Azura adalah gadis cantik tapi menyebalkan dan sedikit bar-bar. Dia mendapatkan misi untuk menaklukkan seorang dokter tampan namun galak. Demi tujuannya tercapai, Azura bahkan sampai melakukan hal gila-gilaan sampai akhirnya mereka terpaksa terikat dalam satu hubungan pernikahan. Hingga akhirnya satu per satu rahasia kehidupan sang dokter tampan namun galak itu terkuak. Akankah benih-benih cinta itu tumbuh seiring kebersamaan mereka?
Cover by @putri_graphic
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DGGM 19. Timah panas
Di dalam toilet, Azura lantas mencuci wajahnya. Ia meringis saat air mengenai luka di sudut bibirnya. Ternyata luka itu lumayan perih. Azura menghembuskan nafas kasar. Ia mencoba menetralkan debaran jantungnya yang hampir saja copot akibat perbuatan lelaki lucknut tersebut. Setelah merasa lebih baik, Azura pun segera merapikan pakaiannya dan keluar dari bilik toilet.
Brukkk ...
Tubuh Azura terhuyung saat tanpa sengaja ia menabrak sesuatu yang keras dan kencang tetapi hangat di depannya. Azura menutup matanya sebab ia pikir, ia akan jatuh. Tapi hingga beberapa detik berlalu, tubuhnya tidak kunjung menyentuh dinginnya lantai. Azura pun membuka matanya perlahan. Seketika, ia membelalakkan matanya saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini.
"Pak dokter galak." serunya dengan mata membelalak.
Arkandra mendengus karena lagi-lagi bertemu gadis menyebalkan itu, pikirnya. Tanpa perasaan, Arkandra pun melepaskan rangkulannya membuat Azura benar-benar terhuyung dan bokongnya membentur lantai.
Brukkk ...
"Aduh ... " Azura meringis dengan wajah cemberut menatap Arkandra.
"Kau ... Sepertinya kau sangat suka menguntitku." desis Arkandra dengan sorot mata tajam. Seandainya matanya bisa mengeluarkan sinar laser, Azura yakin tubuhnya sudah bolong akibat tatapan mengerikan itu. "Katakan, siapa yang menyuruh mata-mataiku?"
"Ck ... siapa juga yang mata-matain pak dokter galak. Kege'eran banget jadi orang. Mentang-mentang ganteng jadi kepedean minta ampun. Orang lagi kerja kok." desis Azura kesal dengan sikap Arkandra yang bukan hanya galak tapi juga menyebalkan.
"Kau kira aku percaya, hah!" desisnya seraya mencengkram dagu Azura.
"Aaargh ... " Azura meringis saat Arkandra mencengkram dagunya. Luka di sudut bibirnya jadi kembali perih akibat cengkraman itu.
Mata Arkandra menyipit saat melihat sudut bibir Azura robek. Pipinya pun terlihat memar. Tanpa sadar, tangan Arkandra justru mengusap memar itu membuat Azura kembali meringis.
"Aaaargh ... sakit, dok! Lepas ih, sakit tau. Kejam banget sih jadi orang. Orang sedang kesakitan gini malah ditambahin. Nggak berperikemanusiaan banget. " omel Azura sambil mengusap pelan pipinya.
"Apa yang terjadi?" tanya Arkandra penasaran.
"Nggak ada " ketus Azura. "Aku mau kerja dulu lah!" Azura mencoba menghindari Arkandra. Ia enggan melibatkan orang lain dalam urusannya. Ia juga sadar diri, siapa sih Arkandra? Mana mungkin ia peduli padanya.
Baru saja Azura melangkahkan kakinya untuk pergi dari hadapan Arkandra, Arkandra justru menarik pergelangan tangan Azura kencang hingga wajahnya kembali menabrak dada bidang Arkandra.
