NovelToon NovelToon
Bukan Sebatas Impian

Bukan Sebatas Impian

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / CEO / Wanita perkasa / Peningkatan diri-Perubahan dan Mengubah Takdir / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:399k
Nilai: 5
Nama Author: Nadziroh

Kehidupan gadis yang bernama Renata Nicholas tak jauh dari penderitaan, wajahnya yang pas-pasan serta penampilannya yang kurang menarik membuat semua orang terus merendahkannya.

Setelah orang tuanya meninggal, Renata tinggal bersama sang bibi dan sepupunya. Namun, mereka selalu tak adil padanya dan mengucilkannya. Tak pernah mendapatkan kebahagiaan membuat Renata jenuh dan memutuskan pergi dari rumah.

Disaat itu ia bertemu dengan laki-laki yang bernama Derya Hanim, seseorang yang pernah ia kagumi, akan tetapi itu bukan akhir dari segalanya, ternyata Derya hanya memanfaatkan keluguannya sebagai pelukis yang hebat.

Setelah tahu tujuan Derya, Renata kembali bangkit dan pergi dari pria itu, dan akhirnya Renata bertemu dengan Bagas Ankara, dia adalah bos Renata, pria yang diyakini bisa membantu mengubah hidupnya, baik dari segi karir maupun wajahnya. Bagas yang ingin membalas mantannya pun mengakui Renata sebagai pacarnya.

Akankah cinta tumbuh diantara mereka?
Ataukah Bagas kembali memanfaatkan Renata seperti yang dilakukan Hanim?

Siapa sosok Bagas dan Derya, pria yang sama-sama hadir dalam hidup Renata?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Derya dan Bagas

Renata mengulas senyum, setelah menempuh kegelapan, kini ia menemukan titik terangnya sang pijar. Olokan demi olokan sudah tak menghiasi telinganya lagi setelah bertemu dengan Derya. Selain itu, Renata merasa ada langkah yang akan membawanya ke ujung sebuah harapan yang positif. Ucapan Derya selalu membuatnya berdebar-debar saat membahas perihal lukisan.

Ini adalah hari pertama ia mengenal dunia luar yang sesungguhnya. Derya mampu membangkitkan dirinya untuk bisa meraih cita-cita yang belum tercapai. Sebuah mimpi yang tenggelam bersama malam akhirnya menemukan pagi yang cerah.

"Ternyata kamu di sini," Suara yang sangat familiar membuyarkan lamunan Renata.

Setelah pulang dari galery, Renata menghabiskan waktunya di samping rumah seraya menunggu senja tiba.

Renata beranjak dan menoleh, ia menundukkan kepalanya saat Sena sudah mematung di ambang pintu dengan mata yang menyala.

"Apa yang kamu lakukan sampai kakakku membawamu ke sini?" tanya Sena ketus.

Renata menggeleng tanpa suara. Ia merasa tidak melakukan apa-apa pada Derya, justru pria itulah yang mengajaknya.

Sena maju satu langkah lalu mencengkeram erat dagu Renata hingga sang empu meringis.

"Jangan bohong!" sergah Sena.

Renata terus menggeleng, kedua tangannya menahan tangan Sena yang semakin mengeratkan cengkramannya, matanya berkaca saat rasa sakit itu menjalar ke area pipinya.

Cih 

Sena berdecak sembari mendorong tubuh Sena hingga terhuyung.

"Aku tidak bohong, kalau kamu tidak percaya tanya pada mas Derya sendiri," ucap Renata dengan bibir gemetar.

"Dasar wanita murahan, aku yakin kamu merayu kak Derya. Kalau tidak, mana mungkin kakak mau memungutmu, melihatmu saja dia jijik."

"Sena…" Suara berat menyahut dari belakang.

Sena mundur dan melipat kedua tangannya.

Renata mengelus rahangnya yang masih terasa  sakit, ia tak mengerti dengan sikap Sena yang menuduhnya dengan apa yang tak pernah ia lakukan.

