Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
( POV Lintang )
Penyesalan terdalam di hidup ku, ketika belum bisa berbakti pada ibu angkat ku. Ia membawa ku pulang, saat malam nahas yang menyebabkan kedua orangtuaku pergi untuk selamanya. Nyonya Rahayu merawat serta mendidik ku, seperti anaknya sendiri. Aku tak pernah merasakan kekurangan kasih sayang, baik dari ayah dan ibu serta kak Dewa tentunya.
Kini tinggal kenangan tersisa, yang akan menyertai setiap langkah kaki ku. Ku tatap cincin belah rotan yang tersemat di jari manis tangan kanan ku, peninggalan beliau ketika akan menghembuskan nafas terakhirnya. Ia melepaskan cincin itu, karena pernikahan mendadak yang terjadi. Aku maupun Kak Dewa sempat menolak keinginannya, tetapi beliau memaksa.
Ragu untuk melepaskan benda kesayangan beliau, tetapi aku berfikir ada yang lebih berhak atas cincin ini. Ya, Haruna kekasih Dewa. Dia yang pantas memakainya, sementara aku hanya orang luar yang masuk dalam hubungan mereka. Apalagi kak Dewa bersedia berlutut demi kekasihny, untuk lepas dari ikatan yang sungguh menyesakkan dada. Di satu sisi Dewa pernah berjanji, akan melindungi diri ku dan selalu ada bila aku membutuhkan. Tetapi itu janji di masa lalu, yang mungkin sudah terlupakan.
Pada satu masa aku pernah begitu memuja Dewa, ia begitu overprotektif terhadap ku. Bagi remaja yang tengah di landa pubertas, perhatian-perhatian sekecil apa pun akan berkesan. Dan kalau boleh berkhayal, tentulah aku memimpikan kak Dewa sebagai kekasih ku. Tetapi mimpi itu hancur berkeping-keping, begitu aku di perkenalkan pada kekasih Dewa. Seorang wanita cantik seusia kakak ku, hati ku patah seketika.
Bolak balik aku di atas ranjang, mencoba tidur tetapi banyak kenangan timbul hilang dalam benak ku. Bohong bila aku tidak bersedih, mendapati cowok impian ku memiliki kekasih.
Semenjak Dewa membawa kekasihnya ke hadapan ibu, mulai detik itu pula kerenggangan hubungan antara anak dan ibunya terjadi. Nyonya Rahayu marah dan meminta agar Dewa meninggalkan kekasihnya, tetapi Dewa lebih memilih pergi serta hidup bersama Haruna. Itulah yang menyebabkan ibu banyak pikiran, dan melarikan diri dengan rokok serta minum minuman beralkohol.
Perlahan-lahan kantuk mulai menjemput, tanpa sadar mata ku mulai terpejam. Kalau boleh aku berharap, semua kejadian yang menimpa ku hanya mimpi. Tetapi khayalan tak sesuai keinginan, biarlah waktu yang akan membuktikan semua kebenarannya.
****
Aku terlambat bangun, setelah semalam berbincang dengan Dewa dan hampir pagi menjelang baru tertidur. Ku sambar handuk yang menggantung di belakang pintu, lalu membasuh tubuh yang lelah. Hanya dalam beberapa menit, aku selesai melakukan ritual mandi. Bergegas aku ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi, tetapi Bik Inah sudah terlebih dahulu selesai membuat nasi goreng.
"Selamat pagi, Bik" sapa ku, pada wanita bertubuh tambun itu.
"Pagi juga, Non" jawabnya, sambil meletakkan nasi pada piring. "Tumben kesiangan, semalam begadang ya" lanjutnya lagi.
"Enggak Bik. Aku kelaparan tadi malam, tapi nasi udah habis jadi bikin mie rebus aja" terang ku cepat. "Ini buat aku kan, Bik ?"
"Iya, Non."
"Bibik, udah sarapan belum?"
"Sudah tadi, beli bubur yang lewat depan rumah."
"Yang lain pada kemana, Bik? Kok sepi" tanya ku heran. Biasanya Kak Dewa selalu bangun pagi, lantas jogging keliling kompleks.
"Belum bangun, mungkin kecapean setelah pemakaman" ujar Bik Inah berbisik di telingaku.
"Wah ada nasi goreng, mau dong dek" Haruna yang datang masih dengan memakai baju tidurnya, langsung duduk dan mencoba mengambil nasi di piring yang tengah ku santap. Bik Inah langsung menjauh dari ku, lantas membereskan peralatan masak yang kotor.
