menceritakan seorang anak bernama Alfin dirinya selalu di benci bahkan menjadi bahan olok-olokan keluarganya karena dirinya tidak terlalu pintar akhirnya dirinya berjuang mengungkapkan potensinya hingga dirinya menjadi seorang pengusaha kaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATAKOTA_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
anak buangan
Keesokan paginya merupakan hari Minggu. Hari itu merupakan hari yang paling penting bagi keluarga mereka. Yang mana keluarga mereka akan berencana pergi liburan bersama-sama.
"Bu, Kak Doni dimana ya Bu?" Tanya Agus dengan suara lantang kepada ibunya sembari menyusun pakaiannya di dalam koper.
"Kakakmu belum bangun ya? coba kamu bangunkan dia di dalam kamarnya. mungkin saja kakakmu itu kecapean belajar tadi malam," balas Ibu yang sedang sibuk merias wajahnya di dalam kamar.
Tok!, tok!..tok!..
"Kakak! Bangun kak, bukannya kita mau liburan hari ini," ucap Agus dengan suara pelan memanggil kakaknya Doni.
Menyadari kakaknya tidak bangun Agus bertanya lagi kepada ibunya dengan suara yang sangat lantang.
"Kakak masih belum bangun Bu! Gimana kita mau berangkatnya nih, apalagi barang-barang masih banyak lagi yang belum disiapkan,"
Ibunya yang sedang sibuk merias wajahnya merasa kesal mendengar celotehan putra bungsunya itu yang pagi-pagi terdengar sangat berisik.
"Ayah bangun yah," panggil ibu kepada suaminya yang masih tertidur pulas diatas ranjang.
"Iya Bentar lagi kenapa sih! hari ini kan masih pagi," balas ayah yang merasa terganggu dengan suara berisik istrinya.
"Pagi gimana yah? Sekarang kan sudah jam 9 Tuh anak bungsu mu udah teriak-teriak dari tadi, sakit telinga Ibu jadinya" balas ibu yang semakin kesal dengan sikap suaminya yang terlihat tidak mendengarkan perkataanya.
"Suruh lah Alfin saja yang bangunin mereka, biasanya kan dia yang selalu bangun pagi," balas ayah yang masih melanjutkan tidurnya.
"Heeeh, ayah ini gimana sih! masih tidur aja! Ibu nggak mau melihat anak mu itu! kemaren saja Ibu sempat memukulinya berkali-kali sampai lebam. nanti orang tua kamu tau gimana?" Balas ibu yang membuat suaminya semakin merasa kesal.
"Iya berisik," bentak ayah kepada istrinya sembari keluar dari kamar menggunakan piyama biru menuju ke depan pintu kamar Doni. yang terlihat yang terlihat Disana ada Agus sedang mengetuk-ngetuk pintu kamar kakaknya doni sambil memanggil-manggil nama kakaknya.
"Gus ini gimana sih kamu pagi-pagi gini sudah sangat berisik sekali," tegur ayah kepada putra bungsunya.
"Gimana ngak berisik yah, ini kak Doni nggak bangun-bangun, apalagi barang-barang belum disiapkan, gimana kita mau pergi liburannya yah?" balas Doni dengan wajahnya yang tampak sangat kesal.
"Loh kakakmu pada belum bangun-bangun ya. Minta tolonglah sama kakakmu Alfin mungkin aja kak Doni tadi malam kecapean belajar, jadinya mungkin nanti kesiangan," balas ayah kepada putra bungsunya.
"Tadi Agus sempat ke kamar kak Alfin, cuma dirinya juga masih tertidur pulas, Agus jadi jijik liatnya tidur yah, Ayah saja yang manggil dia deh," ucap Agus yang tidak mau berurusan dengan saudaranya Alfin.
"Eeeh ngak boleh gitu kamu Gus! kamu itu laki-laki, mulutmu itu tidak pantas seperti itu. malah ucapan mu ini terdengar seperti keluar dari mulut perempuan saja jadinya," balas ayah yang tersulit emosi mendengar perkataan Agus yang cenderung terdengar sangat kasar kepada saudaranya Alfin.
Mendengar teguran ayahnya, Agus berlari meninggalkan ayahnya dengan wajah yang sangat kesal karena dirinya tidak pernah sekalipun dimarahi ibu seperti itu.
