NovelToon NovelToon
Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Ida Nuraeni

Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.

Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.

Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 Kekhawatiran Hanum

Kesunyian di penghujung malam kali ini terasa berbeda bagi Hanum. Jika biasanya dia hanya merasa keheningan yang syahdu, kali ini keheningan itu membawa kegelisahan. Apa yang membuatnya gelisah, dia sendiri tidak tahu. Dan kegelisahan itu dia bawa dalan sujud yang lebih lama, memohon pertolongan Allah untuk takdir terbaik yang dijalaninya.

"Ya Allah, hamba tahu sebaik-baik penenang jiwa ini adalah Engkau. Hamba bersujud di hadapan-Mu untuk memohon pertolongan-Mu agar kegelisahan ini dihilangkan. Hamba tidak ingin keikhlasan dalam menjalani takdir-Mu pupus karena hati yang goyah. Jika ini hanya godaan setan, hamba mohon perlindungan-Mu ya Allah, tapi jika ini firasat yang menjurus pada hal hal yang kurang baik, hamba mohon jauhkanlah dan ganti dengan hal-hal yang baik. Hanya Engkau yang Maha Tahu atas segala hal gaib, dan hamba mohon petunjuk atas hal tersebut. Ya Allah, hamba mohon jagalah ibu hamba sebagaimana dia menyayangi hamba dahulu, bahagiakan dia sebagaimana dia membahagiakan hamba dan sayangilah dia sebagaimana dia menyayangi hamba. Ya Allah Engkaulah sebaik-baik pelindung, hamba mohon lindungilah keluarga hamba dari hal-hal yang tidak baik. Hamba menyerahkan seluruh hidup hamba kepadamu, karena hanya Engkaulah pemilik jiwa raga ini. Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah waqina adzabannar. “Ya Tuhan kami, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa neraka. Aamiin"

Setelah menyelesaikan doanya, perasaan Hanum lebih tenang, rasa gelisah juga berkurang. Tiba-tiba dia teringat dengan Ibunya yang belum dihubungi kembali setelah pertemuan mereka di Bekasi beberapa pekan lalu. Dilihatnya jam dinding yang detaknya terasa berirama, masih terlalu pagi untuk menelpon. Dia harus menunggu agak siang, biar bisa bicara dengan leluasa. Sambil menunggu waktu subuh tiba, lafaz dzikir tak henti dilantunkan. Biji tasbih dari kayu Cendana bergerak satu persatu mengiringi akhir lafaz dzikir, mencoba ikut pemiliknya untuk merayu Tuhan.

Terdengar langkah kaki mendekat, Hanum mengangkat pandangannya dan melihat Faisal menuju ke kamar mandi. Langkahnya terlihat pelan dan agak goyang seperti tidak kuat menopang badan. Hanum berdiri untuk membantunya, namun Faisal sudah jatuh tergeletak lebih dahulu. Hanum segera melepas mukenanya, dan berusaha membangunkan Faisal.

"Yah sadar... Sadar Ayah...! Bisa bangun nggak?" tanya Hanum sambil mencoba mendudukkan badan Faisal.

"Badan Ayah lemes banget dan kepalanya pusing, rasanya melayang."

"Terus ini masih kuat bangun nggak? Paling nggak duduk di kursi dulu biar nggak kedinginan." tanya Hanum lagi.

"Panggil Faras saja Bu, buat bantu Ayah ke kamar mandi ingin buang air kecil." pinta Faisal sambil duduk menyender dinding.

"Faras, Nak tolongin Ayah dulu..!" panggil Faras sambil membuka pintu kamarnya.

Rupanya Faras juga sudah terbangun, karena dilihatnya duduk di tepi ranjang. Lalu menghampiri Ibunya yang masih di pintu.

"Ayah kenapa Bu?"

"Ayah barusan terjatuh, tolong bantu papah ke kamar mandi" beritahu Hanum dengan suara gemetar.

Faras langsung menghampiri ayahnya yang masih duduk di lantai, dibangunkannya tubuh sang ayah dengan bertumpu pada badannya. Setelah berdiri dengan benar, Faras pun memapahnya pelan-pelan.

"Yakin Ayah bisa berdiri di kamar mandi? Atau sambil duduk saja di kursi plastik ya?" usul Faras karena melihat kondisi Ayahnya yang susah melangkah.

Dengan cepat Hanum mengambil kursi plastik di teras dan meletakkannya di kamar mandi. Setelah duduk dengan benar, dilepasnya celana yang dipakai Faisal, biar bisa buang air dengan mudah.

"Kalau sudah selesai buang airnya, panggil Ibu! Nanti Ibu bantu bersihin badannya" ujar Hanum meninggalkan Faisal di kamar mandi.

"Kamu ambil wudhu di kran luar saja ya Nak, dan sholat duluan. Biar Ibu yang bantuin Ayah dulu." titah Hanum pada anaknya yang masih duduk di ruang tamu.

"Ya sudah. Tapi nanti tungguin Faras untuk memapah Ayah ke kamarnya, jangan Ibu takut nggak kuat." pesan Faras sambil berjalan ke teras.

Begitu terdengar panggilan dari Faisal, Hanum lekas membersihkan Faisal dan membantunya berwudhu, memakaikan kain sarung dan menunggu Faras membawanya ke kamar. Setelah beres semua, baru dia menunaikan kewajibannya.