"What! Gak salah dengar tuh?" tanya ku dengan mata memicing, mendengar Haruna menyebut 'dek'.
"Telinga mu tuli ya, mulai pagi ini kita harus akur. Karena sebentar lagi, aku akan jadi madu mu" katanya sumringah. Mulutnya penuh dengan nasi goreng, hasil merebutnya dari ku.
Aku menggeser piring agar lebih mudah di jangkau Haruna, hilang sudah nafsu makan ku.
"Kalo gitu selamat ya, sudah menjadi madu pahit buat ku" dengan senyum manis, aku berusaha tegar menghadapi tingkah Haruna. "Dan satu hal lagi, bertingkah lah sopan. Jangan berkeliaran memakai baju kurang bahan seperti itu..."
"Memangnya kenapa?" tanya Haruna kesal, sambil melihat baju yang di kenakannya. "Kamu iri melihat body seksi ku, juga kulit mulus ini" sambungnya penuh emosi.
"Enggak tuh! Body hasil permak dokter kecantikan, mana keren!" jawab ku santai.
"Praang!" piring di banting Haruna seketika, sisa nasi goreng berserakan di lantai. Bik Inah yang sedang mencuci piring di wastafel, terkejut dengan kelakuan Haruna.
"Ups sorry, jangan marah kalo benar!" Aku berjengit kaget. "Harus tahan emosi, apalagi sedang hamil. Bumil gak boleh stres harus banyak-banyak istighfar, menghadapi kakak madu seperti aku" seloroh ku jahil.
"Ada apa ini? Pagi-pagi dapur seperti kapal pecah, kalian perempuan sukanya meributkan hal sepele" Kak Dewa datang, masih berpakaian training. Sambil memandangi sekitarnya, ia menghela nafas lelah.
"Sayang, adik mu keterlaluan. Dia menuduh aku yang bukan-bukan, masa aku yang cantik di bilang hasil oplas" ucapnya manja.
"Lintang, please jangan keterlaluan. Kamu tau, Haruna sedang hamil, hentikan perdebatan kalian. Kepala kakak rasanya mau pecah, setiap kalian berdua bertengkar."
"Siapa suruh, kita di satukan dalam rumah yang sama? Kak Dewa tau kan, punya satu istri itu sulit apalagi dua. Resiko orang poligami itu seperti ini, gak pernah bisa akur. Kecuali mungkin ada sebagian yang mau menerima, tetapi buat aku sih jauh panggang dari api alias mustahil kita bakalan akur" tutur ku dengan menggebu.
Kak Dewa mengacak rambutnya, lalu pergi begitu saja. Sedangkan Haruna yang merasa di abaikan, duduk dengan wajah merah padam dan bibir menekuk. "Lihat!" tunjuknya pada punggung tegap Dewa. "Ia pergi, gara-gara kamu."
"Kok aku sih, yang disalahkan" kataku berang. "Susul sana! Sebagai kakak madu aku, meminta mu membujuknya supaya gak marah-marah terus" lanjut ku sarkas.
"Huh, dasar istri gak ada akhlak" seru Haruna sambil menghentakkan kakinya.
"Siapa suruh jadi pelakor? Nasib pelakor itu, gak jauh-jauh dari azab."
"Sok tau! Mana ada azab, di jaman modern?"
"Taulah, kan ada sinetronnya di stasiun ikan terbang."
"Dasar ratu sinetron."
"Daripada ratu sensasi."
Haruna melemparkan tisu yang di gulung-gulung menyerupai bola, dan melemparkannya pada ku. Ku tepis cepat benda yang melayang itu, kemudian mendarat tepat di kepala Haruna.
"Aww!"bpekiknya keras. "Dasar preman, mainnya kekerasan."
"Lintang!" seru Dewa keras, mendapati kekasihnya di bully oleh ku.
"Ya...ya...aku minta maaf" walau dongkol aku mengalah , ketika melihat muka Dewa merah padam menahan marah.
"Nah, gitu dong. Kita bisa menjadi keluarga yang harmonis, benarkan yang?"bucap Haruna menggelendot manja, di lengan kekar Dewa seperti kucing.
Kak Dewa hanya menggumam tak jelas, sepertinya ia mulai jenuh dengan semua pertengkaran kami.
Aduh telinga rasanya gatal mendengar kata-kata Haruna, mana ada harmonis kalo setiap harinya ia selalu membuka konfrontasi dengan ku.
****
yg ad hidupx sendirian nnt x