Hana Larasati Abraham, wanita cantik yang memiliki karir cemerlang. Dia salah satu penerus perusahaan keluarga Syahbana. Memiliki paras mempesona membuat dirinya diperebutkan para pria.
Kehadiran seorang pria yang ditugaskan menjadi sopir pribadinya menjadikan dirinya sosok wanita sombong dan angkuh. Apalagi dia tahu jika Dennis adalah bocah laki-laki tak disukainya dari kecil, rasa kebenciannya semakin besar dan berusaha membuat lelaki tersebut tidak betah.
Akankah Dennis Lim Kyo bertahan dengan sikap arogan Hana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Hampir Dipecat Karena Mie Ayam
Seminggu berlalu.....
Di kantor Hana dengan sengaja menyuruh Dennis untuk membelikan makanan.
"Ini sudah kedua kalinya kamu membelikan mie ayam buatku. Semua harus sesuai yang ku minta. Jadi, jika ada kekurangan kuingin kamu mengembalikannya!"
"Baik, Nona."
Hana menuang sambal dan saos yang banyak, sementara Dennis berdiri mematung memperhatikan atasannya.
Belum dimakan, Hana berkata, "Potongan ayamnya terlalu besar, aku tak suka. Kumau kamu yang memakannya!"
"Nona, saya....."
"Cepat makan, tidak mungkin ini dibuang!"
"Nona..."
"Cepat!"
"Nona biar saya beli yang baru di kedai mie ayam lainnya!"
"Aku tidak berselera lagi!"
"Tapi, Nona minta dibelikan di kedai mie ayam langganan."
"Kamu tidak pernah paham apa yang kuinginkan!"
"Nona..."
"Makan atau dipecat?"
Dennis pun memakan mie ayam tersebut dihadapan Hana.
Mie ayam pertama terpaksa diberikan kepada Inka karena ada sayuran membuat Hana tak mau memakannya.
Kini Dennis mendapatkan giliran kedua, sebenarnya dia tak terlalu menyukai makanan pedas. Namun kali ini ia terpaksa memakannya.
Hana dapat melihat wajah Dennis yang putih menjadi memerah. Pemuda itu mulai kewalahan dan menggaruk kepalanya. Ia hanya tersenyum puas karena berhasil mengerjai sopirnya.
Baru 3 suapan, Dennis meletakkan mangkok mie di meja.
"Kenapa berhenti? Lekas habiskan!"
"Nona, ini sangat pedas sekali!"
"Aku tidak mau tahu, kamu sudah melakukan kesalahan!"
Dennis yang menyerah akhirnya berkata, "Saya siap dipecat, Nona!"
Kata-kata itu yang ditunggu Hana dari kemarin. "Baiklah, sekarang kamu pergi dari kantor ini!"
Dennis mengangguk pelan, ia segera keluar dari ruangan tersebut.
Hana tertawa girang karena berhasil membuat Dennis menyerah.
Dennis berlari ke ruangan pantry mengambil minuman, berkali-kali mengelap keringat di dahinya.
Setelah rasa pedas di mulutnya menghilang, Dennis melangkah ke ruangan kerjanya Harsya yang berada di gedung itu juga.
Biom tampak heran dengan kehadiran Dennis yang di lantai kerja Harsya. "Ada perlu apa? Tidak biasanya kamu ke sini?"
"Tuan, saya ingin berbicara dengan Tuan Harsya," ucap Dennis, karena di kantor ia harus mengikuti peraturan.
"Sebentar, ya!" Biom lalu masuk ke ruangan kerjanya Harsya.
"Ada apa, Biom?"
"Dennis ingin bertemu dengan Tuan."
"Suruh dia masuk!"
Biom keluar dan menghampiri Dennis, "Ayo masuk!"
Dennis dan Harsya kini saling berhadapan dan hanya ada mereka berdua.
"Ada apa?"
"Paman, saya ingin mengundurkan diri!"
