Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Skandal Alena
Malam akhirnya tiba. Kediaman utama Duke Astria dipenuhi cahaya dari ribuan lilin dan lampu gantung yang berkilauan. Riuh rendah suara tawa, dentingan gelas, serta orkestra yang memainkan melodi megah menciptakan suasana yang penuh pesona. Para tamu dengan gaun indah dan jas mewah berbaur dalam gemerlap pesta topeng, masing-masing menyembunyikan identitas mereka di balik topeng yang menambah aura misteri.
Di dalam kamarnya, Evelyne berdiri di depan cermin besar, jari-jarinya dengan lembut meraba topeng yang akan ia kenakan malam ini. Topeng itu berwarna perak dengan ukiran halus, memancarkan kilauan samar di bawah cahaya lilin. Pesta topeng ini bukan sekadar perayaan, melainkan tradisi turun-temurun bagi para bangsawan. Di balik topeng, seorang wanita atau pria akan memilih pasangan mereka untuk berdansa, menciptakan misteri dan gairah dalam satu malam yang berharga.
Evelyne menarik napas panjang. Ini adalah malam kedewasaannya, malam di mana ia akan menapakkan langkah pertama sebagai seorang wanita yang diakui dalam dunia aristokrasi. Dengan langkah mantap, ia keluar dari kamarnya dan berjalan menuju aula pesta.
Begitu pintu besar terbuka, kemegahan aula pesta menyambutnya. Kristal-kristal lampu gantung memantulkan cahaya keemasan, mempercantik seluruh ruangan yang sudah dipenuhi para tamu. Senyum dan tawa mengisi udara, sementara musik lembut mengalun, menciptakan suasana yang magis.
Evelyne melangkah ke tengah keramaian, matanya berkeliling, mencari pasangan dansanya yang pertama. Sebelum ia sempat memilih, musik tiba-tiba berubah melodi orkestra bergema lebih kuat, menandakan tarian utama akan dimulai. Dan saat itulah, sebuah tangan besar meraih tangannya.
Evelyne terkejut, namun ia segera mengenali suara rendah dan lembut yang berbicara padanya.
"Bersediakah Anda memberikan kehormatan kepada saya, untuk menerima dansa pertama anda. Lady Evelyne?"
Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Ia mengenali suara itu, Piter Von Zisilus. Namun, pria di hadapannya tampak berbeda.
Tidak ada lagi rambut panjang yang terikat, tidak ada lagi berewok atau kumis tebal yang membuatnya tampak garang. Kini, ia tampak lebih elegan, dengan rambut pendek yang tertata rapi dan setelan hitam yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Topeng hitam menutupi sebagian besar wajahnya, tetapi mata merah darahnya masih bersinar tajam, menatapnya dengan penuh misteri.
"Saya hampir tak mengenali anda, Tuan Duke." Evelyne tersenyum kecil, membiarkan pria itu membimbingnya ke lantai dansa.
Piter hanya terkekeh, meremas tangannya dengan lembut sebelum menariknya lebih dekat. "Saya harus menyesuaikan diri dengan suasana pesta bukan? Mana mungkin saya membiarkan pasangan saya malu akibat penampilan saya yang sembarangan."
Mereka mulai berdansa, tubuh mereka bergerak selaras dengan irama musik. Evelyne merasakan kehangatan tangan Piter di punggungnya, membimbingnya dengan keahlian seorang pria yang sudah terbiasa dengan tarian bangsawan.
"Saya tidak tahu Anda begitu pandai berdansa." ujar Evelyne, sedikit menggoda.
Piter tersenyum miring. "Ada banyak hal yang belum Anda ketahui tentang saya, Lady Evelyne."
Evelyne mendengus pelan. "Itu terdengar seperti ajakan untuk lebih mengenal Anda."
"Mungkin memang begitu."
Evelyne tertawa kecil, dan Piter ikut terkekeh. Di balik topeng, mereka saling bertukar tatapan penuh arti, seolah menyimpan rahasia yang hanya mereka yang mengerti.
Saat musik berakhir, Piter masih menahan Evelyne di dekatnya, seakan enggan melepasnya begitu saja.
"Malam ini adalah awal dari segalanya, Lady Evelyne," bisiknya pelan. "Pastikan Anda tidak melewatkan satu momen pun."
Dan dengan itu, ia perlahan melepaskan genggamannya, membiarkan Evelyne kembali ke tengah pesta, namun kini dengan debaran yang berbeda.
.
.
Musik berdentum lembut, menyebarkan melodi indah ke seluruh aula pesta. Evelyne baru saja menyelesaikan dansanya dengan Piter Von Zisilus, dan meskipun pria itu telah melepaskannya, kehangatan tangannya masih terasa di kulitnya. Malam ini terasa begitu berbeda.
Namun, keindahan malam itu seketika ternodai oleh pemandangan yang mencolok di tengah lantai dansa. Di bawah sorotan lampu kristal yang berkilauan, sepasang sosok tengah berdansa dengan mesra, Laksa Aragont dan seorang wanita yang mengenakan gaun putih gading dengan topeng emas berhiaskan berlian.
Evelyne segera mengenali wanita itu, Alena. Evelyne merasakan geli sekaligus jijik melihat pemandangan itu. Alena belum genap berusia sembilan belas tahun, dan dalam tradisi bangsawan, seseorang yang belum menjalani upacara kedewasaan tidak diperbolehkan berdansa dalam pesta semacam ini. Itu bukan sekadar peraturan sosial, tetapi juga simbol penghormatan terhadap sang pemilik pesta malam ini, Evelyne.
Namun, yang lebih menjijikkan lagi adalah siapa yang menjadi pasangan dansa Alena, Laksa Aragont.
