Anastasya menikah dengan Abimayu karena perjodohan orang tua mereka. Namun setelah menikah Abimayu bersikap acuh kepada Ana karena dia belum bisa menerima Ana dalam hidupnya. Sedangkan Ana telah lama jatuh cinta kepada Abimayu sejak pertama kali melihatnya. Ana terus berusaha untuk membuat Abimayu agar bisa menerima dirinya. Tapi Abimayu tetap tidak bisa menerimanya setelah mengetahui Ana adalah wanita yang suka pergi ke klub malam.
Mampukah Ana meluluhkan Abimayu sampai Abimayu menerimanya?
Mampukah Ana bertahan mencintai Abimayu disaat Abimayu selalu mengabaikannya?
jangan lupa lanjutkan baca kisahnya disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adwiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
Jam sudah menunjukkan ke angka tujuh malam.
Ana masih memikirkan perkataan yang diucapkan oleh Abimayu kepadanya. Setiap pernyataan yang diucapkan Abimayu, sangat melukai harga dirinya. Apalagi Abimayu mengatakan kalau ia terlalu menjajakan bentuk tubuhnya kepada orang lain. Ia akui kalau cara berpakaiannya memang terbuka. Jika disandingkan dengan keluarga besar Abimayu, kemungkinan ia adalah satu-satunya wanita yang menggunakan pakaian yang tidak tertutup.
Ana merasa ditantang oleh Abimayu. Harga dirinya yang sudah dilukai oleh Abimayu akan dibayar oleh Abimayu sendiri nantinya. Ia berjanji akan menaklukkan Abimayu dengan caranya sendiri sampai Abimayu jatuh di pelukannya.
Perut Ana sudah berbunyi dan terasa kosong. Ia perlu makanan saat ini untuk mengisi perutnya. Ia keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah.Di ruang makan, ia tidak menemukan sesuatu yang bisa untuk dimakan.
Ana tidak tahu harus bagaimana lagi. Sedangkan perutnya memang harus perlu diisi saat ini dan pergi dia pergi menemui Abimayu. Karena Abimayu tidak berada di kamar bersamanya, Ana menebak jika Abimayu berada di kamar lainnya di rumah ini.
Ana menggedor pintu kamar tersebut, sampai dia ingin menangis karena Abimayu belum juga membuka pintu kamarnya.
Di dalam kamar, Abimayu baru selesai dari kamar mandi. Dia mendengar suara pintu yang digedor dari luar. Ia sudah bisa menebak siapa yang ada di luar kamar itu.
Abimayu masih mengabaikan suara gedoran pintu itu. Ia ingin memakai pakaiannya terlebih dahulu. Kamar yang ia huni saat ini adalah kamar yang selama ini ia tempati sebelum menikah, Dia berniat memakai kamar yang akan ditempatinya dengan Ana karena kamar itu sedikit berukuran lebih besar dari kamar lainnya yang lebih lapang jika ditempati oleh dua orang.
Selesai berpakaian, Abimayu membuka pintu dan melihat Ana dengan berwajah kesalnya.
"Aku lapar, kenapa tidak ada yang bisa dimakan di rumah ini?" ucap Ana dengan kesal.
"Kalau kamu merasa lapar, silahkan masak sendiri. Di dapur ada makanan instan yang boleh dimakan."
"Siapa juga yang ingin memasak? Aku tidak mau."
"Ya sudah kalau begitu, aku tidak peduli, atau kamu pesan saja makanan dari luar."
Abimayu beranjak dari tempatnya, lalu membuka sebuah tas kecil, dan mengambil satu buah kartu berukuran kecil. Ana masih berdiri di depan pintu kamar tesebut sambil melihat ke arah kamar dari depan pintu. Ia merasa heran, kamar itu terlihat seperti sudah dihuni sejak lama oleh pemiliknya. peralatan di kamar itu juga sudah lengkap. Ia mulai curiga, kalau kamar ini adalah kamar Abimayu yang sebenarnya. Apa maksud Abimayu membawanya ke kamar yang lain?
Masih dengan fikirannya, Ana tidak menyadari kalau Abimayu telah berada kembali dihadapannya.
"Ambil ini!" Menyerahkan sebuah kartu kepada Ana." Silahkan kamu gunakan kartu itu untuk ke perluanmu dan kebutuhan rumah ini, aku akan kirim uang setiap bulannya ke kartu ini."
Ana sudah memegang kartu yang diberikan Abimayu di tangannya.
"Bukan ini yang aku butuh sekarang, tapi aku butuh makanan."
