Lintang yang baru pulang ke kampung halamannya setelah 2 tahun merantau ke kota menjadi baby sitter merasakan kampungnya sangat mencekam. Ia melihat sosok mahluk menyeramkan saat Maghrib karena tidak percaya dengan cerita Doni bahwa kampungnya sedang terjadi teror oleh hantu Seruni.
Siapa Seruni sebenarnya, mengapa ia meneror warga kampung Sedap Malam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Loh, Doni. Ada perlu apa kesini?" Tanya Fatiah yang sedang menyapu teras.
"Pak ustadz ada umi?" Tanya Doni sopan.
"Ustadz sedang di mushola, kau temui saja dia disana!"
"Baik umi, kalau begitu Doni ke mushola dulu."
Sesampainya di mushola, Doni mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat Zuhur terlebih dahulu. setelah selesai sholat Zuhur, Doni mendekati ustadz Danu yang sedang berzikir.
"Permisi ustadz." sapa Doni.
"Ada apa Don?" tanya ustadz Danu tanpa membuka matanya.
"Begini pak ustadz, saya ingin minta izin pada pak ustadz, untuk menitipkan Lintang di rumah pak ustadz malam ini bersama umi Fatiah." Mendengar perkataan Doni, ustadz Danu membuka matanya.
"Lintang?" Gumam ustadz Danu sambil berpikir.
"Ya pak, Lintang anaknya pak Surya dan Bu Darmi. Pak Surya dan Bu Darmi sedang berada di kampung sebelah karena ponakannya menikah, dan Lintang baru pulang dari kota. Rumahnya di kunci, dan orang tuanya baru akan pulang besok. Bagaimana pak ustadz, apa boleh aku menitipkan Lintang di rumah bapak?"
Ustadz Danu menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Tentu saja boleh, dia bisa menemani umi dirumah karena Rumi sedang berada di pondok pesantren untuk mengajar." Ucap ustadz Danu.
Doni tersenyum mendengar jawaban ustadz. "Terimakasih pak ustadz, kalau begitu aku ajak Lintang ke rumah sekarang ya. Aku takut lupa nanti karena ada banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan setelah ini." kata Doni seraya berpamitan pada ustadz Danu.
.
Doni mendatangi Lintang yang sedang berada di rumah nya. Ia melihat Lintang sedang menatap lukisan wanita yang berada di dinding bilik.
"Lintang, sedang apa kamu?" tanya Doni mendekati Lintang.
"Emmm, siapa dia?" tanya Lintang ragu sambil menunjuk lukisan wanita di depannya.
"Istriku!" jawab Doni ringan dan tersenyum. Ia mengusap lukisan yang berdebu itu. Mendengar jawaban Doni Lintang menjauh, ia duduk di kursi bambu menghindari Doni.
"Istri?" tanya Lintang penasaran. Doni menoleh kearah Lintang lalu mengulum senyumnya dan duduk di sebelah Lintang.
"Istriku sudah meninggal, jadi kau tenang saja, tidak akan ada yang memarahimu jika kau menginap di rumahku!" jawab Doni menjelaskan dengan tersenyum. Mendengar jawaban Doni Lintang sedikit lega.
Entah apa yang Lintang rasakan pada Doni, yang jelas 2 hari bersama Doni membuatnya nyaman, Lintang tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Lintang menatap Doni yang sedang merokok di depannya, ia sangat membenci laki-laki perokok karena menurutnya merugikan orang lain, tapi melihat Doni merokok membuatnya merasa jika ketampanan Doni jadi bertambah berkali-kali lipat.
"Jangan menatapku seperti itu, aku ini pria normal. Jadi jangan menggodaku!" ucap Doni tanpa menatap Lintang.
"Apaan sih, siapa juga yang menggoda mu!" jawab Lintang malu dengan wajah menunduk. Doni kembali terkekeh mendengar jawaban Lintang.
Mereka saling terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.
Kruuuuuuk.
Tiba-tiba terdengar suara perut Lintang. Sumpah demi apapun Lintang sangat malu sekali, wajahnya bersemu merah.
Doni terkekeh mendengar nya. "Sepertinya kau lapar, tunggu sebentar aku masakkan mi instan dulu. Maaf ya, aku lupa kalau kau hanya makan saat sarapan tadi pagi, sedangkan sekarang sudah hampir sore." Doni berjalan menuju dapur untuk membuat mi instan untuk mereka berdua.
"Don, sebenarnya kau ini siapa? Emm, maksudku, kau memiliki rumah mewah, tapi kenapa kau tinggal disini? Kau tau kan disini tidak ada yang istimewa, sinyal internet saja tidak ada disini. Listrik pun, warga hanya mengandalkan PLTA yang di buat secara apa adanya!" tanya Lintang penasaran, sejak kemarin ia ingin menanyakan hal itu tapi masih sungkan.
