NovelToon NovelToon
Memori Kelabu

Memori Kelabu

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Kenangan mungkin tak selalu berisi manis. Rasa pahit akan selalu menyertai. Amira sadar jika dirinya adalah orang yang telah memberi warna kelabu pada masa lalu kehidupan Vian. Kini rasa sesal tak lagi berlaku, sebab Vian telah melupakan semuanya. Semua boleh hilang, semua boleh terlupakan. Yang Amira harapkan hanya satu, Tuhan memberikan kesempatan untuk memperbaiki apa yang pernah ia sia-siakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keping ke-6

Vian mengajakku berteman? Apa yang harus kulakukan? Kenapa rasanya... sakit? Rasanya aku nggak terima. Karena pertemanan ini seolah membuat dinding pembatas antara kita. Dan kita... nggak akan pernah bisa bersama lagi seperti dulu... Dalam hati Amira hanya bisa menggerutu. Sedangkan langkahnya makin cepat saja, tanpa sadar meninggalkan Vian jauh di belakangnya.

“Amira!” panggil Vian untuk kesekian kali. “Kok kamu buru-buru pergi? Kamu ada urusan penting ya? Atau mungkinkah saya sudah salah bicara dan membuatmu—”

“Nggak!” teriak Amira. Ia coba tersenyum ala kadarnya, menyembunyikan gemuruh hati yang melanda. Berulang kali Amira mengatur napas, berusaha meredam segala rasa yang menyesakkan dada.

Ah, kalau begini, berarti aku yang aneh! Aku udah nggak punya hak untuk bisa lagi menjalin hubungan spesial dengan Vian. Harusnya aku sadar, harusnya aku tahu diri, batin Amira lagi.

Amira sengaja menunggu Vian kali ini. Dan Vian memang sedang berlari kecil ke arahnya. Ah, gaya yang sama seperti saat Vian mengejar Amira yang sedang ngambek, dulu...

“Aku mau ke suatu tempat,” ujar Amira setelah Vian dekat dengannya. “Kamu mau ikut?”

Buru-buru Vian mengangguk.

***

Vian merasa tak enak juga. Sejak sampai di tempat itu, Amira terus diam sambil menatap ke arah langit. Tatapan yang kosong menerawang. Diam, bahkan tanpa pergerakan. Mungkin sesuatu yang mengalun melalui kabel hitam kecil yang pentolannya menyelinap di celah lubang telinga Amira itulah penyebabnya. Ah, Vian jadi penasaran lagu apa yang sedang didengarkan Amira. Ingin sekali ia mencoleknya kemudian bertanya. Tapi keseriusan Amira dalam hening itu membuatnya ragu. Mungkin memang seharusnya tak mengganggu. Akhirnya Vian hanya menghela napas lelah, dan ikut menatap langit yang makin menduyunkan mega kelam.

Dan di saat itulah, Amira menoleh pelan ke arah Vian yang duduk di sebelah kanan. Tangan kiri Amira meremas-remas tas selempangnya. Lagu yang sedang Amira dengarkan dari ponselnya benar-benar sesuai dengan keadaan sekarang. Lagu galau yang secara otomatis tersetel ulang. Mendadak Amira rasa matanya memanas, pelipisnya berkedut-kedut, dan degup kencang jantungnya membuatnya sedikit lemas.

Aku ingin bisa nangis di pelukanmu sekarang, Vian. Atau... sekedar kamu pinjami pundak pun nggak apa. Vian! Ijinkan aku— Amira tak sanggup melanjutkan jerit batinnya. Karena sedetik lalu tanpa sadar Vian menoleh padanya.

“Amira? Kenapa mata kamu merah begitu?”

Amira tak sanggup berkata-kata. Mengeluarkan suara saat ini tidaklah tepat, karena pasti hanya akan terdengar samar dan bergetar. Ia hanya bisa menunduk, kemudian menggeleng lemah.

Vian mulai yakin bahwa memang ada yang tidak beres dengan Amira. Sejak buru-buru keluar Saboten tadi, mengajaknya duduk di tepi jalan Alun-alun Malang menghadap masjid agung, hingga membiarkannya beberapa lama dalam keheningan dengan menikmati alunan lagu yang membuatnya penasaran. Kali ini Vian tak bisa tinggal diam. Meski akan mengganggu privasi Amira dan membuat marah gadis itu sekalipun, Vian akan nekat bertanya. Toh, sekarang mereka berteman.