Pria yang di kehidupan sebelumnya begitu ia cintai, yang cintanya ia pertahankan mati-matian meskipun akhirnya hanya membawa kehancuran. Dan kini, di kehidupan keduanya, ia dihadapkan pada kenyataan pahit yang selama ini ia abaikan, bahwa Laksa bukanlah pria yang bisa dihormati.
Senyum tipis terukir di bibir Evelyne. Jika di kehidupan sebelumnya ia hanya diam dan membiarkan dirinya direndahkan, malam ini ia akan membalikkan keadaan.
Tanpa ragu, Evelyne melangkah mendekati pasangan itu, gaunnya yang elegan berayun lembut di belakangnya. Para tamu mulai memperhatikan kehadirannya, mengerti bahwa sesuatu akan terjadi. Ada kilatan penasaran di mata mereka, menunggu reaksi dari sang Lady Astria.
Saat jaraknya sudah cukup dekat, Evelyne mengulurkan tangannya dengan santai, meraih pita halus yang menggantung di sisi topeng emas Alena.
Dan dengan satu tarikan ringan. Topeng itu jatuh. Seketika, suasana pesta berubah hening. Para tamu tersentak kaget, dan bisikan-bisikan mulai terdengar. Beberapa bangsawan wanita menutup mulut mereka dengan kipas, sementara kaum pria mengangkat alis, menikmati tontonan yang tak terduga.
Alena berdiri kaku, wajahnya yang terbuka kini terlihat jelas di bawah cahaya lampu. Mata hijaunya membulat, wajahnya pucat pasi.
"Astaga," seseorang berbisik dari sudut ruangan.
"Dia belum menjalani upacara kedewasaan, bukan?"
"Benar. I-ini benar-benar skandal!"
Evelyne tersenyum tipis, dengan tenang menatap Alena yang jelas terguncang.
"Aku hampir tidak mengenalimu, Alena," ujar Evelyne dengan suara lembut, namun sarat akan ketajaman. "Seharusnya kamu tahu bahwa pesta malam ini adalah pesta topeng khusus bagi mereka yang telah memasuki usia dewasa."
Alena membuka mulutnya, tampak ingin berbicara, tetapi tak satu kata pun keluar.
"Aku tidak menyangka adikku tercinta akan melakukan hal yang begitu tidak pantas dalam pesta kedewasaanku," lanjut Evelyne, kali ini suaranya sedikit lebih lantang, memastikan bahwa semua tamu bisa mendengarnya.
Beberapa tamu mulai mengangguk setuju. Evelyne adalah Lady Astria, putri sah Duke Astria, dan pesta malam ini adalah untuk merayakan kedewasaannya. Fakta bahwa adik tirinya sendiri berdansa di pesta ini, apalagi dengan pria yang pernah dekat dengannya, jelas merupakan penghinaan.
Laksa Aragont, yang berdiri di samping Alena, akhirnya angkat bicara. "Evelyne, ini hanya tarian biasa. Tidak perlu dibesar-besarkan."
Evelyne mengalihkan tatapannya ke Laksa, menahan tawa dalam hatinya. Ah, betapa bodohnya dia di kehidupan sebelumnya, mencintai pria seperti ini.
"Benarkah?" jawab Evelyne, matanya berbinar tajam. "Kalau begitu, mungkin Tuan Laksa bisa menjelaskan, mengapa Anda berdansa dengan seorang wanita yang bahkan belum berusia sembilan belas tahun? Atau lebih tepatnya, mengapa Anda berdansa dengan adik tiriku dalam pesta yang dikhususkan untukku?"
Laksa terdiam, sementara Alena menundukkan wajahnya dalam kepanikan.
"Ah, aku hampir lupa," lanjut Evelyne dengan nada tenang namun menusuk. "Menurut tradisi, seorang pria yang berdansa dengan seorang wanita dalam pesta topeng memiliki makna yang mendalam. Itu bisa berarti minat, penghormatan, atau bahkan.. pertunangan yang tidak resmi."
Suasana semakin panas. Para tamu mulai bergumam, dan Evelyne melihat beberapa dari mereka saling berbisik, membicarakan skandal yang baru saja terjadi.
"Jadi," lanjut Evelyne dengan nada santai, "Apakah aku harus mengucapkan selamat kepada kalian berdua?"
Alena terperanjat. "Tidak! I-ini hanya kesalahpahaman!"
"Kesalahpahaman?" Evelyne mengangkat alis. "Tapi, semua orang di sini sudah menyaksikannya. Tentu saja, aku tidak ingin mencoreng nama baikmu, adikku. Namun, tindakanmu sendiri telah berbicara lebih dari cukup."
Senyum Evelyne tetap bertahan, meskipun matanya menyiratkan sesuatu yang lebih tajam. Ia tidak perlu melakukan banyak hal. Skandal ini sudah menyebar dengan sendirinya.
Seorang bangsawan dari ujung ruangan tertawa pelan. "Sepertinya, keluarga Astria akan memiliki berita menarik untuk diperbincangkan besok pagi."
Evelyne akhirnya berbalik, meninggalkan Alena dan Laksa yang masih terdiam di tempat mereka. Piter Von Zisilus, yang memperhatikan dari kejauhan, menyambutnya dengan ekspresi geli.
"Kau menikmati ini," katanya pelan.
Evelyne tersenyum manis. "Tentu saja."
Ia telah belajar dari kehidupan sebelumnya. Tidak akan ada lagi pengorbanan sia-sia, tidak akan ada lagi Evelyne yang bodoh dan naif atau Duchess Astria yang kejam karena sakit hati. Malam ini adalah awal dari segalanya.