Karena tidak sengaja terluka oleh barang berbahaya dari seorang pelanggan gila. Hisa harus berakhir dengan penyakit aneh yang sekian detik menghancurkan bagian tubuhnya.
racunnya terlalu kuat membuatnya harus mencari beberapa bahan ramuan yang langka atau bahkan sudah menjadi legenda hanya untuk sekedar sembuh.
tapi...kejadian berbahaya yang tidak dia inginkan terjadi satu demi satu, mengejarnya sekuat tenaga seolah mencegahnya untuk hidup.
"Dewi keberuntungan, dimanakah engkau? aku sangat lelah hingga raga ku tidak sanggup lagi untuk hidup!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lulanan astraya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
apakah wajah ku masih mulus
Hisa bangun ketika hari sudah sedikit terang, jendela kaca memantulkan pemandangan dibagian luar yang membuatnya sedikit kebingungan.
Ini bukan tempat tinggalnya.
Hisa berkedip dua kali dan baru menyadari bahwa dia tengah berada di toko obat milik nyonya Jian, ibu dari temannya Caine.
Klik.
Telinganya gemetar gemas saat suara mendorong pintu terdengar, dia memalingkan muka dari jendela dan menatap pintu. Nyonya Jian masuk membawa keranjang berisi buah merah kebiruan dengan nama Arum.
sejenis buah spiritual dengan nilai jual mahal yang memiliki sifat mendinginkan badan dan bagus untuk pilek dan demam juga hanya tersedia di dekat air terjun tinggi.
pohonnya tumbuh di celah batu tebing yang hanya memilik batang pohon sekitar satu meter tingginya dan berbuah hanya dalam waktu lima tahun sekali.
Dia tidak tahu mengapa nyonya Jian menunjukkan buah mahal yang kadang Hisa enggan beli.
Jian menyadari bahwa Hisa telah bangun, dia tersenyum lembut sambil meletakkan keranjang buah di laci samping ranjang Hisa berbaring dan menyuruh Hisa memakannya.
Jian menyibakkan poni Hisa dan menyentuh keningnya. Barulah senyumnya lebih lebar ketika merasakan demam Hisa telah turun.
"aku baru menyadari bahwa teknik penyembuhan alami mu berhenti bekerja saat ini, energi gelap ditubuh mu masih ada dan mungkin kau harus merasakan ketidaknyamanan beberapa bulan kedepan. Sebenarnya...Dabael seperti apa yang kau lawan?," tanya Jian sambil mengedarkan teknik penyembuhan tingkat rendah yang menjadi dasar seorang dokter kepada Hisa.
Hisa sedikit tidak nyaman saat merasakan energi kehidupan memasuki tubuhnya, sebagai seorang elf sudah termasuk penghinaan jika teknik penyembuhan rendah seperti itu harus bergantung dari luar.
Namun, mengingat sekarang teknik penyembuhannya sama sekali tidak bekerja untuk memukul mundur energi gelap di tubuhnya membuatnya segera pasrah.
Dia mengambil salah satu buah di keranjang, lalu memakannya dalam tiga gigitan. Rasanya manis dengan sedikit rasa asin dan sensasi dingin es saat di makan.
"aku tidak tahu, aku tidak banyak peduli dengan bentuk dan jenis mereka...aku hanya merasakan bahwa tidak ada energi sihir pada wadah yang menampungnya membuatku sulit mengidentifikasi bahwa benda itu adalah Dabael dan tingkatan makhluk tersebut yang berujung membuatku lengah dan terluka"
Saat pertama kali menerima benda itu, dia awalnya mengira hanya sebuah batu dengan warna yang indah jadi dia menerimanya dengan gampang tanpa bertanya.
Jian sedikit mengeryit seolah ada sebuah pikiran yang terlintas tapi dia tidak bisa menangkapnya.
"lain kali hati-hati," ujar Jian dengan nada tegas sekaligus khawatir.
Hisa hanya mengangguk sambil terus memakan buah di keranjang. Jian menatapnya dengan lembut sambil menepuk pelan kepala Hisa.
Tentu saja Hisa segera menghindar, bibir merah alaminya terbuka kaget dengan mata terbelalak, dia menatap Jian dengan kesal.
"jangan menepuk kepalaku, aku lebih tua darimu nyonya." Hisa mendengus kesal dengan bibir mengerucut membuatnya tampak tidak terkesan tua sama sekali malahan wajah remajanya membuat Jian tertawa.
"tapi kau masih remaja di ras mu sendiri," balas Jian dengan nada menggoda.
Hisa terdiam "...."
Dia memilih mengabaikan Jian yang masih menertawainya.
Tidak berselang lama dia mengingat bahwa masih ada luka di pipinya, dia membelainya dan merasakan koreng tipis disana. Wajahnya segera mengkerut seperti diberi perasan lemon.
Hisa melambaikan tangannya dan mengeluarkan cermin kecil di cincin penyimpanannya dan segera berpose.
Dia menoleh ke kanan dan benar saja luka itu melintang dan menodai pipi mulusnya.
"wajah tampan ku...." gumamnya dengan sedih.
Melihat tampang Hisa yang seperti langit akan runtuh membuat Jian sedikit terdiam, sifat narsisnya akan kecantikan, Jian tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan Hisa di bidang ini.
Jian sedikit menunjukkan sifat jijik yang segera disadari oleh Hisa.
Dia menatap dengan polos dan bertanya:
"apa?bukankah ini darurat, wajah tampanku tidak akan bisa mengalahkan empat dewi kecantikan lagi aaah!"
Empat dewi kecantikan adalah empat orang yang diakui kecantikannya di majalah mingguan 'gosip seluruh dunia' yang tersebar di kota pinggiran hingga ibukota kerajaan Uxu.
Hisa pernah berkunjung ke ibukota dimana perusahaan pusat majalah itu dibangun, dia ditemukan secara tidak sengaja oleh sang pemilik majalah dan di akui sebagai seorang pria yang mampu mengalahkan empat dewi kecantikan di kerajaan Uxu.
Dia begitu bangga di puji hingga membuatnya sangat mementingkan wajahnya.
"apa yang bisa kau banggakan, kau telah di kalahkan oleh seorang pria dari klan kuno bait yang memiliki wajah melampaui kecantikan serta ketampanan seluruh makhluk di bumi."
Mendengar itu Hisa segera melompat kaget, dia mencengkram bahu Jian dan mengguncangnya dengan kuat hingga membuat Jian merasa dia akan gegar otak.
"siapa itu....elf mana yang bisa mengalahkan ketampanan ku?!." Hisa berteriak dengan nyaring seolah-olah dia di aniaya tanpa menyadari dia telah membuat Jian yang umurnya sudah 59 tahun itu kewalahan dengan sikapnya.
"ck, lepaskan aku...tentu saja pemimpin dari klan bait itu sendiri"
Hisa segera terdiam, dia menunduk sedih. Telinganya tidak lagi tegak seperti bunga yang layu.
Tentu saja dia akan kalah, pemimpin elf dari seluruh ras utama dan cabang itu sudah melampaui kata sempurna dia adalah dewa sekaligus jantung kehidupan seluruh elf. Hanya orang-orang dengan keberuntungan tertentu yang bisa melihatnya.
Dia melampiaskannya pada buah di keranjang dan memakannya dengan lahap.
Kasian para buah arum, mereka dengan pasrah dimakan oleh Hisa yang sedang bersedih.