Sequel Gairah Cinta Sang Presdir.
-Harap bijak memilih bacaan-
Menjadi penyebab utama kecelakaan maut hingga menewaskan seorang wanita, Mikhayla Qianzy terpaksa menelan pil pahit di usia muda. Tidak pernah dia duga pesta ulang tahun malam itu adalah akhir dari hidup manja seorang putri Mikhail Abercio.
Keyvan Wilantara, seorang pria dewasa yang baru merasakan manisnya pernikahan tidak terima kala takdir merenggut istrinya secara paksa. Mengetahui jika pelaku yang menyebabkan istrinya tewas adalah seorang wanita, Keyvan menuntut pertanggungjawaban dengan cara yang berbeda.
"Bawa wanita itu padaku, dia telah menghilangkan nyawa istriku ... akan kubuat dia kehilangan masa depannya." - Keyvan Wilantara
------
Ig : desh_puspita
....
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 - Pakai Bajumu.
Dia keterlaluan, pria itu membersihkan dirinya segera. Keyvan memejamkan mata bersamaan dengan air yang mengguyur tubuhnya perlahan, entah kenapa hatinya tiba-tiba tidak tega. Ini aneh sekali, selama ini dia bertindak semaunya tanpa pandang bulu.
Apa mungkin karena gadis itu terlalu kecil di matanya? Atau mungkin karena isak tangis dan Mikhayla yang terus menerus memanggil papa membuat hatinya mendadak lemah.
"Harga diri seorang laki-laki akan jatuh ketika dia menyakiti seorang wanita ... siapapun itu."
Kalimat favorit yang kerap disampaikan mendiang papanya kembali terbayang malam ini. Amarah dan emosi yang membalut Keyvan pasca kepergian istri membuatnya benar-benar kehilangan akal. Pria itu menatap bayangannya di cermin, wajah tegas dengan ketampanan maksimal yang dahulu kerap digadang-gadangkan sebagai idola kampus dengan masa depan paling tertata beberapa tahun lalu nyatanya menelan pahit ketika dewasa.
Malam ini dia terpaksa tidur di kamar yang lain, rencananya beberapa jam lalu tidak begini. Sengaja dia meminta Wibowo menidurkan tawanannya di kamar utama dengan tujuan memang akan merusak masa depan wanita itu. Ya, beberapa lama dia menunggu pikiran Keyvan memang terfokus dengan satu hal itu.
Brugh
Pria itu menghempaskan tubuhnya di tempat tidur, lengannya menutupi mata lantaran silau akibat cahaya lampu. Akan tetapi, baru beberapa menit saja dia bertahan dengan posisi itu, tiba-tiba Keyvan teringat akan satu hal. Ya, ketika ditinggalkan, Mikhayla dalam keadaan tanpa busana.
Pria itu segera berlalu ke kamar utama dengan langkah panjangnya. Dia bisa saja meminta pelayan untuk melayani Mikhayla, akan tetapi pria itu tidak ingin terlihat begitu buruk di mata orang lain tentu saja.
Kunci pintu ada padanya, siapapun tidak bisa masuk tanpa izin Keyvan. Pria itu masuk dengan langkah pelan, lampu kamar masih tampak terang benderang.
Baru saja beberapa langkah dia masuk, Mikhayla yang meringkuk seraya memeluk lututnya itu terlihat bergetar. Dia ketakutan, dengan selimut yang ditarik hingga lehernya terllihat jelas wanita itu tidak nyaman dengan kehadiran Keyvan.
Terserah, dia tidak datang untuk membujuk Mikhayla. Pria itu melewati Mikhayla begitu saja kemudian mencari pakaian di lemari istrinya. Sesaat, Keyvan terdiam. Dia sakit melihat pakaian-pakaian di lemarinya, beberapa hari lalu masih begitu cantik membalut tubuh istrinya kini hanya rajutan benang tak bertuan.
"Maaf, Sayang ... bajunya aku pinjam sebentar ya."
Dia tersenyum menatap piyama yang sebenarnya hampir tidak pernah istrinya gunakan. Akan tetapi, tetap saja dia merasa perlu izin dari mendiang Liora.
Keyvan menghampiri Mikhayla yang kini membelakanginya. Hendak dia berikan baik-baik namun kemungkinan wanita itu kembali berteriak histeris nantinya, hingga pria itu melemparkan pakaian untuk Mikhayla hingga mengenai kepalanya.
"Pakai baju, aku tidak yakin bisa tidur di kamar lain nanti malam."
