Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kabarmu
" Ma?! Mama?!" Hanum berjalan menuju dapur, mencari mamanya yang biasanya sibuk dengan kue kuenya.
" Apa sih num, berisik..!" sahut mamanya yang sedang sibuk mengeluarkan kue dari oven.
" Mama tau aku bertemu siapa??" Hanum berdiri tak jauh dari mamanya.
" Dengan siapa? Heboh begitu.." mamanya masih sibuk mematikan oven dan menaruh loyang yang masih panas itu di atas meja.
" Mbak Kirani ma..?!" suara Hanum begitu jelas di telinga mamanya.
Mamanya tiba tiba mematung,
" nah.. Kaget kan..?" hanum menatap mamanya seakan tau ekspresi mamanya akan seperti itu.
" ketemu dimana num??" tanya mama nya berubah serius,
" ketemu di dekat kampus ma, aku sudah coba minta nomor hapenya ma, tapi sepertinya dia menghindar..
Dia bilang sedang liburan ma, aku berencana akan kerumahnya besok,"
" mas mu tau??"
" yang mana??"
" mas mu Hangga?"
" tidaklah ma, dia kan sedang di luar kota sedang mengurusi tanah yang baru dia beli,"
" kau tidak menelponnya?"
" tidak, buat apa aku memberitahu orang bodoh itu.. Biar saja dia tenggelam dalam kebodohannya..!" kesal Hanum.
" Huss..!"
" iyalah yang satu bodoh, yang satu ga punya otak.. Mama beruntung masih punya aku yang waras.."
" kalau ngomong kau num, mereka itu kakakmu.."
" habisnya tidak ada yang becus.." hanum benar benar kesal dengan kedua kakaknya.
Tiara dan Rani sedang tiduran di kamar mereka, hari ini cukup melelahkan bagi Hanum, mengikuti Danu berkeliling pasar burung.
" Bun.. Tiara masih lama liburnya?" tanya gadis kecil itu duduk sembari bermain hp.
" Masih lama.., memang kenapa?" jawab Rani menatap putrinya,
" Tiara suka disini bun, ada mas Rendy dan mas Dedy.." jawab gadis kecil itu polos.
" Tia suka punya kakak?"
" suka bun, sukaaaa..." senyum Tiara lebar.
" kalau begitu main saja sepuasnya dengan mas Rendy dan mas dedy..
Tapi setelah libur usai kita tetap pulang..
Tia harus sekolah, dan bunda juga harus kerja.."
Mendengar itu wajah Tiara murung tiba tiba,
" lhooo.. Kok begitu..?" Rani tersenyum mengerti.
" Tok! tok! Tok!" suara pintu kamar di ketuk.
" Ran, ada tamu untukmu," Yudi melongok,
" Tamu? Siapa mas??" Rani langsung bangkit.
" Mantan mertua dan adik iparmu,"
" hahhh?!" Rani sontak turun dari atas tempat tidur.
" Mau apa mereka kemari??" tanyanya bingung,
" mana mas tau, mas juga kaget..
Sudah keluarlah, mereka tau kau disini, tidak usah menghindar.."
Mendengar kata kata Yudi, Rani terdiam sejenak, ia berpikir keras.
" Sudahlah, keluarlah, biar ku jaga Tia," ujar Yudi meraih Tia kedalam gendongannya dan membawanya keluar kamar.
" Apa kabar.. Bu.." sapa Rani canggung,
bu Hermawan langsung bangkit dari tempat duduknya begitu melihat Rani,
perempuan itu memeluk Rani penuh kerinduan,
dan Rani yang menerima pelukan itu hanya bisa terdiam.
" Kemana saja nduk??" tanya bu Hermawan sedih, ia melepas pelukannya lalu duduk berdampingan dengan Rani.
" Saya bekerja di luar kota bu,"
" tetaplah memanggilku mama seperti dulu, tidak apa apa nduk...?"
" ah, tidak bu.." Rani tersenyum.
" owalah nduk... Mama kesini langsung setelah mendengar kabar dari adikmu bahwa kau ada di kota ini?"
mendengar itu Rani menatap Hanum sejenak,
" iya, kami tadi siang bertemu bu, bagaimana kabar ibu..?"
