendiri.

“Saat itulah kita buktikan. Kita cari tahu lebih banyak. Kita bisa ambil langkah kecil mulai sekarang.”

Doni meletakkan tangannya di atas tumpukan berkas yang berserakan di meja. “Kita perlu mencari tahu siapa yang membuat catatan ini. Mungkin ada seseorang yang bisa kita ajak bicara.”

“Dan kita bisa melindungi orang-orang dari pengabaian yang berpotensi besar.” Ara berbinar, visi mereka seakan terlahir di antara mereka.

“Baik. Kita buat rencana. Nanti malam, kita ke departemen kesehatan.”

Doni menyandarkan punggungnya ke kursi, merasakan detak jantungnya. Sebuah keinginan mencekam untuk menyingkap misteri ini meliputi dirinya.

Mata Ara berkilau dalam kegelapan. “Dan kita tidak akan mundur. Apa pun yang terjadi.”

Sepanjang perjalanan ke rumah, suasana dipenuhi keheningan menggetarkan. Kata-kata bergaung di benak Doni, menuntut perhatian, membangkitkan rasa berani untuk mengambil risiko. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk semua orang yang mungkin terjebak dalam jaring rahasia klinik yang menakutkan itu.

Berbekal berkas-berkas tersebut dan semangat Ara, Doni merasa baru pertama kali mendengar bunyi detak jantungnya. Sesuatu yang hilang kembali hadir.

Malam mendekati, lampu jalan berpendar redup, menciptakan bayangan aneh di trotoar. Doni dan Ara berjalan bersebelahan, langkah mereka cepat dan terbata-bata, sama-sama merasa gelisah akan misi yang akan dijalani.

“Pasti ada yang bisa kita kerjakan di departemen kesehatan,” Ara berkata, suaranya mantap meski terlihat ragu.

Doni mengangguk, namun kepalanya berkerut. “Jika mereka tidak mendapati apa yang kita cari? Bukankah itu berarti kita hanya membuang waktu?”

“Setiap jalan untuk menemukan kebenaran selalu berisiko,” jawab Ara, ketegasan dalam kata-katanya membuat Doni sedikit terbangkitkan. “Apa yang kau khawatirkan, Doni? Kita hanya ingin tahu.”

“Aku hanya… tidak ingin kau terjebak dalam sesuatu yang lebih besar dari kita,” Doni menjawab, nafasnya tersangkut. Keringat dingin membasahi tengkuknya.

“Jangan khawatirkan aku," Ara menatapnya dengan penuh keyakinan, "Fokuslah, kita mencari tahu. Kita harus mulai dari departemen.”

Mereka tiba di gedung departemen kesehatan, bangunan megah bercat putih, tertutup dalam bayang malam. Pintu kaca memasuki ruang gelap, dan suara langkah kaki menggema di lorong.

“Keputusan ini... mungkin akan mengubah segalanya,” ucap Doni sembari berusaha menenangkan dirinya. “Ada baiknya kita berhati-hati.”

Ara mengangkat dagunya. “Kita sudah di sini, Doni. Sekarang saatnya kita melakukan sesuatu.”

Mereka melangkah ke meja resepsionis. Seorang wanita berambut pendek memandang mereka, alisnya terangkat.

“Mau ke mana?” Suaranya dingin, tak ada hangat dari sambutan itu.

“Cari informasi tentang pasien tahun lalu, di klinik,” jawab Ara cepat.

“Bisa saya tahu alasannya?” Wanita itu tidak bergeming.

“Ada beberapa… ketidakberesan yang kami temukan,” Doni menambahkan, berusaha memperlihatkan ketulusan.

“Ketidakberesan?” Wanita itu mengerutkan keningnya.

Ara melangkah lebih dekat, menatapkan mata dengan penuh percaya diri. “Ya. Berkas keterangan yang mencurigakan. Kami hanya ingin memastikan.”

Wanita itu terlihat ragu sejenak, lalu memanggil seseorang melalui intercom. Doni dan Ara bertukar tatapan, harapan dan ketegangan bercampur aduk.

“Pastikan kalian tidak membuat masalah,” perempuan itu akhirnya menyuruh, sambil menyilang tangan.

Beberapa menit kemudian, seseorang menjulang tinggi muncul. Seorang pria berkacamata dengan jas formal, wajahnya tampak serius. “Ada apa ini?” suaranya cermat, menuntut penjelasan.

Doni maju selangkah, membawa berkas yang mereka temukan. “Kami menemukan dokumen di klinik yang sepertinya disembunyikan. Kami ingin tahu lebih lanjut mengenai pasien-pasien itu.”

“Dokumen apa?” Pria itu membuka berkas tersebut, matanya menyusuri tulisan penuh curiga.

Perasaan keringat dingin mengalir di punggung Doni. Ara berdiri di sampingnya, siap menghadapi apapun yang datang.

“Kami perlu memastikan semua informasi ini valid dan mungkin perlu dilaporkan,” Ara menambahkan.

Pria itu mendongak, meneliti wajah mereka. “Kalau begitu, Anda berdua mungkin lebih baik menjelaskan dari mana Anda mendapatkan ini.”

Doni dan Ara saling pandang. Ini saat yang sulit.

“Kami bekerja di klinik, sebagai karyawan. Teman kami yang dulu bekerja di sana menceritakan beberapa hal,” Doni berusaha menjawab sejujurnya.

“Jelas, Anda tidak memahami konsekuensinya. Ini bisa membuat Anda terlibat dalam perkara hukum,” ia mengingatkan dengan nada waspada.

“Karena itu kami di sini. Kami ingin meluruskan ini sebelum lebih banyak orang terpengaruh,” Ara menyisipkan dengan gigih, matanya terfokus pada pria itu.

Ekspresi pria itu melunak sedikit. “Baiklah, saya akan melakukan pengecekan. Namun, Anda harus tetap berhati-hati. Situasi ini bukanlah hal sepele.”

Doni merasakan ada harapan di dalam ikatan kata-kata pria tersebut. “Terima kasih.”

Pria itu mengangguk pelan. “Tunggu di ruang tunggu. Kami akan memberitahukan informasi lebih lanjut.”

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!