"Kenapa sih kamu marah-marah?" 

Sena tak menjawab dan memilih pergi.

"Maafkan Sena ya, Re. Dia memang seperti itu, tapi sebenarnya dia baik."

Renata mengangguk tanpa suara.

"Aku mau pergi, kalau Sena marah lagi, cuekin saja."

Renata mengangguk lagi sembari menatap punggung Derya yang mulai menjauh.

Setibanya di mobil, Derya merogoh ponselnya. Setelah menekan lencana panggilan, ia menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Halo," Suara dari seberang sana terdengar sangat angkuh.

"Kita ketemu di Cafe XX, sekarang juga."

Tanpa menunggu jawaban, Derya memutus sambungannya lalu menyalakan mesinnya. 

"Aku tunggu kekalahanmu, Bagas," ujarnya sebelum melajukan mobilnya.

Cafe XX, tempat yang penuh dengan kenangan antara Derya dan Bagas, sepasang sahabat yang sering mencurahkan keluh kesah di sana. Namun saat ini, tempat itu sangat mencengkam jika keduanya bertemu. Mereka bagaikan musuh bebuyutan dan tak mengenal lawan.

Bagas datang dan duduk di kursi dengan nomor 99 sesuai pesan yang ditulis Derya padanya.

"Mau pesan apa, Mas?" tanya waitress yang baru saja datang menghampirinya.

"Kopi hitam saja," jawab Bagas tanpa menatap, karena saat ini ia fokus dengan beberapa lukisan yang satu jam lalu diunggah oleh akun salah satu karyawan Derya.

Bersamaan dengan kopi hitam pesanannya datang, Derya pun datang dan langsung duduk di depannya.

Sorot mata Derya sudah menunjukkan permusuhan. Dalam segi apapun ia selalu memasang bendera perang pada Bagas, meskipun terkadang Bagas tidak melayaninya, pria itu tak gentar dan terus maju untuk membalas sakit hati yang adiknya rasakan karena penolakannya.

"Mbak, pesan kopi hitam satu lagi," ujar Bagas.

Derya mengangkat tangannya, "Tidak usah."

"Kenapa? Bukankah kamu suka ngobrol ditemani kopi?" ucap Bagas yang masih mengingat kebiasaan Derya.

"Itu dulu, sekarang tidak lagi," jawab Derya dingin.

Bagas tahu perubahan Derya, namun bagaimana lagi, hati tak bisa dibohongi dan dipaksakan, Bagas benar-benar tidak bisa menuruti permintaan Derya untuk menjadi pacar adiknya, dan itu yang membuat hubungan keduanya merenggang.

"Ada apa kamu ingin bertemu denganku?" tanya Bagas.

Meskipun Derya sinis padanya, Bagas tidak pernah menanggapi itu dan selalu bersikap ramah seperti dulu.

"Kamu pasti tahu kalau besok ada pameran?" 

"Hmmm… memangnya kenapa? Bukankah aku selalu ikut, dan aku yang selalu menang."

Derya memiringkan bibirnya mendengar ucapan Bagas.

"Kamu boleh bangga dengan apa yang sudah kamu capai, tapi besok aku akan mengalahkanmu." Dengan percaya diri Derya menantang Bagas yang tak pernah kalah.

Bagas tersenyum lalu menyeruput kopinya, meskipun Derya nampak mengancamnya, wajah Bagas masih sangat santai.

"Kita lihat saja nanti, siapapun yang menang, dialah yang terbaik."

Bagas mengulurkan tangannya tepat di depan Derya, namun pria itu tak menerima malah mendorong kursinya mundur dan terhenyak dari duduknya.

"Aku tunggu besok." Derya pergi meninggalkan Bagas.

Bagas menoleh menatap punggung Derya hingga sampai di depan pintu.

