Kanesa Alfira, yang baru saja mengambil keputusan berani untuk mengundurkan diri dari Tano Group setelah enam tahun dedikasi dan kerja keras, merencanakan liburan sebagai penutup perjalanan kariernya. Dia memilih pulau Komodo sebagai destinasi selama dua minggu untuk mereguk kebebasan dan ketenangan. Namun, nasib seolah bermain-main dengannya ketika liburan tersebut justru mempertemukannya dengan mantan suami dan mantan bosnya, Refaldi Tano. Kejadian tak terduga mulai mewarnai masa liburannya, termasuk kabar mengejutkan tentang kehamilan yang mulai berkembang di rahimnya. Situasi semakin rumit dan kacau ketika Kanesa menyadari kenyataan pahit bahwa dia ternyata belum pernah bercerai secara resmi dengan Refaldi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jojo ans, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
"Kamu beneran mau ke NTT?" Entah ini sudah pertanyaan ke berapa kali yang dilontarkan Mama. Beliau seolah tidak percaya bahwa aku akan berangkat ke Labuan Bajo siang ini. "Iya Ma, dari tadi Nesa kan udah
ngomong kalau mau liburan ke Pulau
Komodo."
Aku mencoba menjawab dengan kalem menutupi rasa kesal karena menerima pertanyaan yang sama beberapa kali di waktu yang sama. "Kenapa harus ke sana sih Nes? Kamu lagi nggak nyari jodoh di sana kan? Terakhir kamu ke sana 10 tahun lalu.
kamu malah pulang dengan jatuh cinta sama Adi." Oh iya aku lupa ngomong sama kalian kalau Aku dan mantan suamiku itu pertama kali bertemu di Labuan Bajo, dulu tempat itu belum terlalu terkenal seperti sekarang. Gegara Mama, Aku malah mengingat masa lalu. "Kenapa sih Ma, Nesa mau liburan ya sekalian nyarin jodoh juga."
"Nesa, kamu baru 2 bulan cerai lho." Memangnya apa pengaruhnya aku yang baru bercerai 2 bulan dengan cari jodoh? Tidak ada larangan kan. "Emangnya kenapa sih Ma? pamali?"
tanyaku.
Sembari menelepon dengan ponsel yang sengaja kujepit di telinga dan pundak, aku menyiapkan barang-barangku. Pukul 10 penerbanganku ke Laboan
Bajo, jadi aku masih punya waktu 4 Jam lagi untuk bersiap-siap.
"Bukan pamali Nes, tapi apa kata
orang, kalau kamu udah punya gandengan dalam kurun waktu yang begitu singkat."
Aku memutar bola mata mendengar ucapan Mama.
"Kenapa harus peduli kata orang.
emang mereka yang ngasih aku
makan?" "Ya udah deh Ma, Nesa udah mau siap-siap. Salam sama Papa ya."
Tanpa mendengar balasan mama, panggilan itu segera ku matikan. Berbicara dengan orang tua kadang membuat telinga panas namun hal
seperti itu yang selalu akan kita
rindukan nanti.
Pukul 09.00 WIB.
Aku sudah sampai di Bandara bersama. koper biru muda milikku. Pakaian yang kugunakan tidak mencolok, hanya kaos oblong berwarna putih dengan jeans hitam dan sneakers yang senada dengan kaos yang kugunakan. Aku juga menenteng tote bag berwarna campuran putih dan hitam yang di dalamnya ada beberapa perlengkapan keberangkatan seperti dompet beserta kartu-kartu di dalamnya termasuk kartu tanda penduduk. Beberapa peralatan make.
up dan juga ponsel.
Setelah check in ku langkahkan kaki menuju starbucks untuk memesan kopi, semalaman aku tidak tidur. Hmm, ya kebisaan anehku sebelum
bepergian jauh, aku tidak akan bisa
tidur semalaman. Maka itulah pagi ini
aku cukup mengantuk.
Setelah membeli kopi aku memilih
duduk di dalam waiting room tepatnya di bangku kosong paling pojok. Aku masih punya waktu yang cukup untuk membaca beberapa episode cerita di aplikasi wattpad sembari menunggu. "Permisi Mbak, boleh duduk di sini?" tanya seorang laki-laki. Aku lantas langsung menoleh dari bacaanku. "Eh, iya boleh Mas. Kursinya juga bukan punya saya," candaku. Laki-laki itu nampak tersenyum dengan gigi atas sebelah kirinya yang ginsul. Terlihat manis, menurutku. "Dito," ucapnya sambil mengulurkan tangan di depanku. "Kanesa," balasku.
"Ke Labuan Bajo ya?" tanyanya.
Aku tersenyum dan berucap, "Iya
Mas."