“Anu, Amira... boleh saya pinjam headset-nya sebentar?” pinta Vian.

Sejenak Amira hanya diam memperhatikan telapak tangan Vian yang menjulur ke arahnya. Membuat Vian dag-dig-dug saja. Tapi sejurus kemudian Amira melepas pentolan headset-nya dan menyerahkannya begitu saja.

Awalnya Vian merasa tak enak menerima headset Amira. Tapi... Mungkin saya bisa menebak masalah apa yang melanda Amira dengan mendengar lagu——

“.... kau puji diriku, seperti saat engkau mengejarku? Kapan lagi kau bilang I love you? I love you yang seperti dulu... yang dari hatimu...”

Buru-buru Vian lepas headset-nya. “Lagu galau!” pekiknya tiba-tiba. Dan Amira mengangguk segera. Vian mengembalikannya pada Amira. “A‒anu...” Vian bingung memilih kata. Tapi saat itu Amira meminta lanjutannya dengan mendekatkan wajah pada Vian.

“Kamu... lagi galau?”

Sekali lagi, tanpa bersuara Amira menjawabnya dengan anggukan saja. kemudian tersenyum sembari bola matanya bergerak menelusuri tiap sisi wajah Vian. Masih sama, seperti yang dulu, benar-benar masih sama tampannya seperti saat SMA.

“Emm, kita kan sudah berteman ya. Saya mau kok jadi tempat curhatmu, itu pun kalau kamunya juga mau.” Vian tersenyum kikuk, sambil tangannya menggaruk tengkuk.

Amira menggeleng. Vian menghela napas.

“Aku cuma bisa tenang kalau nyanyiin lagu, bukan dengan curhatan.” Amira menyusupkan ponsel dan headset-nya ke dalam tas.

“Ah, itu juga tidak apa-apa. Asal bisa bikin kamu tenang, saya mau dengar nyanyianmu.”

Tanpa aba-aba, Amira memulai nyanyiannya. “Kau pernah bilang aku, setengah matimu mengejar cintaku. Tapi sekarang kamu bukanlah kekasih yang kukenal dulu. Kau berubah semakin jauh, sudah tak mencintaiku lagi...” Tampak Amira menghayati lagunya, karena akhirnya ia bisa menyanyikan lagu yang sesuai dengan ungkapan hatinya tepat di hadapan Vian. “Kapan lagi kau puji diriku seperti saat engkau mengejarku? Kapan lagi kau bilang I love you? I love you yang seperti dulu...”

Tangisan Amira membuat Vian kembali panik. Beberapa orang menatap aneh pada mereka berdua. “Aduh, Amira. Katanya habis nyanyi bisa tenang, kok malah nangis sih sekarang?” Vian yakin orang-orang mengira mereka berdua adalah pasangan kekasih yng sedang bertengkar. Mau tak mau Vian meraih kedua pipi Amira dan mengusapkan punggung tangannya di sana. “Sudah ya, berhenti nangisnya, Ra. Saya tidak mau lihat kamu nangis cuma gara-gara cinta.”

“K‒kena... pa?” tanya Amira di sela isaknya.

“Karena...” Nah kan, Vian bingung bagaimana harus menjawabnya. “Ya... karena saya tidak suka teman—ah bukan, maksudnya saya tidak suka sahabat saya lemah karena cinta.” Vian sengaja menaikkan volume suara di kata terakhirnya.

“Sahabat? Maksudmu aku?” Amira menunjuk dagu.

“Emm!” Vian mengangguk mantap. “Saya pengen sahabatan sama kamu. Dan saya tidak akan biarkan kamu sedih atau galau-galau lagi karena masalah cinta. Termasuk lagu-lagu galau yang ada di ponselmu...”

“Kenapa sama lagu-lagunya?”

“Saya akan hapus lagu galau semacam itu dari ponselmu. Mulai sekarang, saya pengen kebersamaan kita diisi dengan canda ta—”

Kalimat ocehan Vian terpotong oleh pelukan Amira yang tiba-tiba. “Makasih... makasih...”

1
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Subber Ngawur: terima kasih 🥰
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak
Subber Ngawur: halo, salam kenal
total 1 replies
Lucky ebj
ceritanya menarik,, bikin penasaran
Subber Ngawur: Terima kasih sudah mampir baca 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!