"Apa!"
"Saya telah berjanji pada Nona Hana, Tuan."
"Dennis, saya tidak mengerti dengan perkataanmu. Apa alasanmu ingin mengundurkan diri?"
"Nona Hana memberikan tantangan namun saya tak sanggup menghadapinya, maka lebih baik saya mundur."
"Tantangan apa yang diberikan Hana?"
"Saya disuruh makan mie ayam."
Harsya semakin tak mengerti.
"Maaf, Tuan. Mungkin ini sangat aneh, tapi saya tidak sanggup harus makan mie ayam dengan sambal terlalu banyak."
"Saya akan panggilkan Hana untuk menjelaskan semua ini," ujar Harsya, memegang gagang telepon.
Tak lama kemudian, Hana datang ke ruangan ayahnya. Ia begitu terkejut ketika mendapati Dennis berada di ruangan sama dengannya.
"Ada apa Ayah memanggilku?"
"Apa benar Dennis ingin mengundurkan diri?" tanya Harsya.
"Iya, Yah. Dia sendiri yang mengatakannya."
"Alasannya apa?" tanya Harsya lagi.
"Aku tidak tahu."
"Apa benar kamu menyuruhnya makan mie ayam?"
"Iya, Yah."
"Kenapa menyuruhnya makan mie ayam dengan sambal banyak?"
"Dia salah membeli pesanan aku."
"Hana, Dennis tidak bisa makan sambal terlalu banyak. Kamu hampir mencelakakannya!" Harsya tampak marah.
"Aku tidak tahu hal itu, Yah." Hana berkata dengan santai.
"Ayah menolak pengunduran dirinya," ucap Harsya tegas.
"Kenapa, Yah? Dia sendiri yang menginginkannya," ujar Hana.
"Tapi, ini bukan salahnya Dennis tetapi kamu!"
"Ayah, kenapa selalu membelanya?" Hana protes.
"Ayah jelas membelanya karena kamu yang salah, memberi tantangan tapi dengan syarat," jelas Harsya.
Hana yang kesal memilih pergi dari ruangan kerja ayahnya.
"Dennis, kamu masih bekerja di sini!"
"Terima kasih, Paman." Dennis menundukkan kepalanya.
"Sama-sama."
Hana yang sangat kesal dengan keputusan sang ayah, menjatuhkan tubuhnya di kursi. Menghentakkan kakinya berulang kali tuk menghilangkan rasa jengkelnya.
"Bagaimana lagi caranya agar aku bisa menyingkirkannya?" gumamnya.
-
Sore harinya, Dennis yang masih setia menjadi sopir membuka pintu buat Hana.
"Puas sekarang dirimu!"
"Maaf, Nona. Jika karena saya, anda disalahkan Paman Harsya."
"Tak perlu meminta maaf, sejak kamu hadir di kehidupan keluargaku. Semua menyalahkanku!"
"Saya tidak bermaksud..."
"Jangan menjelaskan apapun, karena aku tidak butuh!"
Dennis akhirnya diam.
Di tengah perjalanan, Hana meminta Dennis untuk menghentikan laju kendaraannya.
"Nona, mau ke mana?" tanya Dennis ketika melihat Hana hendak membuka pintu.
"Kembalilah pulang, jangan ikuti aku!" Hana membuka pintu
Dennis tak ingin sesuatu hal buruk menimpa Hana lantas bergegas turun. Karena mobilnya yang dikendarainya berhenti di pinggir jalan di atas sungai.
"Nona, mau apa di sini?"
"Pergilah, jangan hiraukan aku!"
"Nona, saya bertanggung jawab. Bagaimana jika Paman dan Bibi bertanya?"
"Katakan saja yang sebenarnya, mereka bahkan lebih mempercayaimu daripada aku!"
"Nona..."
"Berhenti di sana, aku ingin sendiri!" Hana berjalan menjauhi mobil yang terparkir.