Sebenarnya aku adalah tipe orang yang tidak terlalu suka mananggapi ucapan orang yang baru dikenal, karena pernah kena hipnotis zaman. kuliah dulu. Tapi semoga saja laki-laki
ini tidak punya niat jahat. Setelah menunggu beberapa saat,
suara panggilan untuk masuk ke dalam
pesawat terdengar. Lelaki di sebelahku
juga ikut berdiri dan mengekoriku.
Setelah merasakan panas dipantatku
selama kurang lebih 2 jam 30 menit,
akhirnya pesawat mendarat di Labuan
Bajo. Aku turun dari pesawat dengan
tidak terburu-buru, aku malah lebih
ingin melambatkan diri menikmati
udara baru yang tentunya sangat
berbeda dengan Jakarta.
Lagi pula hotel yang ku booking sudah
sepaket dengan mobil, janjiannya
pukul 14.00 WITA. Oh iya, aku juga
lupa kalau perbedaan waktu di sini
dan Jakarta itu 1 jam. Tadinya aku
malah mengira bahwa arloji hitam
yang melingkar di lenganku sudah
rusak.
Setelah menunggu beberapa saat,
mobil jenis Toyota Etios bersama satu
mobil lainnya bertengger tak jauh dari
tempatku duduk.
Ponselku berbunyi.
Aku tak mengangkat dan malah
melangkahkan kaki mendekat ke arah
mobil itu.
"Pak Hanu ya?" tebakku.
Seorang pria berusia 40an keluar
dari mobil setelah menganggukkan
kepalanya dari jendela mobil yang
terbuka.
"Mbak Nesa dari Jakarta?" tanya pria
itu untuk memastikan.
Aku menganggukkan kepala. Setelah
memastikan identitas dan kartu
booking yang ada di ponselku, pria itu
kemudian membantuku memasukkan
koper di dalam bagasi.
"Makasih ya Pak," sahutku sembari
mengulas senyum.
"Sama-sama. Mbaknya langsung nyetir
kan?" tanyanya lagi.
"lya pak, saya langsung pakai
mobilnya.
Lelaki itu menganggukkan kepala
pertanda mengerti lalu setelahnya
berpamitan dan masuk ke dalam mobil
yang ada di belakangnya. Sementara
aku masuk ke dalam mobil sewaanku
dan langsung pergi dari sana.
Aku tidak langsung menuju hotel
namun aku singgah makan siang
di salah satu restoran yang ku pilih
secara random. Memarkirkan mobil
dan masuk ke dalam. Perutku sudah
meronta-ronta untuk diisi, sebenarnya
di pesawat tadi ada makan siang
namun yang kulakukan adalah tidur.
Jujur saja aku tidak bisa mengunyah
di dalam burung besi karena jika
melakukannya aku akan langsung
mual dan muntah.
"Pesan apa Mbak?" tanya seorang
perempuan muda yang mengenakan
seragam merah maroon dipadukan
pink pudar. Seragam pelayan restoran
ini nampak menggemaskan.
"Ehm, saya pesan menu yang paling
laris di sini dan minumnya jus buah
naga," jawabku setelah dengan singkat
ku bolak-balik buku menunya.
"Baik, ditunggu ya mbak."
Sembari menunggu pesananku datang,
aku mengecek aplikasi whatsappku
dan rupanya penuh dengan pesan
grup kantor.
Miranda: Guys gosip baru!!
Miranda: Beneran ini tho Nggak
boong
Lilis: Udah tahu kaleeee
Deon: Berisik
Dedi: Nggak tobat Mir?
Miranda: Mas Dedi ihhhh
Deon: Racooott
Miranda: Diam junior
Gibran: Ada apa ini ribut-ribut?
Sania Miranda minta pencerahan
Mas
Miranda: Sembarangan! Saya lagi
mau bawa gosip hangat lhoo
Gina: Nyimakkk
Wahyu: Nyimak 2
Deon: Mir, kamu mau ngomong
kalau calon tunangannya Mbak
Tatiana udah duda anak 5?
Miranda: Ngapain kamu yang
ngomong sih Yon?
Hilda: Benaran?? Lepasin Pak Adi
demi paruh baya?
Jeni: Parah sih ini
Miranda: Mbak Nesa mana sih?
Nggak ada suaranya
Deon: Lagi di pesawat mungkin
Aku: Saya di sini sedari tadi dan
membaca semua omongan kalian.
Miranda: Nongol juga
Lilis: Mbak Rindu
Miranda: Sama.... huuuuu
Deon: Warning!!! Arah jam 12, Iblis
datang!!!
Jeni: Sialan! Mhak Dewi datang
guys!
Miranda: Selamat datang di
Neraka!!!
Aku senyum-senyum sendiri membaca
pesan grup anak-anak divisi. Tak ada
lagi balasan setelah ucapan Miranda.
Membayangkan wajah tegang mereka
berhadapan dengan Mbak Dewi
membuatku gemas. Tiba-tiba aku
rindu mereka.