"Aaargh ... " desis Azura seraya mengusap dahi dan hidungnya. "Pak dokter udah gila ya? Sakit tau. Untung hidung aku yang minimalis ini nggak patah. Gimana kalau patah coba, emang pak dokter mau kasiin hidung pak dokter yang mancung itu untuk gantinya?" omel Azura dengan bibir mengerucut sebal.
Arkandra lantas tanpa sadar tersenyum tipis dan menjentik dahi Azura.
"Ini bukan hidung minimalis namanya, tapi pesek."
"Pesek? Mana? Ini mancung, tau, mancung yang tertunda." ujarnya seraya terkekeh. "Ssst ... sakit juga nih luka." desisnya menahan sakit di sudut bibirnya.
"Sebenarnya itu kenapa?" tanyanya lagi tapi Azura menggeleng enggan memberitahukannya.
"Udah dulu ya pak dokter, pacar pak dokter mau lanjut kerja dulu." ujarnya seraya terkekeh lalu segera melarikan diri.
"Pacar? Dalam mimpi." desis Arkandra saat melihat Azura melarikan diri.
Malam kian larut, irama musik EDM justru kian menghentak membuat para pengunjung makin menggila, larut dalam kegembiraan sesaat. Sedangkan di sisi lain, tampak ada sepasang mata yang sedari tadi menatap tajam setiap pergerakan Azura dalam mengantarkan setiap cangkir dan botol minuman ke meja para pemesan. Saat Azura melintas di sebuah lorong menuju ke area belakang untuk meletakkan botol-botol yang sudah kosong, tiba-tiba ada sepasang tangan yang menarik dan membekap mulut Azura.
"Hmmmmpppp ... hmppp ... hhmmmppp ... "
Pencahayaan yang remang membuat Azura kesulitan mengenali siapa pelaku yang membekap mulutnya itu. Tangannya terkunci di belakang membuatnya kesulitan untuk melepaskan diri. Tenaga pria itu sungguh luar biasa, badannya pun hampir 2 kali lipat dirinya. Azura mencoba memberontak sambil mengayun-ayunkan kakinya, tapi cengkraman dan bekapan itu justru makin kuat. Lelaki itu menyeret Azura sekuat tenaga menuju pintu keluar. Semua orang tampak sibuk dengan kesenangannya sendiri sehingga tiada yang menyadari bahkan peduli pada Azura yang sedang berjuang mati-matian untuk melepaskan diri.
Drrrttt ...
"Ya, halo!"
" ... "
"Awasi terus b@jingan itu jangan sampai kalian kehilangan jejak!" tegas William lalu ia segera menutup panggilan itu dengan mata berkilat amarah.
"Ada apa?" tanya Steve pada William saat melihat raut wajah sahabatnya itu sungguh menakutkan.
William sontak berdiri dan memeriksa ulang ***** yang ada di dalam pistol miliknya.
"B@jingan itu membuat ulah. Dia menyeret salah seorang pelayan wanita dengan paksa. Ternyata sebelumnya ia mengalami penolakan saat di ruangan VIP. Sepertinya b@jingan itu marah dan ingin membalas perbuatan wanita itu karena telah berhasil kabur." tukas William sibuk menyelipkan pistolnya kembali ke belakang pinggangnya.
Arkandra yang mendengar itu lantas membelalakkan matanya. Ia ingat luka di bibir juga lebam di pipi Azura. Ia pun bergegas berdiri saat melihat William hendak pergi keluar menyusul rekan-rekannya.
"Loe mau kemana, Ar?" tanya Steve saat melihat Arkandra berdiri. "Loe mau pulang?" tanyanya lagi.
Arkandra menggeleng-gelengkan, "Gue mau ikut William." tukasnya dengan raut wajah datar tapi cukup mengejutkan Steve sebab setahunya, Arkandra paling enggan melibatkan diri pada urusan orang lain.