Sampai kapan hubungan kita seperti ini, kenapa kamu tidak mau mengerti perasaanku. Selama ini aku sudah mengalah demi persahabatan kita, bahkan dulu aku sudah memutuskan Sofi hanya demi hubungan kita. Cinta itu tidak bisa dipaksakan, dan aku tidak mencintai Sena. Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri seperti kamu.

Bagas menghabiskan kopinya hingga kandas dan menyisakan ampas. Hampir saja ia berdiri, wanita cantik datang menghampirinya.

"Melinda, ngapain kamu di sini?" tanya Bagas antusias, pasalnya mereka tidak janjian, bahkan Bagas tidak memberi tahu Melinda akan kedatangannya ke Cafe itu.

"Aku ikuti mobil kamu, dan aku tahu kalau kamu tadi bertemu dengan Derya."

Mata Melinda menatap ke arah mobil yang baru saja keluar dari gerbang.

"Ini pasti tentang lukisan yang akan kalian pamerkan, kan?"

Bagas mengangguk, "Sepertinya kali ini aku memang kalah dari Derya, dia punya lukisan yang sangat indah dan sudah diunggah di sosmed."

Bagas merendah, ia menunjukkan beberapa koleksi Derya yang patut di banggakan.

''Jangan seperti ini, kamu harus semangat, ada aku yang selalu mendukungmu."

Melinda mengelus punggung tangan Bagas yang nampak suram.

"Temani aku belanja, yuk!" ajak Melinda.

Disaat Bagas memasukkan ponselnya di saku jas, ia teringat dengan gadis yang ditemui malam itu.

Siapa gadis dekil itu, tidak mungkin dia pacar Derya, tapi kenapa Derya mengajaknya, apa dia adalah saudaranya.

Entah kenapa, tiba-tiba saja dada Bagas berdebar-debar kala mengingat senyuman Renata, gadis yang belum diketahui namanya.

Melinda menitipkan mobilnya. Setelah itu ia masuk ke mobil Bagas.

"Mel, apa aku boleh tanya sesuatu?"

Bagas memelankan laju mobilnya saat di depan nampak kemacetan yang memanjang.

"Apa?" jawab Melinda yang sudah sibuk memilih baju dari ponsel.

"Kamu kan kenal sama Sena, apa kamu pernah melihat dia mengajak saudaranya jalan?"

Melinda mengerutkan alisnya, ia masih belum mengerti maksud Bagas.

"Maksud kamu apa?" tanya Melinda memastikan.

"Kemarin aku lihat Derya mengajak perempuan yang __"

Bagas tak melanjutkan ucapannya, ia tak bisa menghina seseorang, apalagi itu adalah seorang wanita.

"Nggak jadi deh, mungkin aku salah terka," lanjut Bagas yang mulai fokus membelah jalanan.

1
arniya
bagus
arniya
ternyata Renata cucunya
arniya
Bagas jangan php
arniya
mampir kak
arniya
ternyata ad udang di balik batu....
nia kurniawati
Luar biasa
Bunia raditya
bagus cerita nya
Bunia raditya
hallo
Nay Sha
Luar biasa
Nay Sha
Lumayan
Anonymous
keren
Sativa Kyu
👍
Nana Bati
selamat thor... sukses ceritanya 👍👍👍
Nana Bati
maju terus bagas, abaikan kakek liam dan hina
Nana Bati
semoga bagas dan renata berakhir dengan bahagia... lanjut thor 👍👍👍
fadhila
sabar Bagas... sesuatu yg didapat dg cara merebut itu tidak akan awet ibaratnya tu hasil curian psti g berkah...
fadhila
baru bab 1 tapi dh penuh air mata🥺🥺😭😭
En
mantap
En
seruu sekali
Sumardani Yati Ori
cuih...ra sudi kalo w gantiin biarpun bos....model kayak gitu....model nippon sapu bersih kalo ga dapat hidayah kejedot ketiban duren segerobak ga bakal baik sorry thor ane julid
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!