(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Altar
Lembah Tulang Naga adalah pemandangan yang megah sekaligus mengerikan.
Dinding lembah itu bukan terbuat dari batu biasa, melainkan dari rusuk-rusuk raksasa naga purba yang telah membatu selama ribuan tahun. Tulang-tulang putih raksasa itu melengkung ke atas, membentuk kubah alami yang menutupi langit, seolah-olah seluruh lembah ini berada di dalam perut seekor naga yang sudah mati.
Di bawah naungan rusuk-rusuk raksasa itu, ratusan tenda didirikan.
Di sisi timur, tenda-tenda putih rapi berbaris dengan disiplin militer. Bendera pedang darah berkibar di sana—markas Klan Jian. Para prajurit 'Penjaga Bayangan' berpatroli dengan baju zirah hitam mengkilap, aura mereka dingin dan tajam.
Di sisi barat, pemandangannya jauh lebih kacau dan menjijikkan. Tenda-tenda yang terbuat dari kulit manusia dan binatang didirikan sembarangan. Bau amis darah yang menyengat tercium bahkan dari jarak satu kilometer. Ini adalah wilayah Sekte Darah.
Dan di tengah-tengah lembah, di mana kedua kubu bertemu, terdapat sebuah altar raksasa.
Altar itu dibangun tepat di atas tengkorak naga yang paling besar. Mulut tengkorak itu menganga lebar, dan di dalamnya, sebuah kolam darah mendidih memancarkan pilar cahaya merah ke langit.
"Gila," gumam Chen Kai, bersembunyi di balik salah satu tulang rusuk raksasa di pinggiran lembah. "Mereka benar-benar ingin membangkitkan sesuatu dari sana."
"Energi di kolam itu..." suara Kaisar Yao terdengar jijik. "Itu adalah 'Array Pemurnian Jiwa Darah'. Mereka mengorbankan makhluk hidup untuk melunakkan segel kuno yang ada di tenggorokan naga itu."
Chen Kai mengencangkan cengkeramannya pada gagang pedang di balik jubahnya.
Dia tidak bisa menyerbu masuk. Ada setidaknya dua ratus kultivator di sana. Puluhan di antaranya berada di Tingkat Sembilan, dan dia bisa merasakan aura Pembangunan Fondasi yang kuat dari tenda pusat Klan Jian.
"Aku harus menyusup," putus Chen Kai.
Dia melihat ke arah pos penjagaan perimeter terdekat. Dua penjaga Klan Jian sedang memeriksa seorang anggota Sekte Darah yang membawa gerobak berisi mayat (kemungkinan bahan bakar untuk altar).
Chen Kai menarik napas dalam-dalam, menekan auranya hingga ke level Tingkat Delapan biasa, dan mengenakan kembali topeng pembunuh yang dia ambil dari 'Jalan Kematian'. Dia menggantungkan Token Serikat Pembunuh di pinggangnya agar terlihat jelas.
Dia berjalan keluar dari bayangan, langkahnya dibuat sedikit pincang seolah-olah terluka.
"Berhenti!" bentak salah satu penjaga Klan Jian, menodongkan tombaknya. "Siapa kau? Dari mana asalmu?"
Chen Kai berhenti, mengangkat tangannya perlahan. Dia menunjuk ke arah tebing di belakangnya, ke arah pintu keluar 'Jalan Kematian'.
"Unit Tujuh... Serikat Pembunuh," kata Chen Kai dengan suara serak. "Kami disergap di terowongan... Tetua Bayangan... mengirimku melapor..."
Penjaga itu menyipitkan mata, melihat token di pinggang Chen Kai dan noda darah di jubahnya. "Disergap? Oleh siapa?"
"Binatang buas... dan racun..." jawab Chen Kai.
Penjaga itu bertukar pandang dengan rekannya. Mereka tahu 'Jalan Kematian' penuh dengan bahaya. Wajar jika ada korban.
"Masuklah. Lapor ke Komandan Jian di Tenda Pusat," kata penjaga itu, menurunkan tombaknya. "Dan jangan berkeliaran di area Sekte Darah jika kau tidak ingin dijadikan santapan."
Chen Kai mengangguk lemah dan berjalan melewati mereka.
Begitu dia berada di dalam kamp, dia merasakan tekanan yang berat. Udara di sini dipenuhi dengan Niat Jahat.
