Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 6
Guys, kasih dukungan yuk buat anak didik emak yang lagi belajar berkarir di dunia literasi. Mari singgah ke lapaknya dan tinggalkan like serta komentar sebagai bentuk semangat. Jangan salfok ya sama nama pena anak emak ini karena dia terinspirasi dari nama salah satu tokoh legenda di novel emak. Jangan lupa pada mampir ke sana ya. Maaciw 😘
***
(Kenapa para dokter heboh sekali? Siapa yang mau datang?)
Ailen heran melihat rekan sejawatnya kelimpungan berlari ke sana kemari. Dia yang baru saja kembali dari makan siang, segera mendatangi seorang perawat guna menanyakan apa yang sedang terjadi.
"Ada apa ini? Mereka semua kenapa terlihat buru-buru sekali?" tanya Ailen sambil terus memperhatikan kehebohan yang sedang berlangsung.
"Lho, memangnya dokter Ailen tidak tahu ya kalau pemilik rumah sakit ini mau datang?" sahut si perawat heran.
"Pemilik rumah sakit ini datang?"
"Iya. Dan ini adalah hal yang sangat langka. Diceritakan oleh banyak orang, bos pusat kita sangat membenci rumah sakit. Beliau juga mempunyai OCD akut di mana tak bisa melihat sesuatu yang kotor. Makanya sekarang para dokter gempar setelah diberi kabar kalau orang ini mau datang,"
"Oh begitu ya. Aku kira kenapa."
"Hanya oh?"
"Lantas aku harus bagaimana? Ikut heboh seperti mereka?" Ailen mengendikkan bahu. "Tugasku di ruang bedah. Jadi tidak perlu juga kebakaran jenggot seperti mereka. Orangnya tidak mungkin datang untuk dioperasi, bukan?"
Di saat yang bersamaan, terlihat Juria datang bersama seorang dokter lainnya. Raut wajah wanita ini terlihat cerah sekali hingga membuat Ailen tercengang heran.
"Juria, kau ini dokter atau biduan pantura? Coba berkaca. Make-upmu mengalah glamornya seorang Beyonce," tanya Ailen setengah mengejek. Entah apa yang temannya ini pikirkan sehingga berdandan semenor itu. Membuat mata yang memandang menjadi sakit saja.
"Sembarangan. Ini namanya make-up khusus. Bagaimana sih," gerutu Juria tak terima hasil kerja kerasnya diejek.
"Make-up khusus untuk apa?"
"Tentu saja untuk menyambut calon ATM berjalanku. Hehehehe,"
Sudah bukan rahasia umum lagi kalau pemilik rumah sakit merupakan konglomerat tunggal kaya raya. Selain Ailen, tidak ada satu pun wanita di kota itu yang tidak mengidamkan pria tersebut. Seperti halnya dengan Juria. Meski tahu punya banyak saingan, dia tetap percaya diri ingin menampilkan yang terbaik dengan harapan akan dilirik. Nasib mujur seseorang siapa yang tahu.
"Semuanya, Tuan Derren sudah tiba. Jaga sikap dan pastikan tidak ada yang salah!" teriak salah satu dokter mengingatkan semua orang agar bersiap.
Ailen yang tidak tertarik dengan hal tersebut, memilih untuk pergi saja dari sana. Dia sama sekali tak merasa penasaran dengan paras pria kaya raya yang menjadi pujaan banyak orang, terutama dokter dan perawat yang bekerja di rumah sakit ini. Baginya itu tak jauh lebih menarik dari berkutat dengan alat-alat bedah.
"Na na na na na." Ailen bersenandung. Dia menunggu pintu lift terbuka sambil memainkan ponsel. Asik sendiri, Ailen tak sadar pintu lift terbuka kemudian menutup kembali. Pikirannya sedang tak menentu.
Sementara itu di halaman depan rumah sakit, para dokter dengan antusias menyambut kedatangan bos besar mereka. Melihat hal itu tak membuat Derren merasa senang hati. Sebab wanita yang dia cari tak muncul dalam penyambutan tersebut.
"Jangan risau, Tuan. Mungkin Nona Ailen sedang berada di ruang bedah. Makanya tidak ikut menyambut kedatangan Anda," bisik Julian menghibur kekesalan di diri bosnya. Sedikit tidak sesuai dengan harapan memang, tapi tidak mungkin juga Julian menyebut nama Nona Ailen di hadapan orang lain. Itu privasi.
"Bawa aku ke sana sekarang juga. Perutku sudah sangat tidak nyaman."
