Sebelum lanjut membaca, boleh mampir di season 1 nya "Membawa Lari Benih Sang Mafia"
***
Malika, gadis polos berusia 19 tahun, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya dalam satu malam. Dijual oleh pamannya demi sejumlah uang, ia terpaksa memasuki kamar hotel milik mafia paling menakutkan di kota itu.
“Temukan gadis gila yang sudah berani menendang asetku!” perintah Alexander pada tangan kanannya.
Sejak malam itu, Alexander yang sudah memiliki tunangan justru terobsesi. Ia bersumpah akan mendapatkan Malika, meski harus menentang keluarganya dan bahkan seluruh dunia.
Akankah Alexander berhasil menemukan gadis itu ataukah justru gadis itu adalah kelemahan yang akan menghancurkan dirinya sendiri?
Dan sanggupkah Malika bertahan ketika ia menjadi incaran pria paling berbahaya di Milan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Mobil butut Jhon berhenti di depan sebuah rumah petak tua di pinggiran kota Milan. Rumah itu kecil, dengan cat dinding yang sudah mengelupas.
Begitu mobil berhenti, Malika langsung membuka pintu tanpa menunggu Jhon. Ia berlari secepat mungkin, melewati pintu utama, dan langsung menuju kamar kecilnya.
Jhon hanya menggelengkan kepala. Ia tidak peduli. Perasaan lega dan gembira karena dompetnya tebal sudah mengalahkan rasa ingin tahu tentang tingkah laku Malika.
“Dasar gadis aneh. Cepat sekali masuk kamar,” gumam Jhon. Yang penting baginya adalah uang. Ia akan mabuk-mabukan malam ini dan melupakan semua utangnya.
Sementara Jhon sibuk menghitung lembaran euro di saku celananya, di dalam kamar, Malika terduduk di lantai, memeluk lututnya.
“Dia pasti akan mencari Lika…” bisik Malika, suaranya tercekat. Ia teringat tatapan mata Alex yang dingin dan ancaman kejamnya.
Pria bertato naga itu terlihat seperti seseorang yang tidak pernah gagal mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dengan tangan gemetar, Malika buru-buru menghapus makeup tebalnya. Ia menggosok wajahnya keras-keras dengan handuk basah, seolah ingin menghilangkan setiap jejak Lucy yang dilihat Alexander.
Ia membuang dress mencolok itu ke sudut kamar, menggantinya dengan kaus oblong usang dan celana piyama yang longgar.
Setelah merasa aman dengan penampilannya yang kembali kusam, Malika menarik selimutnya dan bersandar di sandaran tempat tidur yang reyot.
Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa Alexander hanyalah orang kaya mabuk yang akan melupakan kejadian itu di pagi hari.
Namun, bayangan tato naga, mata abu-abu baja, dan kata-kata Alexander yang menghinanya sebagai makhluk jadi-jadian terus menghantuinya.
“Lika hanya ingin hidup tenang. Kenapa Paman selalu menyusahkan Lika?” Malika menangis tanpa suara. Ia merasa kasihan pada dirinya sendiri.
Nasib yang selalu berpihak pada kesengsaraan. Ia berharap, sangat berharap, malam ini adalah akhir dari kengeriannya.
Saat Malika mulai memejamkan mata, Jhon justru sedang berada di tempat yang paling ia sukai, tempat judi ilegal di jantung Milan.
Dengan euro yang baru saja didapatkannya, ia merasa seperti raja. Jhon baru saja duduk di meja taruhan dan memesan bir, ketika tiba-tiba lengannya ditarik dengan kuat dari belakang.
“Hei! Lepaskan!” teriak Jhon, terkejut.
Bugh!
Satu pukulan telak mendarat di wajahnya. Jhon tersungkur dari kursi, birnya tumpah membasahi lantai.
Di hadapannya, berdiri dua pria berbadan besar dengan setelan jas hitam yang sama dengan pengawal Alexander. Wajah mereka dingin dan tanpa emosi.
“Kami mencari seorang gadis,” desis salah satu pria itu, mencengkeram kerah Jhon dan mengangkatnya hingga berdiri.
“G-gadis apa?” Jhon tergagap, darah segar menetes dari sudut bibirnya.
Pria itu mengeluarkan ponsel, menunjukkan sebuah sketsa kasar yang mengejutkan Jhon. Sketsa itu menunjukkan seorang gadis dengan mata besar, bibir tebal, dan rambut panjang, gambaran yang dibuat berdasarkan penglihatan singkat Alexander terhadap Malika yang bermakeup.
“Incaran Tuan Muda Alexander,” lanjut pria itu dengan tajam seperti belati. “Dia diculik dari kamar Tuan Muda kami. Dia terakhir terlihat masuk ke mobil butut yang mirip dengan milikmu.”
Jhon menelan ludah. Rasa sakit akibat pukulan itu tidak sebanding dengan rasa takut yang menjalari tulang punggungnya. Alexander Frederick. Pria yang tak boleh disentuh.
“A-aku tidak tahu. Aku tidak pernah melihat gadis ini,” Jhon berbohong.
Bugh!
Pukulan kedua mendarat, lebih keras dari yang pertama. Jhon jatuh tersungkur.
“Dia memiliki tanda lahir kecil di punggung kirinya, seperti kupu-kupu kecil baru menetas,” tambah pria itu dengan mata menyala mengancam.
Jhon tidak bisa bernapas. Tanda seperti kupu-kupu kecil. Itu adalah ciri khas Malika.
“Aku tidak tahu! Ampun! Aku hanya dibayar Tuan Angelo!” Jhon merengek, putus asa.
Setelah memastikan Jhon babak belur dan tidak bisa memberikan informasi, dua pria itu pergi meninggalkannya.
Jhon terbaring di lantai, napasnya tersengal.
Wajahnya babak belur, uang yang ia bawa berserakan. Ia tidak jadi bersenang-senang. Rasa takut pada Alexander Frederick jauh melampaui segala gairah duniawi.
“Alexander… kenapa harus dia…” Jhon merangkak, mengumpulkan uangnya. Ia tahu, jika Alexander mencari gadis itu, nasib Malika dan nasibnya sudah berada di ujung tanduk.
Jhon segera kembali ke mobil, mengemudi pulang dalam kecepatan tinggi. Bukan karena mengkhawatirkan Malika, tetapi karena takut dirinya akan menjadi korban kemarahan sang mafia.
Di kursi penumpang, uang yang didapatnya terasa panas, seperti bara api. Uang yang seharusnya membawa kebebasan, kini terasa seperti kutukan.
Ia telah menjual Malika pada orang yang salah.
“Shit! Bagaimana bisa aku berurusan dengan Alexander?!” gumamnya seraya memukul stir mobil. Ini adalah hari paling sial dalam hidup Jhon.
malika dan Leon cm korban😄🤣