Pertemuan yang tidak sengaja dengan orang yang sangat menyebalkan menjadi awal sebuah takdir yang baru untuk dr. Fakhira Shakira.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Karena keegoisan seorang Erfan Bumi Wijaya yang menyebalkan, membuat Hira mengalami pelecehan. Sejak kejadian itu ia tak bisa jauh dari sang pria menyebalkan.
Rasa nyaman hadir tanpa diundang. Namun sayang sang pria sudah menjadi calon suami orang. Sampai pada kenyataan ia sudah dibeli seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
"Nasya, sini sama Abi Ken, Sayang." Ken mengulurkan tangan, Adnan memberikan putrinya pada sang adik. Ken membawa gadis kecil itu dalam pangkuan. Elvina menciumi puncak kepala baby Nasya yang sudah berusia satu setengah tahun.
Adnan duduk di sisi ranjang, merebut baby Key dari Erfan. Elvina dan Ken saling pandang saat anaknya di perebutkan. Aksi memperebutkan baby Key ternyata masih berlanjut.
"Taroh baby Key." Pekik Elvina, sudah tidak tahan melihat anaknya jadi bahan rebutan. Adnan meletakkan bayi mungil itu di samping ibunya dan ikut berbaring di samping, mengusap pipi lembut Key pelan.
"Nasya, ikut Papa Erfan Sayang." Erfan merentangkan tangan, Ken pasrah memberikannya. Sekarang putri Adnan yang jadi sasaran Erfan, menciumi gadis itu sampai puas. Mengajaknya bermain di karpet.
Adnan bangun dan bersandar di sisi ranjang, mengamati tingkah sahabatnya yang sekarang rada aneh. "Lo ada masalah Fan, butek amat tuh muka."
"Burnout aja." Sahut Erfan singkat, berguling-guling di karpet bersama Nasya.
"Erfaaan!" Pekik Attisya, istri Adnan. Satu orang lagi yang mengacau kesenangan Erfan. Susah kalau main sama anak orang. Emaknya pade overprotektif. "Jangan ajak Nasya guling-guling di karpet, kotor tau." Adnan, Ken dan Elvina terkikik.
"Biar aja Sayang, selesai main langsung dimandiin." Bujuk Adnan, mengajak Attisya duduk di sisinya.
Erfan terpaksa mengacuhkan dua pasang suami istri itu bermesraan di depannya. Resiko jomblo susah.
"Lo perlu liburan Fan." Ujar Ken, Erfan bangun membawa Nasya duduk di ujung ranjang.
"Gue ke sini mau senang-senang sama anak kalian. Malas ah bahas urusan hidup gue." Empat pasang mata yang sedang mengawasinya hanya terdiam. Sebegitu terlihatkah ke-frustasiannya, Erfan mengacak-acak rambut.
Ken membawa Erfan duduk di sofa memberikan Nasya kepangkuan sahabatnya. Erfan memeluk gadis kecil itu dengan penuh kasih sayang.
Adnan mengusap-usap kepala baby Key, satu tangannya masih memeluk sang istri. Ia mencium kening Attisya lalu beranjak ke sofa, duduk di samping kiri Erfan. Sedang Elvina berbaring di samping anaknya.
Dua pasang suami istri itu emang sesuka hati bermesraan di depan jomblo. Tuhkan Erfan jadi tambah depresi melihat kemesraan mereka.
"Berapa lama lo gak pulang ke rumah Fan?" Adnan tau kalau Erfan masih menghindari keluarganya. Sedikit banyak ia juga kasihan melihat kondisi sahabatnya yang tertekan.
"Entahlah, gak ngitungin. Tapi Fany sering datang ke kantor." Erfan mendesah berat, kebenciannya dengan Fany tidak bisa dihilangkan begitu saja.
"Lo gak kangen sama Mami dan Papi?" Tanya Adnan lagi, Ken hanya ikut menyimak.
"Kangen, tapi gue gak bisa pulang Nan. Lo pasti ngerti dong apa alasannya."
Adnan mendesah berat, menyandarkan kepala pada sofa. "Kami sekeluarga bisa memaafkan Fany dan Azmi, kenapa lo belum bisa Fan. Kebencian yang disimpan terlalu lama akan menyiksa diri sendiri. Seperti sekarang, maafkan, semua sudah berlalu."
"Andai memaafkan bisa semudah itu Nan, setiap melihat mukanya kemarahan itu menguak."
"Cari orang yang bisa membantu melepaskan semua emosi itu."
"Maksud lo?" Erfan menatap Adnan dengan raut serius.
"Menikah!"
"Huuhh...!" Erfan menghela napas kasar menatap Elvina yang tertidur. Ken mengikuti bola mata Erfan yang menatap istrinya.