" mama sudah tua nduk, kalau sedikit sedikit sakit ya wajar,
kau sendiri bagaimana? Kau kerja dimana? Di kota apa? apa kau baik baik saja selama enam tahun ini nduk??",
pertanyaan bertubi tubi, Rani sampai bingung harus bagaimana menjawabnya.
" Mama tidak ada maksud aneh aneh, mama hanya ingin tau kau hidup dengan baik dimana? mama tidak akan menganggumu nduk.. Mama janji.." imbuh bu Hermawan karena membaca kegelisahan di wajah Rani atas pertanyaan pertanyaannya.
" Kami akan menjaga rahasia tentang pertemuan kita ini mbak.. Dari orang orang rumah..
kami tau mbak ingin ketenangan..
tapi tolonglah kasihani kami yang masih begitu perduli padamu ini, sedikit saja..?" sela Hanum.
Rani menghela nafas berat, bimbang..
namun akhirnya di jawab jug pertanyaan bu Hermawan.
" Saya baik baik saja selama enam tahun ini bu, saya hidup di malang, saya bekerja sebagai guru SD disana..
alhamdulillah.. Semua menyenangkan.." Rani mengulas senyumnya.
Mendengar itu Bu Hermawan berpandangan dengan putrinya, lalu tak lama mengalihkan pandangannya lagi pada Rani.
" Lalu.. apa kau.. sudah menikah lagi disana?" tanya bu Hermawan hati hati.
Rani menggeleng pelan,
" saya mau fokus bekerja dulu bu, jadi tidak ada pikiran mau menikah lagi," jawab Ratih.
" Maafkan mama ya nak.. Seandainya aku punya putra putra yang baik.. Kau tidak akan bernasib seperti ini.." bu Hermawan menggenggam tangan Rani, ia sungguh sungguh menyesal.
" Bu.. Saya sungguh sungguh baik baik saja.. Percayalah.. Jadi lepaskan rasa bersalah ibu pada saya..
yang lalu biarlah berlalu.." Rani lagi lagi mengulas senyum, ia sudah rela.
" Lalu bagaimana dengan keluarga disana bu? Apa bapak sehat?" tanya Rani ber basa basi.
" Papamu ya begitu itu, sibuk terus dengan pekerjaan di kantornya,
kalau Genta, dia sudah punya satu anak,
dia bekerja di anak perusahaan papamu setelah kembali dari pelariannya,
mau tidak mau kami memberinya pekerjaan meski kelakuannya menyakitkan..",
herannya, saat nama genta di sebut, Rani merasa biasa biasa saja, tidak ada nyeri yang menjalari hatinya seperti dulu.
" Kalau Hangga.." bu Hermawan hati hati,
" Dia keluar dari perusahaan papanya, ia tidak mau bekerja bersama dengan genta, entahlah apa yang terjadi pada mereka, sampai sekarang mereka kurang akur.. Sudah tidak seakrab dulu.." jelas bu Hermawan sedih.
" Mas hangga membuka lahan pertanian, sesuai dengan gelarnya di pertanian mbak..
dia menanam apapun yang dia mau.. Seperti mencari ketenangan.." lagi lagi hanum menyela, seperti ingin menunjukkan kalau Hangga juga menanggung kesedihan setelah berpisah.
" Baguslah.. dia Sarjana pertanian kan.." ujar Rani tersenyum, namun senyum itu ia gunakan hanya untuk menutupi perasaan tidak nyaman di hatinya.
" Ngomong ngomong mbak masih lama liburannya?" tanya hanum,
" sekitar dua minggu lagi, tapi sepertinya aku akan segera pulang minggu ini, aku lupa ada urusan dengan kepala sekolah.." ujar Rani.
" Apa boleh mama minta nomor telepon mu nduk??" tanya Bu Hermawan penuh harap,
" meski kita tidak pernah bertemu, tapi setidaknya sesekali aku bisa bertanya tentang kabarmu..
boleh ya nduk?"
Rani terdiam, ia bingung.
.....