"Baiklah."
Mengabaikan para dokter, Julian menemani bosnya menuju ruang bedah. Mereka berjalan menuju lift. Dan tanpa disangka-sangka, orang yang Derren cari sedang berdiri di sana. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Senyum lebar tampak mengembang di bibir Derren begitu berdiri di sebelah Ailen.
(Aku menemukanmu, wanita nakal. Akhirnya)
"Na na na na. Hmmmm," Ailen kembali bersenandung tanpa menyadari kehadiran seseorang di sebelahnya. Baru ketika tak sengaja melihat bayangan di lantai, dia terkesiap kaget dan sontak menoleh. "K-kau ... kau kenapa bisa ada di sini?"
Derren melambaikan tangan sambil tersenyum manis. "Hai, dokter Ailen. Kita bertemu lagi sekarang. Apa kabar?"
"Kau tahu namaku?"
"Mataku tidak buta. Ada name tag di seragammu."
"Hah? Oh, i-iya juga ya."
Ailen kikuk. Bagaimana tidak. Pria yang beberapa hari ini selalu mengusik pikirannya tiba-tiba muncul dan menyapa. Siapa yang tidak kaget coba.
Ting
Srettt
"Akhhhh!!"
Julian tahu diri. Dia tak ikut masuk saat bosnya menarik tangan Nona Ailen ke dalam lift. Juria yang menyaksikan hal tersebut, tanpa ragu mendatangi laki-laki tampan yang datang bersama Tuan Derren. Dia khawatir.
"Permisi, bolehkah saya tahu mengapa Tuan Derren bersikap kasar pada rekan kerja saya?" tanya Juria penuh penasaran.
"Apa kau dokter di rumah sakit ini?" Julian balik bertanya.
"Iya. Saya satu angkatan dengan dokter Ailen."
"Kalau begitu dengarkan ucapanku dengan baik. Nona Ailen akan baik-baik saja bersama Tuan Derren di dalam. Dan jika kau masih ingin berkarir dalam dunia medis, pastikan tidak mencampuri sesuatu yang tidak ada urusannya denganmu. Paham?"
"Anda sedang mengancam saya?"
"Apa itu terdengar seperti ancaman?"
"Menurut Anda?"
Juria kesal. Enak saja dia diminta untuk tidak ikut campur dengan urusan Ailen. Tidak mungkin. Sebagai teman yang baik, Juria telah berjanji akan selalu ada dalam suka dan duka temannya itu. Dan sekarang dia diminta untuk tidak ikut campur? Omong kosong macam apa ini.
"Nona ... Juria. Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang. Percayalah, Nona Ailen akan baik-baik saja. Ada urusan kecil yang perlu mereka selesaikan sendiri tanpa campur tangan orang lain," ucap Julian bicara dengan nada halus saat merasakan aura pembunuh di diri dokter cantik bernama Juria tersebut.
(Teman sejati rupanya. Pantas galak)
"Tuan angkuh, dengar ucapanku baik-baik. Selagi itu berhubungan dengan dokter Ailen, aku tidak akan takut berurusan denganmu sekali pun. Di dunia ini dia tidak punya siapa pun selain aku. Jadi maaf-maaf saja kalau aku menolak untuk tidak ikut campur. Paham!" tandas Juria dengan berani.
"Aku paham. Jadi sekarang bisakah kau jangan mengacau? Aku mengalah karena masih menghargaimu sebagai wanita. Jangan jadikan aku manusia brengsek yang menganggap wanita sebagai musuh. Bisa?"
Juria mengomel kesal sambil berjalan menjauh dari depan lift. Sedangkan Julian, dia menghela napas lega karena berhasil menyingkirkan satu masalah.
"Ternyata masih ada teman sejati di dunia ini. Aku cukup salut melihat keberanian Juria saat ingin melindungi Nona Ailen. Hmm, semoga saja di masa depan nanti hubungan mereka tidak berakhir seperti Tuan Derren dan Tuan Keenan. Persahabatan mereka hancur hanya karena seorang wanita murahan seperti Nona Zara."
Drt drtt
Ponsel di saku Julian bergetar. Satu panggilan masuk. Segera dia menjawab. "Ada informasi apa?"
["Tuan, Nona Zara membuat ulah. Dia memanggil beberapa wartawan dan melakukan konferensi pers terbuka guna membahas hubungannya dengan Tuan Derren. Katanya seseorang telah mempengaruhi pikiran beliau agar membencinya. Dan reaksi publik cukup mengerikan. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"]
***