...🎀🎀🎀🎀🎀🎀...

Sebelum mulai menggoreng kue dagangannya, Hanum menyiapkan sarapan terlebih dahulu. Segelas teh manis panas disuguhkannya pada suami, dengan harapan bisa mengurangi rasa lemasnya.

"Ayah mau makan nasi juga sekarang atau cukup teh manis? Kita nggak punya makanan lain untuk ganjal perut. Atau mau roti goreng?"

"Cukup teh manis saja dulu. Nanti makan roti goreng saja kalau sudah ingin."

"Ya sudah, ibu tinggal ke dapur dulu, biar nggak kesiangan ngirim kuenya. Nanti pulangnya biar Faras beli roti atau biskuit" beritahu Hanum, lalu keluar dari kamar.

Di tengah kesibukannya menggoreng, tak hentinya Hanum berdoa, memohon dijauhkan dari hal-hal yang kurang baik, memohon kesehatan untuk suaminya.

Faras menghampiri ibunya di dapur dan membantu untuk menyusun kue yang sudah digorengnya ke dalam box kue.

"Ayah mau dibawa ke Puskesmas Bu?" tanya Faras menatap sang Ibu.

"Sepertinya harus Nak, karena kan Ayah punya riwayat tensi tinggi. Daripada kita telat mengetahuinya, lebih baik diperiksa saja. Nanti tolong temani Ayah ya, atau biar tidak kelamaan mengantri ke klinik yang dekat saja, biar Ayah juga lebih nyaman!" saran Hanum karena dia tahu di Puskesmas bisa menunggu lama.

Sepulang mengantar kue dari kampus, Faras mengajak Ayahnya untuk periksa di klinik 24 jam yang tidak terlalu jauh dari rumah. Beruntungnya setelah minum teh manis dan roti, badan Faisal sudah bisa dibawa berjalan meskipun masih harus dipegangi.

Dua jam berlalu saat Faisal dan Faras kembali ke rumah. Hanum segera membantu Faisal turun dari motor dan menggandengnya menuju kursi tamu. Didudukkannya dulu Faisal sambil diberikan segelas air putih yang sudah disiapkan sebelumnya. Faras pun duduk di sebelah ayahnya dan melihat obat yang harus dikonsumsi Faisal.

"Jadi apa sakitnya Ayah ini Nak?" tanya Hanum dengan nada lembut menjaga emosi yang tidak pasti dalam hatinya.

"Ayah ini memang tensinya drop, tapi masih dalam tahap normal. Disuruh lebih banyak aktivitas di luar rumah untuk mengembalikan metabolisme tubuh. Dengan kata lain disuruh banyak olah raga, badannya bisa terpapar matahari pagi dan bisa merasakan sirkulasi udara yang lebih segar" jawab Faras sambil melirik ayahnya yang tidak membantah sama sekali dengan ucapan Faras.

"Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah ternyata Ayah masih diberi nikmat sehat walafiat." rasa lega terpancar dari ucapan Hanum. Dia tidak peduli dengan penjelasan Faras yang lainnya, hanya rasa syukur karena apa yang dikhawatirkannya sejak tadi tidak ada.

"Sekarang sih terserah Ayah mau bagaimana, Ibu sih rasanya sudah bawel ngasih tahu Ayah untuk keluar rumah. Terlepas Ayah tuh keluar untuk sekedar jalan-jalan atau memang mau berusaha nyari kerja. intinya kan harus banyak bergerak dan tubuhnya terpapar sinar matahari" ucapan Hanum ternyata cukup memancing keinginan Faisal mendebatnya, tapi keburu ditambahi dengan Faras.

"Ya kan bisa keluar jalan bolak balik di depan rumah juga sudah bergerak. Mulai dari 6 sampai jam 8 juga lumayan tuh bikin badan mengeluarkan banyak keringat dan mengganti cairan yang ada dalam tubuh" lanjut Faras sok berfikir klinis. Padahal maksudnya menyindir secara halus. Hahaha... Bisa saja tuh anak.

Hanum menahan senyum mendengar perkataan Faras yang cukup logis. Berbeda dengan Faisal yang sudah menampilkan wajah cemberut dengan mulut menggerutu.

Akhirnya pembicaraan itu mereka akhiri dengan sarapan yang sudah terlambat bahkan mendekati waktu makan siang. Mungkin karena tadi pagi sudah penuh dengan khawatir akan kesehatan Faisal, sehingga tidak ada yang bernafsu makan. Dan kini rasa khawatir itu seakan hilang begitu saja, dan berbalik dengan rasa lapar yang menyerang. mereka makan dengan lahap, dan Faisal pun meminum obat serta vitamin yang diberikan dokter.

'Ya Allah terima kasih untuk nikmat-Mu yang tiada tara ini. Dibalik semua kesulitan yang Engkau ujikan, namun masih ada nikmat sehat yang membuat kami kuat menghadapi ujian-Mu' monolog Hanum dalam batinnya.

1
Nancy Nurwezia
ceritanya menarik..
Amelia Quil
Penulis hebat! Ceritanya bikin ketagihan! ❤️
Ida Nuraeni: Terimakasih kakak untuk apresiasinya🙏
total 1 replies
Ida Nuraeni
terima kasih kakak sudah mampir di karya saya
Dr DarkShimo
Gemes banget 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!