Seperti tidak terjadi apa-apa, Keyvan bicara santai usai membuat anak gadis orang hampir kehilangan mahkotanya. Dia bahkan sempat memunguti pakaian Mikhayla yang kini berceceran di lantai dan sama sekali tidak bisa digunakan.
Beberapa saat berlalu, pintu kamar kembali tertutup dan kini Mikhayla berani untuk melihat sekelilingnya. Sejak tadi dia memang merasa risih lantaran tidur dalam keadaan polos begitu, setebal apapun selimutnya tetap saja tidak nyaman.
Perlahan dia bangkit, tidak peduli pemilik pakaian itu akan marah atau tidak di atas sana. Mikhayla mengenakan baju tidur yang terlihat sedikit menggelamkan tubuhnya. Tubuh yang kecil merupakan gen turun temurun dari sang mama, sekalipun memiliki papa yang gagah sayangnya untuk bagian itu tidak menurun pada Mikhayla.
.
.
.
Sementara di tempat lain, seorang pria yang kini luar biasa marahnya tengah memaki suster dan juga penjaga putrinya. Kacau sekali, ini adalah salah satu alasan Mikhail tidak bisa marah sesukanya pada sang putri. Akan tetapi, untuk yang kali ini dia tidak akan menduga putrinya pergi setelah meminta waktu sendiri.
"Mikhail tenang ... marah tidak akan menyelesaikan emosi, Nak."
Kanaya, meski tubuhnya sudah tidak sebugar dahulu tetap dia menyempatkan diri untuk segera ke rumah sakit kala mengetahui cucunya hilang bak ditelan bumi. Sempat dikira bunuh diri dan loncat rumah sakit, akan tetapi buktinya di lantai dasar tidak ada kehebohan apapun.
"Ya Tuhan, Mikhayla!!! Kamu benar-benar menyiksa Papa," lirih Mikhail selelah itu, baru saja dia mengeluarkan amarah lantaran kesalahan putri sulungnya, kini anak itu membalasnya dengan cara ini.
"Mikhayla tidak terluka, aku yakin sekalipun lari dia masih bisa ... apa kamu tidak keterlaluan marah padanya, Mas?" tanya Zia mulai berpikir macam-macam, mungkin saja putrinya memilih pergi setelah mendapat peringatan dari sang papa sebegitu kerasnya.
"Maaf, Mas hanya ingin dia mengerti, Zia. Tapi Mas benar-benar lupa kebiasaan putri kita," ungkap Mikhail kini sedikit menyesal, dia lupa siapa Mikhayla.
Kabur-kaburan dan pergi tanpa pamit adalah jurus andalan Mikhayla jika orang tuanya khilaf dan tidak bisa menahan amarah. Meski kaburnya hanya ke rumah omanya, tetap saja hal itu memungkinkan Mikhayla akan nekat pergi ke tempat yang lebih jauh malam ini.
"Sudah ... jangan saling menyalahkan. Papa sudah perintahkan Babas dan Rohman untuk menyusuri jalanan kota malam ini, Mikhayla tidak memegang uang seperpun, doakan saja putrimu belum jauh, Khail."
"Iya, Pa."
Tak pernah terbayang oleh Ibra, di usia senja dia harus menyaksikan cucunya mengalami hal seperti ini. Dia paham menjadi Mikhail memang berat, tapi lebih berat lagi menjadi seorang Mikhayla.
Malam itu, keluarga besar Megantara dibuat panik dengan hilangnya Mikhayla. Syakil serta anak istrinya yang baru tiba dibuat sama khawatirnya. Semua bergerak cepat, termasuk pihak keluarga dari Kanaya juga.
"Kalau sampai terjadi apa-apa, Mas tidak akan pernah memaafkan diri sendiri sampai mati," lirih Mikhail dengan napas yang kini melemah, tatapan matanya kosong serta bayangan tawa dan tangis Mikhayla yang kerap merengek setiap dia pulang kerja kini memenuhi otaknya.
Tuhan, jauhkan putriku dari pria sepertiku.
Di antara banyak doa, hanya itu yang Mikhail minta. Dia khawatir hal semacam itu akan terjadi, mengingat putrinya sudah beranjak dewasa dengan kecantikan yang selalu dipuja-puja. Jelas dia khawatir, bahkan kini rasanya seperti akan gila.
- To Be Continue -
Semoga suka, maaf kalau masih ada typo atau ketukar pemeran. Maklumin masa transisi jadi masih kebawa-bawa ❣️
terima kasih banyak karyanya ya kak Desh... 😘😘😘😘😘