"Sayang, kenapa tidur sudah hampir maghrib." Ken mendekati ranjang ingin membangunkan istrinya tapi di tahan Attisya.
"Biar dulu Ken, dia lelah. Jangan diganggu." Ken mengangguk kembali ke sofa.
"Ummiiii...!" Nasya turun dari pangkuan Erfan mendekati ibunya. Attisya membawa putrinya duduk di ranjang.
"Sampai kapan lo bertahan mencintainya Fan." Ken melirik Erfan yang masih menatap dalam istrinya. Erfan menggeleng lemah, Ken menepuk pundak sahabatnya. "Bahagiakan diri lo Fan, jangan menyiksa diri seperti ini."
"Melihat kalian bahagia, gue sudah bahagia."
"Alasan klise." Adnan mencebikkan bibirnya, kesal dengan Erfan yang selalu menahan diri untuk dekat dengan perempuan lain.
"Dahlah, daripada kalian ribut ngurusin hidup gue. Mending gue pulang." Erfan merasa tersiksa karena terus diteror untuk move on, ia beranjak dari duduk tapi tangannya ditahan Adnan.
"Nanggung bentar lagi maghrib, sekalian makan malam di sini. Ummi sudah masak." Dengan sangat terpaksa Erfan duduk kembali.
"Coba buka sedikit hati lo Fan, jangan ditutup rapat seperti ini. Sedikit banyak El juga pasti kepikiran kalau lo bersikap seperti ini." Ken mencoba menasehati Erfan dengan jalur dalam, apalagi kalau tidak menggunakan nama istrinya. "Sudah saatnya lo bahagiain diri sendiri dan keluarga Fan, masa putra sulung keluarga Wijaya belum punya pendamping."
"Gue capek bahas ini melulu Ken, lelah." Erfan menutup kedua mata sambil bersandar di sofa.
"Lelah lo akan hilang saat melihat senyuman istri dan anak-anak ketika pulang kerja Fan." Erfan tambah gusar dengan kalimat yang Adnan ucapkan.
"Yaah, cuma diri lo sendiri yang bisa menolong, kami bisa apa selain memberi masukan." Baru sebentar buka suara Ken sudah lelah menasehati Erfan.
"Model kayak lo gini banyak digilai perempuan Fan, jangan nyiksa diri dengan bersembunyi dibalik topeng cinta. Emang lo benar-benar bahagia liat Ken dan Nana, yakin gak pernah cemburu." Adnan kalau ngomong ya nyelekit, bikin dada sesak. Mana mungkin Erfan gak cemburu. Iri banget malahan pengen punya keluarga bahagia juga.
"Kalian ngerti gak sih posisi gue sekarang?" Haruskah ia mencari istri sekarang juga, biar semua orang puas.
"Kami gak akan bisa ngerti Fan, karena bukan kami yang menjalani." Jawab Adnan, sia-sia bicara panjang lebar, gak akan masuk di otak Erfan.
"Jadi sudah jelaskan? Biar gue yang nentuin hidup gue sendiri, mau move on atau tetap seperti ini."
"Allah, susah ngomong sama lo ya Fan." Adnan yang sangat sabar aja sampai menggeram dengan tingkah depresi Erfan.
"Kayaknya lo harus ke psikiater deh Fan, gue khawatir lo sakit jiwa." Ken tertawa mengejek, hari ini sahabatnya itu terlihat sangat frustasi.
"Sekalian aja antar gue ke rumah sakit jiwa, biar kalian puas." Sarkas Erfan, ia datang ke sini mau senang-senang dengan baby Key. Malah dibikin badmood seperti ini, menyebalkan.
"Dahlah kita siap-siap sholat maghrib dulu, entar Abi kelamaan nunggu." Putus Adnan akhirnya, capek sendiri ngomong sama tembok yang gak bakalan bisa mendengarkan dengan baik.
Erfan mengangguk kesempatan bagus, telinganya sudah jengah mendapatkan ceramah. Gak Ilmi, Adnan, Ken, bahasannya sama. Mungkin Erfan harus mencari teman baru sekarang. Sebelum meninggalkan kamar Ken disempatkannya mencium pipi Key kemudian beralih pada Nasya.
Setelah yang lain keluar dari kamarnya Ken membangunkan Elvina, azan maghrib sebentar lagi berkumandang. "Sayang, bangun dulu." Tidak perlu lama, Elvina sudah terbangun. Tangan Elvina mengucek-kucek mata, kamarnya sudah sepi. Ia bahkan tidak tau apa yang tiga lelaki itu bicarakan.
"Abang ke mesjid dulu ya Sayang." Elvina mengangguk, Ken mengecup kening istrinya. Lalu beranjak meninggalkan kamar.
udah untung suami mendukung pekerjaan nya,malah mau di bikinin tempat praktek sendiri, kurang apa coba si erfan