Doni tersenyum dan meletakkan mangkuk mi instan yang sudah kosong diatas meja lalu menenggak air putih di gelas hingga tandas. "Aku merasa nyaman disini, disini aku bisa merilekskan pikiranku dari pekerjaan kantor yang membuatku pusing."
"Tenang apanya! Kau kan tau di kampung ini sedang mencekam karena teror mematikan. Memangnya kau tidak takut?" tanya Lintang dengan mencebikkan bibirnya.
Doni tersenyum dan mengangguk. "Kau benar, tapi inilah pilihanku. Aku suka hal yang menantang seperti ini, lagi pula sepengetahuan ku selama tinggal disini, Seruni tidak akan memangsa pria, dia hanya memangsa para wanita yang masih perawan." gurau Doni. Jawaban Doni justru membuat Lintang merinding.
"Be-benarkah, Hanya wanita perawan?" tanya Lintang dengan wajah ketakutan.
"Sudah, kau tenang saja. Aku akan melindungi mu dari seruni, sebaiknya sekarang kita pergi dari sini, sebentar lagi ashar. Ikut aku sekarang!" ucap Doni sambil berdiri dan membawa tas milik Lintang.
"Mau kemana?" tanya Lintang dengan wajah heran. Ia mengikuti langkah kaki Doni menuju jalanan setapak.
"Sebaiknya kau berlindung di rumah umi Fatiah saja, aku akan lebih tenang meninggalkanmu disana." ucap Doni sambil menggandeng tangan Lintang.
"rumah umi Fatiah, kenapa?" Tanya Lintang.
"Aku harus ikut tahlilan malam ini, jadi kamu menunggu di rumah umi saja, lagi pula umi Fatiah juga sendirian dirumah." ucap Doni sambil terus berjalan menuju rumah ustadz Danu, namun Lintang menghentikan langkahnya
"Tapi aku, ,"
"Sudah lah Lintang, tolong jangan membantah. dengarkan aku. Kau lebih aman berada disana. Aku tidak ingin mendengar apapun lagi, sekarang teruskan jalan." ucap Doni dengan nada kesal, dan menarik tangan Lintang berjalan menuju kediaman ustadz Danu. Saat di perjalanan azan ashar berkumandang dari mushola. Doni semakin mempercepat langkahnya.
sesampainya di sana mereka langsung disambut hangat oleh umi Fatiah dan suaminya. "Sini masuk, kalian pasti lapar kan?" ucap Fatiah mengajak Lintang masuk.
"Kami sudah makan sebelum datang kesini umi. Kalau begitu aku pergi ya, besok pagi aku jemput." ucap Doni menatap Lintang.
"Umi, saya titip Lintang ya, Lintang sedikit keras kepala. Tolong umi jangan membiarkan Lintang keluar apapun alasannya." ucap Doni mengingatkan. Ustadz Danu dan istrinya tersenyum melihat perhatian Doni pada Lintang, mereka juga pernah muda jadi tau jika mereka sedang kasmaran, hanya saja mereka belum menyadari perasaan mereka.
"Kau tenang saja, Lintang aman disini. sekarang pergilah ke mushola laksanakan sholat ashar, umi akan mengajak Lintang sholat di rumah." ucap Fatiah.
Doni mengangguk dan berbalik mengikuti ustadz Danu yang akan menuju mushola. Sebelum sampai ke teras Doni kembali berbalik badan menatap Lintang
"ingat kata-kataku Lintang, jika tidak ingin mati sia-sia turuti perkataanku, jangan keluar rumah setelah ini. Malam ini akan menjadi malam yang panjang. Perbanyak berdoa." kata Doni dengan nada tegas dan raut wajah dingin. Lintang menganggukkan kepalanya lemah menatap Doni.
"Ya sudah, aku pergi sekarang. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawab Fatiah dan Lintang bersamaan. Lalu mereka masuk kedalam rumah.
"Lintang, kalau kamu belum mandi, sebaiknya mandi dulu, setelah itu kita sholat ashar berjamaah."
"Baik umi." Lintang menuju ke bagian belakang rumah ini untuk kekamar mandi. Beberapa warga rumahnya sudah ada yang permanen, seperti rumah ustadz Danu ini yang terbuat dari bata. Kamar mandi mereka juga sudah berada di dalam rumah. Tapi masih sangat banyak dari mereka yang rumahnya hanya dari bilik bambu dan lantai tanah, kamar mandi mereka terpisah dari rumah.
setelah selesai mandi, Lintang menuju kamar yang sudah di siapkan oleh umi Fatiah untuk ia tiduri malam ini.