Hanya karna Elis mencintai suaminya, wanita 28 tahun itu membiarkan Arjuna suaminya untuk menikah lagi.
Bukan, bukan karna Elis merupakan wanita shaliha melainkan Elis tengah menghabiskan sisa cintanya terhadap sang suami.
Elis akan membiarkan hatinya terus tersakiti hingga cinta yang ia miliki tak bersisa.
Tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Hanya saja tuntutan keluarga Arjuna yang menginginkan seorang putra. Sedangkan Elis sampai saat ini hanya bisa memberikan tiga putri saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indahnya halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan suami?
Arjuna benar benar merasa tertampar akan perkataan putrinya.
Rose seakan mengchopy kalimat sang istri untuk tidak mudah memaafkannya.
"Rose, Papa minta maaf. Masa Rose ga mau maafin Papa. Papa ga bakalan ngelakuin hal ini lagi deh janji." Arjuna menunjukan sikaf penyesalannya di hadapan putri sulungnya. Ya ampun Rose seperti Elis junior saja keras kepala.
"Ingkar janji. Tetap saja ingkar janji, alasan apapun tidak di benarkan." Rose tetap ngotot.
"Papa ada urusan mendesak kemarin. Jadi Papa terpaksa mengundur acara jalan jalannya, jika saja ponsel Mamamu tidak mati Papa sudah mengatakannya sejak kemarin dan meminta kalian supaya jangan menunggu." Arjuna berusaha membujuk putrinya.
"Kami sudah bersiap-siap sejak sore. Vale juga sampai setengah ketiduran karna menunggu Papa. Apa sudah menjadi kebiasaan Papa selalu membohongi kami!" Suara Rose bahkan meninggi ia berteriak di hadapan Papanya.
"Rose, jaga sikafmu! Bukankah Papa sudah menjelaskan. Lalu mengapa tidak kau maafkan saja?" Ingin rasanya Arjuna menyauti Elis, jika sikaf Rose sama persis dengan dirinya. Hanya saja Arjuna tidak ingin memperkeruh suasana.
"Mama tidak mengerti perasaanku! Aku semalaman lelah menunggu Papa." suara Rose sudah bergetar. Karna tak ingin terlihat lemah Rose pergi meninggalkan ruangan itu.
Arjuna beranjak ia akan membujuk Rose sekarang. "Mine, Vale. Tunggu sebentar Papa akan membujuk kakakmu."
"Biarkan saja, sebentar lagi juga marahnya reda." Elis memang mengetahui dengan baik sikaf ketiga putrinya. Rose kerap kali meledak-ledak mengemukakan pendapatnya kemudian Rose akan pergi untuk menenanhkan diri sekaligus berpikir. Jika Rose sudah menyadari kesalahannya ia akan kembali dan meminta maaf.
Jasmine adalah anak yang plin plan, ia selalu kesulitan dalam memutiskan sesuatu. Jasmine kerap kali meminta pendapat Mama serta Kakaknya untuk bertindak. Ia sangat labih dan mudah terpengaruh dengan orang-orang di sekitarnya. Jasmine juga typical anak yang selalu merasa tak enakan. Ia susah mengatakan kata tidak pada seseorang.
Vale sendiri memiliki kalakter yang polos, ia selalu menganggap baik semua orang. Tingkat kewaspadaannya hampir sama sekali tidak ada, Vale juga merupakan gadis kecil yang pemaaf. Ia juga selalu tidak memikirkan hal-hal sepele. Sifat tidak tegaannya sudah melekat sejak dini.
Banyaknya anak membuat Elis mengerti untuk mengatasi tantrum atau rajukan setiap putrinya. Makanya Elis menyarankan Arjuna agar tetap diam. Arjuna yang merasa bersalah tetap mendatangi Rose. Bukankan setiap perempuan sangat senang jika di bujuk? Tidak terkecuali dengan gadis kecilnya.
Dari luar kamar Arjuna dapat mendengar sayup-sayup putrinya yang tengah menangis. Hembusan nafas Arjuna buang dengan sangat berat. Apa sudah menjadi kebiasaan para perempuan selalu terlihat menantang tapi sesungguhnya dalamnya kesendiriannya sangat lentur.
"Boleh Papa masuk?" Arjuna membuka pintu kamar yang tidak tertutup sepenuhnya.
Pria berumur 34 tahun itu dapat melihat putrinya terisak, wajah cantik Rose ia sembunyikan di antara lututnya yang sengaja ia tekuk.
Meski tidak mendapat sahutan dari putrinya Arjuba tetap masuk dan turut terduduk di sisi putrinya. Arjuna bahkan bersila dan membiarkan Rose untuk meluapkan kekecewaannya terhadap papanya itu.
Setelah cukup lama membiarkan Rose menangis, Arjuna mulai membuka suara.