Mendengar suaminya membentak-bentak putra bungsunya ibu keluar dari kamarnya sembari mendekati ayah untuk menegur perkataan suaminya yang terdengar sangat kasar kepada putra bungsunya.
"Loh ayah ini gimana sih, katanya mau bangunin Alfin sekarang malah men bentak-bentak Agus saja. ayah ngak boleh gitu dong" teguh istrinya dengan suara lantang.
Mendengar celotehan istrinya semakin jadi-jadi terlihat ayah sengaja menutupi kedua daun telinganya, wajahnya terlihat sangat kesal sembari meninggalkan istrinya untuk menuju ke dapur untuk mengambil segelas air tak berselang lama.
Splash....
Bunyi percikkan air yang disiram tepat diwajahnya Alfin dengan sebuah gelas.
"Bangun-bangun! enak aja kamu tidur jam segini, dasar anak malas mending nggak di kasih makan! baru tau rasa kamu," ucap ayah membentak sangat keras, kaget Alfin seketika terbangun dari tidurnya.
"Maaf ayah, Alfin ngak sengaja bangun kesiangan jadinya,"
"Sudah jangan banyak omong kamu! dasar anak nggak tau diri. bisa-bisanya kamu bangun jam segini, udah jam berapa sekarang liat," bentuk ayah dengan sangat keras membuat Alfin semakin merasa ketakutan.
"Maaf yah," rintih Alfin lirih.
Alfin terlihat menundukkan kepalanya seraya memegang tangannya yang terlihat sangat gemetaran. matanya tampak seperti memiliki jejak warna hitam, di sekeliling daun kelopak matanya karena sangat larut belajar bersama kakaknya malam itu.
"Maaf, maaf enak saja kamu minta maaf, liat di luar! ayah bertengkar sama Agus dan ibu karena kamu penyebabnya, puas kamu kan," ucap ayah membentak-bentak Alfin sembari menunjuk-nunjuk wajahnya.
"Ampun yah Fin ngak bakalan gini lagi," rintih Alfin memohon belas kasihan kepada ayahnya.
Ayahnya sengaja melototi Alfin dengan tatapan yang tajam membuat Alfin sangat takut kepada ayahnya. Terlihat ayahnya mengunci pintu kamar. sembari menanyakan nilai rapornya waktu itu di sekolah.
"Keluarga kita, Minggu ini akan pergi berlibur merayakan hasil belajar saudaramu. karena mereka mendapatkan rata-rata nilai terbaik di kota Padang ini. Jadi kamu dapat nilai berapa, ngak seperti semester kemaren kan?" gertak ayah seraya bertanya kepada Alfin.
Dengan ragu-ragu Alfin berusaha menjelaskan kepada ayahnya. "Maaf Ayah sebenarnya Alfin!"
"Agh... Jangan banyak omong kamu mana rapornya,"
Terlihat Alfin mengambil rapor semesternya yang disembunyikan di bawah bantalnya. Dengan tangannya yang semakin gemetaran, ragu-ragu Alfin menyerahkan nilai raport tersebut kepada ayahnya.
Melihat putranya ragu-ragu menyerahkan hasil belajarnya, dengan sigap ayah langsung mengambil paksa rapor tersebut sekaligus langsung memeriksanya.
"Apa ini?"
Plak!.....
Bunyi pukulan ayah memukul-mukul buku raport tersebut diatas kepala Alfin.
"Maafkan Alfin yah"
Rintih Alfin yang semakin menjadi jadi-jadi terlihat air matanya mengalir membasahi pipi seraya memegangi kepalanya.
"Liat ini..!"
Prak!...
"Nilai apa ini! nilai kamu merah semua, mau jadi apa kamu dengan nilai kek gini semua. dasar anak kurang ajar Kamu,"
Plak!....
Bunyi tamparan yang sangat keras dilayangkan ke wajah Alfin yang membuatnya seketika jatuh terkapar.
"Ayah bayarin kamu sekolah mahal-mahal harusnya kamu belajar lebih rajin lagi. contoh itu saudara-saudaramu? mereka dapat juara bikin bangga ayah," Balas ayah yang sudah sangat tersulut emosi mengetahui nilai putranya.
