Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Konstantinopel, dengan seluruh cerita bersejarahnya akan kejayaan Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman). Hampir selama abad pertengahan, ibukota kekaisaran Romawi Timur ini menjadi kota termakmur dan terbesar di Eropa.
Sekurang-kurangnya pada abad ke-10, kota ini telah berganti nama menjadi Istanbul. Dalam bahasa yunani kuno adalah Istimbolin, yang artinya 'dalam kota' atau 'ke kota'.
Dalam sejarah tercatat, ketika Republik Turki berdiri, mereka keberatan dan dengan nama Konstantinopel. Hingga pada akhirnya, nama itu di ganti.
Selain menjadi ibu kota terpadat dengan jumlah penduduk lebih dari 14 juta. Istanbul juga dikenal dengan situs-situs bersejarah mereka. Seperti yang paling dikenal adalah Hagia Sophia.
Awal musim panas di Istanbul, menjadi bulan meledaknya turis. Hotel-hotel membludak, beberapa ruas jalan menuju tempat wisata mendadak menjadi padat.
Hal itu juga yang terjadi pada saat ini. Ketika mobil yang dinaiki Diego dan Aishe, terjebak macet usai keluar dari bandara.
"Putar balik, kita ke Villa Luxury!"
Satu perintah Diego, membuat supir menurut dengan mudahnya tanpa bertanya apa pun.
Mobil sedan terbaru keluaran Cadillac CT6, berputar arah dan perlahan meninggalkan tujuan pertama mereka. Mencari celah jalan lengang, hingga sampai ke daerah Zeytinburnu.
Rumah dengan halaman yang luas, sempat membuat Aishe menganga takjub. Membayangkan betapa senangnya jika dia bisa bermain di halaman yang luas seperti itu.
Supir menghentikan mobil di halaman, kemudian turun untuk mengambil kursi roda.
Rumah sebesar ini, tapi terlihat sepi.
Aishe masih memperhatikan sekitar dari balik kaca, sampai pada akhirnya, ia dikejutkan oleh deheman dari Diego. Melihat lelaki itu sudah duduk di kursi roda, membuat Aishe menyadari posisinya.
"Ma-maf, aku terlalu takjub." Aishe buru-buru keluar untuk mendorong kursi roda.
Rumah tiga lantai terlihat begitu besar dan luas. Dari luar saja, terlihat lebih dari 5 jendela kamar, dan belum terhitung jendela ruangan yang lain.
Aishe mendorong Diego dengan sabar, hingga mereka memasuki ruang keluarga. Dari seluruh penjuru, mulai dari pintu utama hingga ke dapur, Aishe sama sekali tidak menemukan anak tangga. Semua lantainya rata, yang memang didesain agar kursi roda mudah untuk berkeliling. Untuk menuju lantai ke dua dan ketiga, Diego lebih sering menggunakan Lift. Sedangkan para pembantu disediakan tangga di dekat meja makan.
"Sebagai asisten, pekerjaanmu hanya menyiapkan makan, mendorongku keluar masuk rumah, dan ke kamar tidur," ucap Diego.
"Kau bisa tinggal di kamar ke dua di lantai kedua." Diego menunjuk sebuah kamar yang terlihat dari lantai pertama.
Dihadapkan situasi yang rumit, serta dendam yang memuncak. Selain menerima segala syarat dari Diego, Aishe ada pilihan apa lagi?
"Baik, Tuan."
"Di kamar ada beberapa baju, komputer, juga perlengkapanmu. Kau boleh turun dan memanggil Ashen jika tidak puas."
Aishe tidak mau membuang waktu lagi, sejak dirinya dibawa dari neraka oleh Diego. Dalam pikirannya hanya ada dendam, yang kini berselimut rapat, dan memberinya sebuah dorong untuk segera menyusun rencana.
Tanpa menunggu diego beralih posisi. Aishe langsung bergegas menuju kamar yang disediakan Diego. Menyalakan komputer yang berada di sudut ruangan dan segera beraksi.
Hal yang pertama ingin dia telusuri adalah sisa uang yang ada di rekening, juga uang asuransinya.
Betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah artikel yang menulis tentang dana asuransinya. Bahwasanya uang sebanyak itu telah diserahkan kepada Farhan, tepat satu bulan setelah dia dinyatakan tewas.
Sedih, kecewa, marah. Perasaan apa lagi yang bisa diekspresikan olehnya? Jerih payahnya selama beberapa tahun untuk membeli rumah. Namun pada akhirnya rumah itu dijual begitu saja hanya untuk membeli asuransi.
Aishe mencoba menarik garis besar, tentang segala skema licik pada saat pertemuannya dengan Farhan. Hingga, ia menarik kesimpulan yang menyakitkan.
"Farhan, aku akan membuatmu membayar dan merasakan bagaimana berada di neraka. Rasanya ingin mati tapi tidak bisa. Aku bersumpah, Farhan!"
Hari berlalu begitu cepat, sampai tidak terasa, mentari telah kembali ke peradabannya sejak beberapa jam yang lalu. Aishe yang pada saat itu mengingat tugasnya, langsung pergi ke dapur untuk mempersiapkan makan malam.
Rumah besar, tapi rasanya sepi. Sendirian disini, pasti menyeramkan.
Dapur megah dengan tatakan marmer. Peralatan masak berteknologi cangih, serta lampu-lampu yang terlihat elegan dan juga mahal. Wanita manapun yang melihatnya, sudah pasti akan jatuh cinta. Begitu juga Aishe.
Ini dapur impianku!
Astaga, apa aku mimpi?
Aishe sibuk melihat sekitar. Menyentuh tatakan marmer, membuka lemari es, open, bahkan membuka setiap laci. Hingga pada akhirnya dia menyadari sesuatu yang ganjal.
Rumah besar tanpa orang, tapi lantainya bahkan tidak ada debu. Lemari es pun isinya pun penuh.
Namun, segala perasaan aneh itu segera ditepis oleh rasa tidak sabarnya untuk memasak di dapur mewah impiannya.
...||...
...☆TBC☆...