"Sayang. Kemarin Papa mendengar nenek sedang tak sehat di rumahnya. Papa juga tak akan pergi jika tidak menyangkut sesuatu yang penting. Bukankan seorang ibu selalu kita sayangi, Papa khawatir sama nenek sehingga Papa nemutuskan untuk menjenguknya." Arjuna mengerjapkan matanya, ia mengingat kembali beberapa kalimat yang Mamanya katakan. Dan hal itu sangat melukai Arjuna.
"Papa yakin Rose pun sangat menyayangi Mama kan?" Rose mengangguk membenarkan.
"Papa juga menghubungi Mama sayang. Juga mengirimkannya beberapa pesan. Papa juga minta maaf karna sudah membuat kalian menunggu. Papa akan mengganti hari kemarin, hari ini kita akan liburan ke kebun binatang juga ke pusat perbenjaan. Kita akan membeli banyak makanan juga pakaian untuk kak Rose, Mine dan Vale. Kalian boleh meminta apapun. Tenang saja Mama akan Papa amankan agar tidak melarang kalian." ujar Arjuna dengan penuh kesungguhan. Membuat isakan yang terdengar di antara tangisan Rose sedikit demi sedikit mulai menghilang.
Rose mulai goyah akan tawaran yang di tawarkan Papanya.
"Rose jangan marah lagi ya. Papa minta maaf." ucapan Arjuna sangat lembut. Secara perlahan Rose melepas pelukan dari kakinya sendiri.
"Papa jangan ulangi lagi ya."
Arjuna mengangguk. "Papa janji. Papa tidak akan mengulanginya lagi, bahkan papa akan membelikan Mama ponsel baru agar bisa menghubungi kalian dengan baik jika ada sesuatu. Bahkan jika Papa tidak bisa ijin melalu ponsel Papa akan pulang dulu dan meminta ijin langsung pada kalian jika ada hal penting yang harus Papa selesaikan."
"Baiklah kali ini Rose memaafkan Papa. Ayo kita makan. Mama sudah masak banyak." Rose beranjak.
"Peluk dulu donk." Arjuna membuka kedua tangannya dan menyambut pelukan putri sulungnya. "Terimakasih sudah memaafkan Papa." Arjuna merasa salut kepada hati para anak anaknya. Seberapa besar ia bersalah kepada mereka, anak anaknya selalu memaafkannya tanpa syarat. Seluas itu hati para malaikat kecilnya.
Arjuna menggenggam kelima jemari tangan mungil putrinya, dan berjalan bersisian menuju ke dapur.
Elis sudah menduga, jika Arjuna akan bisa membujuk putrinya dengan mudah.
"Apa yang kau tawarkan kepada Rose hingga dia memaafkanmu." Elis tengan menempati tumis sayur kangkung di atas piring beling hadiiah deterjen yang sengaja ia koleksi.
"Tidak ada. Membujuk Rose seribu kali lebih mudah dari pada membujuk Mamanya." Arjuna turut duduk di antara ketiga putri serta istrinya.
Elis hanya melotot mendengar celotehan suaminya itu.
"Wah makan enak kita." Arjuna menyodorkan piring kosong minta di isi oleh Elis.
Elis mau tak mau menyedokan nasi untuk Arjuna, karna tak ingin anak anaknya curiga tentang keadaan rumah tangganya dengan ayah mereka.
Arjuna makan dengan lahap, ia bahkan nambah sampai dua kali. Ini sangat enak.
Baru saja mereka selesai makan, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Rupanya beberapa barang yang di beli Arjuna sudah sampai. Arjuna memang sengaja tidak menngatakan lebih dulu tentang beberapa barang yang hendak ia beli. Arjuna menebak jika Elis akan menolak pemberiannya.
Rupanya yang mengantar langsung barang-barang kerumah Elis itu juga di antar langsung oleh pemilik toko, yang mana pemilik toko elektronik itu merupakan guru Rose di sekolah dasarnya.
"Mamanya Rose." sapa pria muda berumur 27 tahun itu.
"Pak Hakim." dengan sopan pula Elis menyapa pria bernama Hakim itu.
Karna mobil tidak bisa masuk ke gang, para pekerja mengangkut, lemari pendingi, pendingin ruangan serta televisi kerumah Elis. Tidak hanya itu Arjuna juga menbeli 3 kasur busa. Tadinya Arjuna ingin membeli spring bad, tapi mengingat tempat mereka cukup kecil akhirnya Arjuna hanya membeli kasur busa saja untuk menghemat tempat supaya tidak sempit.
Setelah ini Arjuna akan membuang kipas butut yang kerap kali berpindah pindah tempat.
"Wah saya tidak mengira jika yang ngeborong Mamanya Ross." ujar pak Hakim.
Elis hanya meringis tersenyum. Ia juga tidak tau jika Arjuna membeli banyak barang hari ini.
"Oh iya Mamanya Rose, siapa pria tinggi itu? Kakak, atau mantan suami?" tanya Hakim. Yang ia ketahui Elis adalah seorang janda cantik beranak tiga.
"Apa maksudmu dengan mantan suami?" Arjuna berujar datar. Tapi tatapannya menunjukan ketidak sukaannya.