"Maaf ayah Fin mohon ampun yah, Fin akan berusaha lagi yah,"
Terlihat Alfin memegangi kaki ayahnya memohon belas kasihan kepada ayahnya yang sudah sangat kecewa dengan dirinya itu
"Lepaskan! Kamu tau tidak, ayah sengaja-sering ngajarin kamu belajar diam-diam karena ayah pengen kamu juara, bikin ayah bangga membesarkan kamu," Ucap ayahnya yang terlihat sangat kecewa dengan kemampuan anak kandungnya yang tidak mendapatkan peringkat 10 besar.
Terlihat ayahnya memegangi keningnya menyesali dirinya yang telah memiliki anak kandung yang sangat bodoh. dirinya sangat kecewa karena harta warisan istri pertamanya yang berkaitan dengan semua aset dirumah ini. semuanya tertulis tulis untuk putranya Alfin bukan atas namanya. Di dalam catatan warisan itu tertulis bahwa sebagian properti peninggalan istrinya dapat diperoleh oleh sang suami dengan syarat putranya Alfin harus pernah mendapatkan juara kelas atau sukses menjadi pengusaha. Karena putranya tidak mampu memenuhi harapannya dirinya sangat kecewa pada Alfin.
"Malu ayah memiliki putra seperti kamu," ucap ayahnya dengan tatapan yang sangat jijik melihat anak kandungnya seraya meninggalkannya menangis tersedu-sedu.
Tak berselang lama keluarga mereka terlihat lalu lalang mempersiapkan segala perlengkapan mereka terlihat Ayah yang sedang memeriksa ban mobil, Ibu yang sibuk mempersiapkan bekal perjalanan dan Agus yang masih duduk menunggu kakak di depan pintu kamarnya.
Terlihat kakaknya Doni keluar dari kamarnya dengan wajah yang terlihat sangat pucat ia berusaha menahan sakitnya yang jelas terlihat dari raut wajahnya. yang dari malam itu sudah terkena demam.
"Akhirnya kakak keluar juga, dari tadi Agus sengaja nungguin kakak, buat minta tolong bantuin Agus untuk mengangkat barang-barang ke dalam mobil," ucap Agus kepada kakaknya.
"Loh kenapa harus nungguin kakak, bukannya Agus bisa minta tolong sama kak Alfin buat bantuin Kamu juga?" balas kak Doni kepada agus.
"Heeeh...Dia lagi, Dia lagi, Kak Alfin barusan kena marah sama ayah karena telat bangun pagi, untung saja kakak tidak dimarahin sama ayah juga,"
"Lah beneran Gus?" Tanya Doni kepada agus yang sangat menghawatirkan kondisi saudaranya Alfin.
"Ya begitulah kak, kalau ngak mau dengarin perkataan ayah, ya wajar saja ayah marah," balas Agus yang sepertinya tidak mempermasalahkan perlakuan kasar ayahnya.
"Kok bisa-bisanya ayah marah gitu ya, bukannya ayah selalu ngak pernah tertarik ikut campur saat Alfin di marahi ibu. Kok tiba-tiba sekarang ayah yang turun tangan memarahi Alfin?" Tanya Doni yang semakin keheranan dengan apa yang telah terjadi.
"Nggak tau sih kak,"
"Tapi Gus?"
Bhuk,,,uhuk,,uhuk
"Loh kakak kenapa? Kakak sakit ya," tanya Agus kepada kakaknya sembari mengecek kening kakaknya,"
"Tubuh kakak panas, aku bilangin sama ibu ya," ucap Agus yang hendak mengadukan kondisi kakak kepada ibunya.
"Eeeh Gus,"ucap Doni seraya menahan tangan adiknya Agus.
"Kakak baik-baik saja jangan dibilangin sama siapa-siapa ya, kasihan Alfin soalnya kakak udah janji ajak dia buat ikut liburan bersama kita,"
"Eeeh? kapan kakak mengajaknya ikut? bukanya Ibu sudah bilangin sama kita untuk tidak memberitahukan liburan ini kepada kak Alfin, nanti kalau ada apa-apa kakak kena teguran ibu lagi Lo," ucap Agus memperingati kakaknya.
Alhamdulillah di tempat tinggal ku org2x nya ndak spt ini.