Dia tidak langsung menuju Tenda Pusat seperti yang diperintahkan. Itu sama saja bunuh diri. Sebaliknya, dia menyelinap ke arah area bayangan di antara tenda-tenda logistik, bergerak mendekati altar pusat.
Dia perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Saat dia mendekat, dia melihat pemandangan yang membuat darahnya mendidih.
Di sekitar altar, terdapat kandang-kandang besi besar. Di dalamnya, bukan binatang buas, melainkan manusia.
Para pengembara, pedagang yang sial, dan kultivator bebas yang tertangkap di dataran es. Mereka berdesakan di dalam kandang seperti ternak, mata mereka kosong karena putus asa.
Setiap beberapa menit, murid Sekte Darah akan menyeret satu orang keluar, membawanya ke bibir tengkorak naga, dan menggorok lehernya. Darah mereka tumpah ke dalam kolam, membuat pilar cahaya merah itu semakin terang.
"Bajingan," desis Chen Kai.
"Tahan emosimu," peringatan Yao. "Lihat ke sana. Di atas tengkorak naga."
Chen Kai mengikuti arahan Yao.
Di atas altar, berdiri dua sosok.
Satu adalah seorang pria tua kurus berjubah merah darah—Patriark Sekte Darah (Pembangunan Fondasi Tingkat Awal).
Satu lagi adalah seorang pria paruh baya yang mengenakan baju zirah emas Klan Jian. Dia tidak memakai helm, memperlihatkan wajah yang mirip dengan Jian Chen, tetapi jauh lebih keras dan kejam. Auranya setara dengan Tetua Bayangan yang baru saja dibunuh Chen Kai.
Komandan Jian Lie. Paman dari Jian Chen. Pembangunan Fondasi Tingkat Awal.
Mereka sedang berdebat. Chen Kai memusatkan pendengarannya, memperkuatnya dengan Qi.
"...tidak cukup!" teriak Patriark Sekte Darah. "Darah sampah-sampah ini terlalu encer! Segel Naga Langit ini terlalu kuat! Kita butuh darah murni!"
"Bersabarlah," jawab Jian Lie dingin. "Surat sudah dikirim. Kami sudah menyebar jaring di seluruh Kota Batu Hitam.”
"Dan jika dia tidak datang?" tantang Patriark. "Apakah kita akan menunggu di sini sampai mati kedinginan? Tuan Besar di Ibu Kota tidak sabar!"
"Jika dia tidak datang dalam tiga hari," kata Jian Lie, matanya berkilat kejam. "Kita akan menggunakan cara paksa. Kita akan mengorbankan semua tawanan ini sekaligus. Seribu nyawa mungkin cukup untuk retakan kecil."
"Tiga hari..." batin Chen Kai.
Tiba-tiba, keributan terjadi di dekat kandang tawanan.
Seorang gadis muda, yang mengenakan pakaian pelayan yang compang-camping, mencoba melawan saat diseret keluar.
"Lepaskan aku! Tuanku adalah pedagang dari Aliansi Awan! Kalian akan membayar ini!"
"Diam, jalang!" Murid Sekte Darah itu menamparnya hingga jatuh. Dia menjambak rambut gadis itu, menyeretnya menuju altar.
Mata Chen Kai melebar. Dia mengenali gadis itu.
Itu adalah pelayan pribadi dari Manajer Sun (Paviliun Seratus Harta Karun). Xiao Mei.
Kenapa dia ada di sini? Apakah Manajer Sun juga tertangkap?
"Tunggu," kata Jian Lie dari atas altar. "Bawa dia ke sini. Dia punya sedikit kultivasi. Darahnya mungkin lebih berguna."
Xiao Mei diseret naik ke atas tengkorak naga, tepat di bawah kaki Jian Lie. Pria itu mencabut pedangnya, siap melakukan eksekusi pribadi.
Chen Kai tidak bisa menunggu lagi.
Dia tidak bisa membiarkan orang yang pernah menyajikannya teh (dan bekerja untuk sekutunya) mati begitu saja.
"Yao," kata Chen Kai. "Kita buat kekacauan."
"Bom Racun?" tanya Yao bersemangat.
"Semuanya."
Chen Kai mengeluarkan dua sisa Bom Racun Yin dari balik jubahnya. Dia tidak melemparnya ke altar (itu terlalu jauh dan dijaga ketat).