"Apa kamu terlahir begitu bodoh? Silahkan pesan makanan dari luar, nanti juga akan sampai ke tanganmu."
"Aku tidak suka pesan makanan dari luar, buatkan sesuatu untukku!"
"Aku tidak peduli, aku akan pesan makanannya. Kalau kamu tidak suka, terserah padamu."
Abimayu meninggalkan Ana dan masuk kembali ke dalam kamar, tidak lupa ia menutup kembali pintu kamar tanpa peduli dengan Ana yang masih berdiri di depan pintu.
Ana kembali kesal dengan sikap Abimayu yang tidak peduli kepadanya. Karena rasa lapar, ia tidak ingin berdebat dengan Abimayu lagi. Ia turun kembali ke bawah, dan kembali ke ruangan dapur. Satu persatu lemari berukuran kecil di dapur itu ia buka, dan menemukan beberapa bungkus makanan instan yang bisa dimakan.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara langkah kaki dari atas tangga. Itu adalah suara langkah Abimayu.
Sampai di lantai bawah, Abimayu mendengar bunyi dentingan dari arah dapur. Ia ingin melihat siapa yang ada di dapur, tapi niat itu ia urungkan karena di luar rumah ada seorang pengantar makanan yang sedang menunggunya. Sewaktu di kamar, Abimayu memesan makanan dari luar karena ia juga merasa lapar. Ia tahu kalau di rumah ini tidak ada makanan yang bisa dimakan. Hanya ada makanan instan, tapi ia tidak berselera untuk memakannnya.
Setelah mengambil pesanannya, Abimayu berjalan ke arah dapur untuk menikmati makanan yang telah ia pesan. Sesampainya di dapur, ia memasang wajah bingung, melihat keadaan dapurnya yang sudah berubah bentuk. Beberapa peralatan masak dan tempat makan berserakan di mana-mana. Di meja makan ia melihat Ana yang sedang mencoba menikmati makanan yang ia masak.
"Apa yang kamu lakukan? Membuat makanan mudah itu saja menjadikan tempat ini seperti rumah tinggal," sindir Abimayu.
"Bukan urusanku, siapa yang menyuruhku untuk melakukan ini, jadi harus tau akibatnya."
"Ak., " belum sempat Abimayu berkata, Ana berdiri dari tempat duduknya menuju wastafel, lalu Ia memuntahkan makanan yang telah masuk ke dalam perutnya.
Ana memejamkan matanya dan mengatur nafas supaya ia bisa tenang. Ia bersandar di samping wastafel karena tubuhnya terasa lemah.
"Kamu ambil ini! Terserah mau makan atau tidak." Abimayu meletakkan satu porsi makanan di atas meja. Ia tidak peduli jika Ana memakannya atau tidak. Ia sudah berniat membeli untuk dua orang saja sudah cukup baginya.
"Makanan apa yang Mas Abi beli?" tanya Ana sambil melihat bungkusan yang diletakkan oleh Abimayu di atas meja.
"Kamu lihat saja sendiri, jangan banyak tanya." Abimayu berkata sambil berjalan ke arah lemari piring.
"Aku tidak mau memakannya!"
"Aku sudah katakan, terserah padamu. Jika kamu memang perutmu tahan untuk tidak di isi, silahkan saja."
Abimayu menggelengkan kepalanya melihat sikap Ana. Makanan itu belum dia lihat, tapi dia sudah memutuskan untuk tidak ingin memakannya.
"Masakkan sesuatu yang bisa dimakan untuk-ku?" suruh Ana kepada Abimayu, karena dia benar-benar sudah sangat lapar dan dia tidak bisa memakan sembarangan makanan yang dibeli oleh Abimayu. Dia adalah orang yang pemilih dalam hal makanan karena sejak dari dulu orang tuanya selalu memberikan makanan yang sehat kepadanya. Dia juga hanya bisa memakan makanan yang dimasak di rumah oleh pelayanan mereka. Jika makan di muara, dia pasti akan memilih restoran bintang lima yang sudah terjamin masakannya.
"Ana, jangan terlalu menyusahkan diri. Aku juga sudah membelikanmu makanan, kamu hanya tinggal makan."
"Aku tidak bisa memakan makanan itu!" ucap Ana sedikit keras, karena rasa lapar di perutnya dia menjadi sedikit emosi.
"Aku juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Setelah ini, aku ingin istirahat karena aku sangat lelah."
Abimayu berjalan meninggalkan Ana. Sedangkan Ana masih dengan wajah marah dan kesalnya melihat Abimayu. Dia benar-benar tidak peduli kepada Ana meskipun Ana sudah begitu.