"Aku mencintai Humairah, gadis cantik yang mempunyai suara indah dan merdu itu."
Shaka begitu bahagia saat kedua orangtuanya akan menjodohkannya dengan gadis yang dia kagumi. Dia merasa takdir benar-benar menyatukannya dengan Humairah, gadis sholeha, yang memiliki wajah cantik tersembunyi dan hanya dia yang beruntung mendapatkannya.
Gabungan: Sahabatku Ambang Pernikahanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Malam hari Shaka hanya memakai sarung, sungguh suhu di desa begitu dingin.
"Fifi dan Tiara tidurnya sama tante aja, biar Arvi sama dengan ayahnya Humairah."
Di sana hanya ada tiga kamar, kamar milik Humairah, kedua orang tuanya dan juga milik kakak Humairah yang tengah merantau ke kota orang.
"Sayang aku mau pipis," ucap Shaka kepada istrinya yang sudah bersiap untuk tidur.
Humairah menghela napas panjang, dia mengikat rambutnya lalu menemani Shaka ke toilet di bawah rumahnya.
"Temanin di dalam?" pinta Shaka menarik istrinya itu ke dalam kamar mandi.
"Di sini aja kak."
"Enggak, kamu ikut." Shaka berusaha menahan rasa jijiknya melihat toilet tersebut yang begitu berbeda dengan toilet rumahnya, kaki Shaka bahkan tak ingin menyentuh lantai kamar mandi.
Usai melakukan ritualnya, Shaka bernapas lega dan buru-buru mengajak istrinya kembali ke kamar.
"Sayang..."
"Apalagi kak?" tanya Humairah berdecak kesal, baru juga menutup mata sudah dipanggil aja.
Shaka menyuruh Humairah menghadap ke arahnya, begitu sunyi dan hanya suara anjing yang sering kali meng gong-gong tengah malam.
"Kalau anjing itu masuk ke dalam rumah gimana?" tanya Shaka menatap istrinya yang berada dalam dekapannya.
"Enggak ih, tidur."
Humairah mematikan lampu kamarnya, menarik selimut sehingga menutupi tubuh mereka.
"Sayang, kamar ini ada kedap suara?" tanya Shaka.
"Enggak ada, bisa kedengaran sampai luar kalau suaranya terlalu besar. Kenapa emang?" tanya Humairah mengusap rambut suaminya yang memeluknya dengan erat.
"Mau minta jatah." Shaka menyengir.
Humairah terkekeh, dia menyetujui permintaan suaminya.
"Serius?"
"Hem asalkan jangan terlalu kencang-kencang mainnya biar enggak kedengeran sampai kamar kakak aku."
Shaka mengangguk, dia melepaskan sarung yang dia gunakan, sarung pemberian ayah mertuanya.
Shaka menambahkan satu bantal kepala Humairah, agar istrinya itu nyaman.
Baru saja pemanasan, ketukan pintu kamar membuat aktivitas mereka terhenti sejenak.
"Biar aku, kamu sudah enggak pake apapun." Shaka menarik sarungnya lalu beranjak membuka pintu.
Halisa menatap ke dalam, anaknya sepertinya sudah tertidur pulas.
"Umi cuma mau ambil selimut di lemari Humairah. Eh, atau kamu aja yang ambilin."
Shaka membuka lemari mengambil selimut lalu memberikannya kepada mertuanya.
Saat pintu sudah di kunci, Shaka bergegas menaiki ranjang.
Mereka pun melanjutkan permainan mereka yang sempat tertunda.
"Haus," ucap Humairah yang sudah kelelahan di bawah Shaka.
Sudah dua jam lebih mereka melakukan permainan di atas ranjang. Namun, tak kunjung Shaka ingin berhenti.
Tanpa menghentikan aktivitasnya, Shaka meraih sebotol air di meja lalu membantu istrinya minum.
Humairah bernapas lega saat tenggorakannya sudah tak kering lagi. Dia memegang bahu Shaka yang masih setia diposisi sebelummya.
"Kak udahan yok, udah sakit banget."
Humairah menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan suara yang sebenarnya ingin dia keluarkan, tetapi takut ke dengeran sampai luar kamar.
"Bentar, habis ini udah." Shaka semakin cepat, sampai hingga dia juga sudah merasa lelah.
Tanpa menunggu Shaka, Humairah sudah berada di alam mimpi dengan tubuh yang lengket belum dibersihkan.
Shaka meraih tisu di meja lalu membersihkan tubuh mereka. Tidak mungkin dia keluar kamar lalu ke kamar mandi sendirian.
Akhirnya, mereka menunggu esok hari mandinya, mereka memilih untuk tidur.
Shaka menarik selimut menutupi tubuh polos Humairah yang begitu damai.
"Makasih istriku." Shaka mengecup sekilas kening Humairah sebelum ikut tidur bersamanya.