Impian Khanza sebagai guru Taman Kanak-kanak akhirnya terwujud. Diperjalanan karier nya sebagai guru TK, Khanza dipertemukan dengan Maura, muridnya yang selalu murung. Hal tersebut dikarenakan kurang nya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil serta ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaan nya. Karena kehadiran Khanza, Maura semakin dekat dan selalu bergantung padanya. Hingga akhirnya Khanza merelakan masa depannya dan menikah dengan ayah Maura tanpa tahu pengkhianatan suaminya. Ditengah kesakitannya hadir seseorang dari masa lalu Khanza yang merupakan cinta pertamanya. Siapakah yang akan Khanza pilih, suaminya yang mulai mencintai nya atau masa lalu yang masih bertahta di hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6
"Kamu kok gak bilang kalo mau ke mall?"
"Maaf, Mas tadi Naura ngambek karena kamu pergi kerja dihari libur." Jawab Khanza jujur, apa adanya.
"Yak kamu bujuk dong. Gak harus ke mall. Jangan biasakan anak ke mall, yang bisa dia jadi anak konsumtif."
Nyes!
Perih hati Khanza dengan ucapan Darren. Salahkan dia membujuk Naura ke mall. Bukankah dia juga jarang jarang mengajak putri sambungnya itu ke mall apalagi berbelanja pikirnya.
"Bisik bisik apa kamu, Darren sama istri kamu?" curiga Ny. Prita dengan mata menyipit apalagi setelah melihat raut wajah menantu pilihannya itu yang nampak murung.
"kepo!" Jawab cuek Darren.
"Ngomong apa Darren sama kamu, Za?" Ny. Prita kesal dan semakin curiga dengan yang dibisikkan putranya pada istrinya, Khanza.
"Bukan apa-apa, Mah. Mas Darren cuma nanya kami sudah makan atau sebelum sebelum berangkat ke mall." Jawab Khanza menarik sudut bibirnya, memaksakan tersenyum agar tidak di curiga mertua nya.
"Ngomong-ngomong makan. Hayulah kita makan." Ny. Prita melihat jam di pergelangan tangannya yang menunjukan pukul sebelas lewat. Sebentar masuk waktu makan siang pikirnya.
"Hm...nanti aja, Mah. Lagian Khanza sama Naura masih kenyang." Khanza melirik sekilas pada Darren, takut-takut. Salah ternyata alasan yang di kemukakan tadi. Harusnya bukan makan yang menjadi alasan Darren berbicara sambil berbisik tadi.
"Alah, alesan kamu, Za. Ini kan sebentar lagi waktu makan siang, apalagi Naura yang banyak bermain tadi, pasti sudah lapar dia. Coba kamu panggilkan Naura."
"Apa?!" Sambar Ny. Prita yang melihat Darren bari saja akan membuka mulut. Pasti putranya itu menolak usulan dirinya yang mengajaknya makan siang.
"Tenang, mommy yang bayar." Kamu kalo masih kenyang, yak tinggal gak usah ikut makan. Cukup nemenin aja."
"Yak mom. Darren memang masih kenyang. kebetulan meeting tadi diadakan di dalam restoran." Jawab Darren yang awalnya akan menolak keras usul ibunya.
Sementara itu, Khanza kemudian menuju area play ground untuk memanggil sang putri.
"Ya, Bunda?" Naura menghampiri Bundanya karena lambaian tangan Khanza yang memanggil dirinya tadi.
"Maka dulu yuk sayang. Pasti kamu sudah laper banget." Khanza mengelap keringat yang membanjiri kening Naura dengan lembut menggunakan ujung baju tuniknya.
"Tapi Naura belum puas Bunda,"
"Memang anak Bunda gak laper?" tanya Khanza dengan sabar, bertanya dengan nada lembut, mengimbangi putri nya yang sepertinya tidak mau berhenti main itu.
Naura terdiam mendengar pertanyaan bundanya.
"Laper kan anak Bunda?" diamnya Naura sudah jelas menjawab pertanyaan Khanza. "Ya udah yuk, Naura mau makan apa?" Khanza memanjangkan tangannya, menggandeng tangan Naura.
Semua percakapan serta sikap Khanza pada Naura menjadi perhatian Darren dan Ny. Prita.
Darren terdiam sesaat. Dalam hati dia bertanya mengapa susah sekali menumbuhkan rasa cinta pada istri yang sudah hampir dua tahun di nikahinya.
Sementara itu Ny. Prita teramat bersyukur dengan Khanza mau menjadi istri Darren dan juga menjadi ibu sambung bagi Naura, cucunya. Khanza begitu tulus menyayangi cucu nya itu tanpa dibuat buat, entah apa jadinya jika Darren menikah dengan pacarnya dulu.
"Nenek, aku mau makan ayam goreng ya!"
"Gak bosen sayang? kamu tiap makan pasti ayam goreng?"
"Enggak Nek. Naura gak pernah bosen. Ayam goreng kan menu favorit Naura. Ya kan, Bunda?"
"Yak, Sayang."
"Tapi nenek mau makan di restoran Sunda, gimana dong?" Ny. Prita pura-pura memasang wajah sedih.
Naura menghentikan jalannya. Dia tampak berpikir dengan menunjuk nunjuk keningnya dengan jari telunjuknya. "Hm...gimana ya?"
"Boleh deh, Nek. Kita makan di restoran Sunda, tapi..."
"Ayam goreng jangan lupa," samber Ny. Prita yang sudah menebak pikiran cucunya yang tidak jauh dari menu ayam.
"Hehe..." cengir Naura.
Keceriaan Naura, mengular pada Khanza. Dia ikut tersenyum dan diapun bangga dengan kebesaran hati putri sambungnya yang mau mengalah. Tidak jadi makan di restoran ayam bergambar kakek tua itu.
Begitupun sebaliknya dengan Darren yang juga ikut tersenyum melihat tingkah pola putri kesayangannya. Putrinya seakan hidup kembali berkat kehadiran Khanza.
Drrrtttt!
Ponsel mahal Darren bergetar dari balik saku celananya dan begitu melihat siapa yang menghubunginya dia langsung mematikan ponselnya.
"Kok gak kamu angkat teleponnya?"