Dennis mengikuti langkah Hana yang semakin cepat.
Hana berhenti ketika lengan tangannya ditarik. "Jangan membuat saya berbuat kasar, Nona!"
"Lepaskan aku!" teriaknya.
Dennis melepaskan genggamannya.
"Aku bilang pergi!"
"Saya tidak akan pergi sebelum Nona ikut!"
"Aku akan pulang, jika sudah merasa tenang."
"Nona, kenapa sikapmu seperti kekanak-kanakan?" singgung Dennis.
"Iya, aku memang seperti itu. Kamu tidak suka?" tanyanya dengan lantang.
Dennis menarik napas dan membuangnya, ia tampak sedikit kesulitan menghadapi gadis sombong dan keras kepala seperti Hana.
Mendorong tubuh Dennis menjauh, Hana melanjutkan langkah kakinya.
Dennis tak mau membujuknya malah mengikutinya ke mana kaki gadis itu melangkah.
Hana duduk di bangku di pinggir sungai dan menangis, Dennis berada di sebelahnya.
"Ini semua karena kamu!"
"Saya?"
"Sejak kamu hadir, mereka menyayangimu!"
"Nona, saya tidak pernah berniat mencuri perhatian paman dan bibi."
"Itu menurut kamu! Tetapi kulihat mereka lebih membelamu daripada aku!"
"Apa yang harus saya lakukan?"
"Pergilah dan jangan muncul di kehidupanku lagi."
"Paman Harsya tidak mengizinkannya."
"Kamu bisa berikan alasan lain agar ayah percaya padamu!"
"Baiklah, saya akan turuti permintaan Nona. Sekarang ayo kita pulang!" Dennis berkata dengan lembut.
Dalam hati Hana begitu puas.
Keduanya berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan.
Menyalakan mesin kendaraannya, Dennis melaju dengan kecepatan pelan. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan seakan mencari sesuatu.
Hana tak bertanya hanya fokus bermain ponselnya.
Dennis menghentikan mobilnya di sebuah kedai es krim.
"Kenapa berhenti di sini?" tanya Hana.
"Sebentar, Nona." Dennis bergegas keluar.
Memasuki toko, Dennis disambut seorang perempuan. "Selamat sore, Tuan."
"Sore," Dennis tersenyum.
"Sepertinya kita pernah bertemu," ucap wanita itu.
"Benarkah?"
"Bukankah Tuan yang beberapa waktu salah alamat?"
Dennis mengingatnya dan memperhatikan wajah wanita di depannya. "Saya baru ingat!"
Wanita itu tersenyum lalu menyodorkan tangannya, "Perkenalkan namaku Winny!"
Dennis membalas uluran tangan wanita itu, "Dennis!"
"Senang bertemu Tuan kembali!" Winny kembali tersenyum.
"Sama-sama, Nona."
"Mau pesan apa?"
"Es krim rasa coklat satu."
"Baiklah, Tuan. Saya akan buatkan!"
Tak menunggu lama, Winny memberikan 1 buah cup es krim.
"Berapa?"
Winny menyebutkan harganya.
Dennis pun membayarnya.
"Terima kasih atas kunjungannya, Tuan!"
"Sama-sama," Dennis memberikan senyuman dan keluar.
Dennis melangkah ke bagian pintu belakang penumpang.
Winny memperhatikannya dari balik pintu kaca kedai es krim miliknya. Dalam hati berkata, "Dia hanya sopir, semoga suatu hari nanti ku dapat bertemu dengannya lagi."
Dennis mengetuk jendela mobil, Hana menurunkan kacanya. "Kenapa?"
"Buat Nona!" Dennis menyodorkan es krim yang dibelinya.
ceritanya bagus lo,,
lanjut la thor sampai HANAN AMA NADIEN bersatu,,kan nanggung ceritanya
ya thor ya🙏🙏🙏
jangan berhenti dong...