Kisah tentang seorang gadis yang cantik dan lembut, ia harus menjalani hari-harinya yang berat setelah kepergian kakak perempuannya. Anak-anak yang harus melakukan sesuai kehendak Ibunya. Menjadikan mereka seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah semuanya terjadi ibunya hanya bisa menyalahkan orang lain atas apa yang telah dilakukannya. Akibatnya, anak bungsunya yang harus menanggung semua beban itu selama bertahun-tahun. Anak perempuan yang kuat bernama Aluna Madison harus memikul beban itu sendirian setelah kepergian sang kakak. Ia tinggal bersama sang Ayah karena Ibu dan Ayahnya telah bercerai. Ayahnya yang sangat kontras dengan sang ibu, benar-benar merawat Aluna dengan sangat baik. **** Lalu, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang selalu menolongnya disaat ia mengalami hal sulit. Laki-laki yang tak sengaja ia temui di gerbong Karnival. Lalu menjadi saksi perjalanan hidup Aluna menuju kebahagian. Siapa kah dia? apakah hanya kebetulan setelah mereka saling bertemu seperti takdir. Akankah kebahagian Aluna telah datang setelah mengalami masa sulit sejak umur 9 tahun? Lika liku perjalanan mereka juga panjang, mereka juga harus melewati masa yang sulit. Tapi apakah mereka bisa melewati masa sulit itu bersama-sama? *TRIGGER WARNING* CERITA INI MENGANDUNG HAL YANG SENSITIF, SEPERTI BUNUH DIRI DAN BULLYING. PEMBACA DIHARAPKAN DAPAT LEBIH BIJAK DALAM MEMBACA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugardust, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekacauan di rumah utama
Jaeden masuk ke dalam kamarnya, namun kamarnya telah berubah, isinya sudah tidak dipenuhi dengan barang-barang. Isi kamarnya diganti dengan milik anak bibi itu. Jaeden terlihat begitu marah dan mulai memanggil nama anak bibi itu, namanya Julian.
“ Wah sungguh hebat, baru beberapa hari pemiliknya pergi. Mereka mengganti kamar milik orang lain dan menjadi kamar miliknya” paman Jaeden sangat tidak menyangka akan hal ini.
“ Hei Julian! keluar kau!” teriak Jaeden.
Bibi itu mendatangi mereka berdua dengan wajah yang begitu tampak marah.
“ Ada apa kau membuat keributan di rumahku?” ucap bibi itu dengan berteriak.
“ Dimana anak mu yang kurang ajar itu? suruh dia kemari” ucap Jaeden yang juga sama emosinya.
“ Apa-apaan kau? beraninya memanggil putraku begitu? kau sama saja seperti ibumu yang tidak punya sopan santun!” sautnya yang berbicara tanpa berpikir panjang.
“ Kau bilang apa bangsat tentang ibuku? kau tahu apa tentang ibuku sialan!” Jaeden tampak ingin memukul bibi itu namun dihalangi oleh pamannya.
“ Kakak, ini kan kamar Jaeden kenapa diganti dengan kamar putra kakak?” tanya paman padanya.
“ Ini kan rumahku, cuma itu kamar yang besar yang cocok untuk putraku, lagian Jaeden sudah pergi dari rumah ini lalu kenapa dia kembali lagi?” jawab bibi itu seperti tak punya salah.
“ Tapi ini kan hak Jaeden, ini kamarnya dari dulu, kenapa kakak melakukan itu pada anak dari suamimu!” paman terlihat marah pada istri kakaknya itu.
“ Dia bukan anakku! ini sudah menjadi hakku sebagai istri kakakmu di rumah ini!” jawab bibi itu.
“ Ah sial, dasar wanita licik!” paman Jaeden mengumpat kepadanya.
“ Apa katamu?! dasar adik ipar tidak tahu sopan santun!” ucap bibi itu sambil berteriak.
“ Kau pikir kau siapa? kau menunjukkan sifat aslimu saat sudah mendapatkan posisi nyonya besar di rumah ini, aku tak akan menganggapmu kakak iparku! berlaku lah sesukamu, tapi awas kau menyentuh Jaeden sedikit saja, akan aku patahkan lehermu bibi tua” paman Jaeden tidak bisa menahan emosinya lagi yang sudah memuncak.
“ Bibi tua? dasar kurang ajar! akan aku laporkan kalian berdua pada kakakmu!” bibi itu pergi meninggalkan mereka tanpa bisa melawan lagi.
“ Katakan saja! adukan semuanya, aku tidak takut!” ucap paman membalas ucapan bibi itu.
Pelayan di rumah ini menghampiri Jaeden dan pamannya, lalu memberi tahu bahwa barang-barang Jaeden telah dipindahkan ke kamar lain yang ukurannya lebih kecil dari kamarnya dulu. Betapa tidak tahu malunya ibu dan anak itu, mereka berusaha untuk menguasai rumah ini. Mereka segera menuju ke kamar yang diberitahu oleh salah satu pelayan itu. Bibi itu mengganti semua pelayan lama dengan pelayan yang baru, Jaeden tidak bisa mengenali pelayan yang biasanya. Lalu Jaeden masuk ke kamar dan mulai membereskan barang-barangnya untuk dibawa ke rumah pamannya. Ponselnya akhirnya kini berada ditangannya kembali.