"Hah! Loe serius? Tumben?" cecar Steve yang ikut berdiri. Lalu ia meletakkan beberapa lembar uang merah di atas meja yang ia yakini lebih dari cukup untuk membayar ruangan dan minuman ringan yang mereka pesan.
"Ck ... loe kalo mau pulang, pulang aja!" ketusnya seraya melangkahkan kakinya secepat mungkin.
"Loe mau ikut, Ar? Ini bahaya, Ar. Apalagi dia membawa senjata api. Lebih baik loe pulang, gue nggak mau ada apa-apa sama sahabat gue. Lagian gue ngajak loe bukan buat ikut turun tangan." ujar William sambil melangkahkan kakinya menerobos orang-orang yang tampaknya sudah banyak yang mabuk.
Arkandra diam saja tanpa mengatakan sepatah katapun membuat William bingung. Lalu ia menoleh ke arah Steve meminta penjelasan, Steve hanya mengedikkan bahunya karena tidak paham.
"Hai ganteng, loe mau ons sama gue?" tiba-tiba ada seorang wanita mabuk yang mencengkram pergelangan tangan Arkandra dan hendak memeluknya. Tapi Arkandra pun segera menghempaskan tangan itu dengan mata melotot tajam.
"Cih, dia pikir kita sama kayak dia apa, doyan 1 lubang rame-rame. Najis!" umpat Steve saat melihat tingkah perempuan tadi.
"Bagaimana?" tanya William saat melihat rekannya.
"Itu dia!" tunjuk rekan William ke arah tempat parkir. Arkandra dapat melihat dengan jelas Azura yang berusaha memberontak untuk melepaskan diri tapi itu sangat sulit.
"Lepasin gue, breng-sek! Gue bukan j@lang yang bisa loe pake buat muasin h@srat lucknut diri loe itu." pekik Azura saat lelaki itu melepaskan bekapan mulutnya.
Tapi tiba-tiba lelaki itu mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam saku belakangan dan membekap hidung Azura hingga ia kehilangan kesadarannya.
"Bajing-an! Lepasin dia, breng-sek!" teriak Arkandra yang entah sejak kapan tinggal beberapa langkah lagi dari Azura. Steve dan William saling menoleh karena heran mengapa sahabat mereka yang selalu acuh tak acuh bisa murka seperti itu. Bahkan mereka pun tak sadar, Arkandra bisa bergerak secepat itu dan telah berada di sana.
Buuugh ...
Arkandra pun meninju rahang lelaki itu sekuat tenaga hingga tubuh Azura terlepas dari cengkramannya.
Cih ...
Lelaki itu meludah saat zat besi terasa di ujung lidahnya.
"Siapa loe bang-sat! Kenapa loe ikut campur urusan gue!" desis lelaki itu sambil bergerak maju untuk membalas pukulan Arkandra.
Arkandra pun membaringkan tubuh Azura pelan-pelan di lantai kemudian segera menghampiri lelaki itu untuk melawannya.
Belum sampai pukulan itu di wajah Arkandra, Arkandra justru dengan cepat menangkisnya dan melesatkan terjangan tepat di ulu hati lelaki itu hingga membuatnya terhuyung lalu terjengkang ke tanah.
"Loe jangan main-main sama gue, sialan!" desis Arkandra dengan wajah merah padam. "Atau loe bisa mati di tangan gue saat ini juga." imbuhnya lagi dengan tangan terkepal.
Lalu Arkandra segera membalik tubuhnya hendak menghampiri Azura yang tengah pingsan, namun seperti tak mau menyerah, lelaki itu berusaha bangkit kembali dan ...
Dorrr ...
Dorrr ...
Suara timah panas meletus di udara. Nyaring suaranya hingga sampai ke dalam club' malam membuat mereka yang masih dalam kesadaran penuh jadi panik dan berhambur keluar.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🙏...
Semangat terus author untuk karya yang lainnya 👍🥰😍
zura ng da lawan
PA lg karakter azura oce banget..