Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
...~Happy Reading~...
“Selamat pagi Umma, Abi ... “ sapa Khalifa di pagi hari saat menghampiri kedua orang tuanya di meja makan.
Seperti biasa, Khalifa hendak berangkat ke sekolah dan akan melangsungkan sarapan bersama kedua orang tuanya. Kini, suasana rumah itu tdiak lah seramai dulu atau beberapa hari yang lalu.
Dulu, ketika kedua kakak nya belum menikah, rumah itu selalu ramai. Apalagi sang kakak kedua yang selalu berisik dan selalu bisa mencairkan suasana. Dan beberapa hari yang lalu, dimana saat kedua keluarga sang kakak masih menginap di sana untuk turut berbela sungkawa kepada keluarga kiyai Abdul atas meninggal nya, sang menantu.
Maira dan Yusuf serta keluarga kecil nya pulang ke Pondok hingga tujuh harian, barulah mereka kembali ke Jakarta. Jadilah umma Chila dan abi Mike merasa senang karena anak dan cucu nya berkumpul.
“Selamat pagi Sayang ... “ balas umma Chila langsung menuangkan segelas susu kepada putri bungsu nya, “Kamu mau sarapan apa hem?”
“Khalifa diet Umma, mau makan roti aja.” Jawab nya sambil melepaskan tas punggung nya untuk ia letakkan di kursi sebelah nya.
“Oh iya Khalifa, jadi bagaimana keputusan kamu Sayang?” tanya umma Chila sambil memberikan sepotong roti yang sudah di berikan parutan keju untuk putri nya, karena ia tahu putri bungsu nya tidak begitu menyukai manis.
“Jadi kemana kamu akan melanjutkan kuliah kamu? Kamu jadi meneruskan di tempat kak Maira atau kak Yusuf?” imbuh umma Chila, kini membuat Khalifa terdiam.
Kuliah? Sudah lama ia tidak membahas hal itu lagi kepada orang tuanya. Terakhir kalinya, mungkin satu tahunan yang lalu. Saat dimana ia mengetahui bahwa gus Hilal menikah, saat itu Khalifa sangat ingin pergi jauh dan meneruskan kuliah di tempat Maira kuliah dulu.
Akan tetapi, kini rasanya semua berbeda. Entah mengapa ia merasa begitu berat jika harus meninggalkan pondok. Apalagi ke luar kota bahkan keluar negeri, apakah dirinya sanggup jauh dari orang tuanya.
Orang tua? Benarkah yang membuat Khalifa bimbang karena tidak ingin jauh dari orang tuanya. Tapi ... mengapa ada sesuatu yang lebih mengganjal hatinya, yang ia yakini bukanlah tentang orang tua.
Khalifa menarik napas nya cukup dalam sebelum akhirnya ia hembuskan perlahan, “Khalifa belum memikirkan nya lagi Umma.”
“Tapi sekolah kamu tinggal sebentar lagi Sayang? Bukankah minggu depan kamu ujian?” tanya umma Chila yang langsung di balas anggukkan kepala oleh Khalifa, “Pikirkan baik baik sayang. Kairo atau Jogja, tapi umma berharap kamu mau kuliah di Bandung saja. Agar tidak terlalu jauh, dari Umma.”
“Umma mau Khalifa kuliah disini?” kata gadis itu langsung mendongak dan menatap ibu nya yang terlihat sedih kala mengingat akan di tinggal lagi oleh putri nya.
“Keputusan ada di tangan kamu. Abi dan Umma hanya bisa mendukung kamu sayang.”
“Tapi Umma mau Khalifa kuliah dimana?” tanya Khalifa lagi dan kini entah mengapa suara nya terdengar sedikit memaksa.
“Bandung,” jawab umma Chila sedikit ragu karena tidak mau terkesan memaksa atau mengatur anak nya.
Memang benar, selama ini abi Mike dan juga umma Chila tidak pernah mengatur atau menyuruh anak nya untuk ini dan itu. Keduanya sepakat memberikan kebebasan dalam hal memilih untuk para anak anak nya. Maka dari itu, kali ini ia juga tidak mau memaksa Khalifa untuk tetap di bandung. Karena ia tidak ingin terlihat seperti pilih kasih, lantaran memberikan kedua saudara nya pilihan sedangkan bungsu harus menetap di Bandung.
Akan tetapi, siapa sangka bahwa ternyata gadis itu justru menyetujui permintaan sang ibu dengan raut wajah yang sangat terlihat ceria dan antusias, “Baiklah kalau itu mau Umma dan Abi. Khalifa akan kuliah di Bandung.”
“sayang, kamu serius?” tanya umma Chila mengerutkan dahi nya.
“Tentu saja!” jawab nya tersenyum lebar, “Khalifa ingin menjadi anak penurut dan berbakti untuk Abi dan Umma. Baiklah kalau begitu, Khalifa akan berangkat sekolah sekarang. Assalamualaikum Abi, Umma. Cup.” Imbuh Khalifa di akhiri dengan sebuah ciuman tangan dan pipi kepada orang tuanya.
Entah apa yang membuat Khalifa terlihat sangat ceria, padahal sejak tadi umma Chila sangat was was kala mengatakan ingin putri bungsu nya menetap di Bandung. Tapi, mengapa justru gadis itu terlihat sangat bahagia? Pikir nya dalam hati.
...~To b continue ......