“ Kau harus bisa merebut rumah dan keluargamu kembali saat kau sudah saatnya dan kau dapat mengerti” ucap paman kepada Jaeden.
Jaeden terlihat marah dan juga sedih. Dia menyayangkan sikap ayahnya yang sama sekali tidak bisa tegas dan membela putra satu-satunya ini. Kenapa bisa ayahnya membiarkan kamarnya ditukar dengan kamar yang lebih kecil untuk ditempati anak tirinya itu. Jaeden buru-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam beberapa koper. Lalu mereka melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu. Dia berharap dia tidak pernah lagi kembali ke rumah itu. Hidupnya benar-benar berubah semenjak kepergian ibunya. Jaeden mengajak paman untuk pergi mengunjungi makam ibunya sebentar. Dia sangat rindu pada ibunya.
Di pemakaman, Jaeden ingin memberikan bunga untuk diletakkan di makam ibunya. Tapi Jaeden bingung, karena sudah ada bunga yang terletak di atas tanah. Bunga itu masih terlihat segar, tanpa bertanya, Jaeden lalu meletakkannya disebelah bunga tersebut. Dia hanya mampir sebentar lalu pergi.
Di perjalanan pulang mereka mampir dulu untuk membeli keperluan yang dibutuhkan oleh Jaeden. Karena biasanya anak laki-laki tak begitu banyak yang dibutuhkannya, dia hanya membeli yang dibutuhkan saja. Meskipun begitu, ayah Jaeden tidak pernah lupa setiap bulannya untuk mengirimkan uang untuknya. Bahkan uangnya pun diberikan sangat banyak dan berlebih. Tapi yang Jaeden sayangkan hanya sikap ayah yang telah berubah saja semenjak kepergian ibu Jaeden.
“ Beli lah apapun yang kau butuhkan, paman akan membayarnya. Tabung saja uang yang diberikan oleh ayahmu. Paman mu ini juga punya uang” ucap paman sambil memberikan kartu kreditnya.
“ Tidak usah, paman. Paman juga harus menabung banyak uang untuk melangsung pernikahan nantinya” jawab Jaeden yang menolak pemberian kartu kredit pamannya.
“ Hei, pamanmu ini juga punya banyak uang tahu. Lagi pula paman belum berniat menikah. Umur paman masih dua puluh sembilan tahun” saut paman, karena Jaeden meragukan keuangannya.
“ Paman, berkencan lah sesekali. Aku yakin kakek ingin segera menimang cucu yang diberikan olehmu” ucap Jaeden yang meyakinkan pamannya untuk mempunyai keluarga.
“ Anak kecil sepertimu sudah mengerti ya apa itu keluarga, kalau begitu kau harus sukses terlebih dahulu sebelum berkeluarga” ucap paman sambil tertawa kecil.
“ Tentu saja, aku harus bisa merebut kembali masa kejayaanku dulu” jawab Jaeden dengan penuh semangat.
“ Bagus! paman suka tekadmu. Ayo buktikan suatu hari nanti” ujar sang paman yang memberikan semangat.
Hari sudah semakin sore, ketika sudah cukup berbelanja keperluan di salah satu swalayan. Mereka kembali pulang ke rumah, mengeluarkan barang-barang yang cukup banyak mereka bawa untuk di turunkan dari mobil satu persatu. Rumah paman sangat besar dan luas, namun hanya diisi oleh seorang diri saja. Sekarang bertambah satu orang untuk menempati rumah ini. Sesekali paman memanggil pelayan harian untuk membersihkan rumah ini. Paman sangat bekerja keras untuk ini semua, tidak seperti ayah yang sudah dibekali semua oleh kakek. Karena paman menolak dengan keras bantuan yang diberikan oleh kakek, dan memilih untuk mandiri. Tapi ternyata, paman cukup sukses sebelum menginjak umur tiga puluh tahun.
“ Apa kau mau kamarmu diubah? paman akan panggilkan tukang jika kau mau” tanya paman pada Jaeden.
“ Tidak usah, ini sudah cukup nyaman untukku” jawabnya yang menolak tawaran paman.
“ Baiklah, kemasi barang-barangmu dulu lalu pergi turun dan makan. Paman akan pesankan makanan untukmu, paman akan pergi malam nanti dan akan pulang larut malam” ucap paman.
“ Iya aku akan turun jika sudah selesai” jawab Jaeden yang mulai mengeluarkan baju-bajunya dari koper.
“ Baiklah, kalau begitu paman turun dulu” ucap paman dan melangkah pergi.
Jaeden mulai merapikan barang bawaannya, ternyata hari sudah malam dan dia baru saja selesai memindahkan barang-barangnya. Lalu ia turun ke lantai satu dan mendapati pamannya sudah pergi. Di meja makan telah tersedia makanan yang telah dipesankan oleh sang paman. Dia pun mulai menyantap makan malamnya, sebab dari siang dia belum sempat makan.
Setelah makan malam, Jaeden memilih untuk mandi terlebih dahulu lalu pergi tidur. Setelah berbaring di kasur, Jaeden langsung membuka ponselnya, ternyata dia mendapat banyak pesan yang belum terbaca dari Aluna. Ponsel yang sudah beberapa hari itu tidak ada bersamanya, akhirnya bisa dia gunakan lagi.