Dia melemparnya ke Kandang Binatang Iblis milik Sekte Darah yang berada tepat di sebelahnya.
WUSSH!
Bola-bola itu melengkung di udara dan mendarat di tengah kandang yang berisi 'Beruang Salju Gila' dan 'Serigala Hantu'.
BOOM!
Ledakan gas hijau beracun meledak di dalam kandang.
Binatang-binatang buas itu, yang terkena racun korosif yang menyakitkan, menjadi gila seketika. Rasa sakit membuat mereka mengamuk, menghancurkan jeruji kandang mereka yang sudah rapuh karena korosi racun.
ROAAARRRR!
Puluhan binatang buas Peringkat Tujuh dan Delapan lepas kendali. Mereka menyerbu keluar, menyerang siapa saja yang ada di dekatnya—terutama murid-murid Sekte Darah.
"Kekacauan!" teriak seorang murid. "Binatang buas lepas!"
Perhatian semua orang, termasuk Jian Lie dan Patriark di atas altar, teralihkan ke kerusuhan di bawah.
"Sekarang!"
Chen Kai memanfaatkan momen itu.
"Langkah Kilat Hantu!"
Dia meledak dari persembunyiannya. Bukan ke arah pintu keluar, tapi lurus menuju altar.
Dia bergerak begitu cepat hingga para penjaga yang terdistraksi hanya melihat bayangan hitam melintas.
Jian Lie, di atas altar, merasakan angin tajam mendekat. Dia berbalik, pedangnya terangkat.
"Siapa?!"
Chen Kai sudah melompat ke udara, sejajar dengan posisi Jian Lie di atas tengkorak naga.
Pedang Meteor Hitam sudah ada di tangannya, terbakar dengan Api Roh Naga ungu yang menyilaukan.
"Pengantar Paket!" teriak Chen Kai.
Dia tidak menyerang Jian Lie. Dia tahu dia tidak bisa membunuh Pembangunan Fondasi dalam satu serangan, terutama saat dia dikelilingi musuh.
Dia menebas Rantai Penahan yang mengikat Xiao Mei.
TRANG!
Rantai besi itu putus.
Chen Kai mendarat di samping Xiao Mei, menyambar pinggangnya dengan tangan kiri, dan menendang dada murid Sekte Darah yang memeganginya.
BUKK!
Murid itu terlempar masuk ke dalam kolam darah mendidih. Dia menjerit mengerikan saat tubuhnya meleleh.
"Pegang erat!" kata Chen Kai pada Xiao Mei yang tertegun.
"K-Kau..." Xiao Mei menatap topeng Chen Kai, tapi dia mengenali suara itu. "Tuan Muda Alkemis?!"
Chen Kai tidak menjawab. Dia melihat Jian Lie yang marah besar di depannya.
"Tikus kecil," geram Jian Lie, auranya meledak. "Kau berani mengacaukan ritualku? Mati!"
Jian Lie menebas. Pedang Qi emas raksasa meluncur ke arah Chen Kai.
Chen Kai tidak menangkis. Dia melempar sesuatu ke arah Jian Lie.
Itu bukan senjata. Itu adalah mayat murid Sekte Darah yang baru saja dia bunuh di bawah tadi (dia sempat menyambarnya).
SPLAT!
Tebasan Jian Lie membelah mayat itu menjadi dua. Darah muncrat menghalangi pandangannya sesaat.
Di celah satu detik itu, Chen Kai melompat mundur, turun dari tengkorak naga.
"Kejar dia!" teriak Jian Lie. "Jangan biarkan dia lolos!"
Ratusan murid Sekte Darah dan prajurit Klan Jian mengepung dari segala arah. Binatang buas mengamuk di kiri, musuh di kanan.
Chen Kai, menggendong Xiao Mei, mendarat di tengah kekacauan itu.
"Bagaimana cara kita keluar?" tanya Xiao Mei panik.
Chen Kai menyeringai di balik topengnya.
"Kita tidak keluar," katanya. "Kita akan bermain petak umpet."
Dia melihat ke arah Gudang Logistik Klan Jian yang meledak karena amukan beruang. Asap tebal mulai membubung.
Chen Kai melesat masuk ke dalam asap itu, menghilang dari pandangan sebelum kepungan tertutup rapat.